Kerja badan terjungkal-jungkal
Tak terurus hati sekepal
Bikin syetan tertawa terpingkal
Inikah revolusi mental?
Adalah Presiden RI sekarang Jokowi, yang dalam masa kampanye silam memunculkan istilah revolusi dalam kosa kata revolusi mental sebagai tema solutif bagi memecahkan kondisi keterpurukan bangsa Indonesia. Meski tidak secara jelas dan tegas apa yang dimaksudkan revolusi mental itu, setidaknya kata revolusi kembali terdengar sebagaimana telah lama kata itu dipropagandakan oleh para pejalan revolusi mulai dari Tjokroaminoto, Tan Malaka, S.M. Kartosoewirjo, Soekarno sampai DN. Aidit. Bagi mereka revolusi itu adalah jalan dalam menghadapi musuh besar bangsa Indonesia yaitu Imperialisme, Kapitalisme dan Feodalisme.
Revolusi tak akan terjadi tanpa ideologisasi yang dibina oleh rasa persamaan, kebersamaan dan kesatuan yang dibalut oleh kenyataan keterjajahan, penderitaan, kesengsaraan dan ketidakberdayaan. Revolusi adalah pemberontakan pada kenyataan dan memuncaknya harapan dan keinginan (cita-cita). “Di bawah Pemerintahan yang tiranik dan dholim, hak-hak dan kebebasan hanya bisa dicapai dengan REVOLUSI”, kata Tjokroaminoto dalam pidato yang menusuk ulu hati anak bangsa untuk merubah kenyataan menggapai harapan. Tjokro adalah pejalan revolusi yang tak kenal lelah tanpa henti sampai dijemput mati. Kematian pejuang revolusi tak berarti kematian revolusi itu sendiri. “Revolusi belum selesai !!” teriakan Soekarno sampai ajal menghampirinya.
Kehendak perbaikan dan perubahan yang dimiliki oleh setiap aktor yang sudah kontrak untuk mendarmakan hidup bagi kepentingan umum (rakyat), menuntutnya untuk mencari, menggali dan menemukan visi, misi, arah dan tujuan yang terdefinisikan dalam satu kata MERDEKA!.
Revolusi adalah pakaian yang menyelimuti pemikiran, kesadaran dan tindakan dari anak bangsa yang dihargai baktinya sebagai bakti kepahlawanan karena perjuangan dan pengorbanannya. Revolusi adalah jargon retorika yang memberikan kesadaran kepada setiap elemen bangsa untuk merapat, bersatu padu, bergerak dan berontak pada kenyataan dan keadaan yang tidak berpihak. Revolusi adalah energi kata yang dipandu oleh pemikiran yang mendasar tentang hak azasi bagi setiap manusia untuk merdeka, berdaulat dan merasakan keadilan serta kesejahteraan hidup. Revolusi adalah spirit lantunan lagu “Maju tak gentar membela yang benar … Maju tak gentar hak kita diserang… Maju serentak mengusir penyerang…Maju serentak tentu kita menang”.
Revolusi bukan sejarah masa lalu yang dikubur dan kini diziarahi tapi revolusi adalah pencipta sejarah yang akan menemukan momentum diantara ruang dan waktu dimanapun kapanpun. Ia adalah historische Notwendigkeit, keharusan sejarah. Ia adalah perubahan dengan rencana, walaupun tidak ada rencana yang 100 persen bisa terjadi di kenyataan. Ketika revolusi sudah dianggap selesai, maka keadaan akan berubah menjadi dogmatis. Musuh revolusi adalah kemalasan berpikir atas sikap hidup konservatif, individualisme dan kenyamanan pada kenyataan hidup. Tak lagi berpikir cara-cara baru, melainkan menerima begitu saja, bahwa keadaan tidak lagi bisa diubah. Inilah sikap dogmatis yang menjadi akar dari fanatisme dan fundamentalisme yang bisa menindas segala bentuk perbedaan maupun ide-ide baru yang muncul.
Menemui Revolusi
Tiga syarat menemui revolusi : Pemimpin, Ide dan Aksi atau API (Aksi-Pemimpin-Ide). Aksi membutuhkan pemimpin, pemimpin harus memiliki ide. API Revolusi adalah serangkaian aksi yang gradual (bertahap) dan simultan (kontinyu), terorganisir dan terpimpim berdasarkan ide-ide revolusi.
Ide revolusi harus dikehendaki oleh rakyat, karena revolusi adalah gerakan rakyat. Pemimpin yang mampu membaca dengan penglihatan yang tajam, dengan pendengaran yang jernih, dengan perasaan yang dalam tentang kehendak dan keinginan rakyat. Kehendak dan keinginan rakyat yang dibacanya kemudian dibahasakan dalam satu bahasa yang merepresentasikan kehendak umum. “Merdeka” adalah kata yang merepresentasikan kehendak rakyat bangsa Indonesia sampai pertengahan abad XX karena musuh besar rakyat adalah penjajahan. Lalu apa yang menjadi representasi kehendak rakyat Indonesia hari ini ??
Ide revolusi bisa tumbuh dari kesadaran rakyat, kesadaran yang melahirkan kehendak dan keinginan rakyat. Terkadang kehendak rakyat terlalu sederhana untuk dijadikan penyulut api revolusi, karena kesederhanaan keinginan. Keinginan hanya batas sejengkal perut, asal sembako murah, punya rumah, anak bisa sekolah dan lainnya. Tak bisa disalahkan karena itu hak asasi dari hidup selaku manusia. Maka perlu ditumbuhkan kesadaran bahwa hidup tak sekedar urusan perut (duniawiyah) karena saat maut menjemput akan bertemu waktu abadi dimana Mahkamah Ilahi siap mengadili. Pemimpin dan pelopor revolusi harus mampu menumbuhkan kesadaran rakyat sebagai insan yang akan diminta pertanggungjawaban oleh Allah Ar-Rahman.
Maka revolusi sejati adalah revolusi rahmaniyah, revolusi transendental bukan revolusi insidental. Revolusi yang bersumber dari kehendak Ilahi yang terinternalisasi menjadi kehendak insani. Revolusi sejati bersifat imani, keyakinan kepada Dzat Yang Maha Mutlaq yang menggenggam hidup kehidupan manusia dan kepada-Nya manusia akan kembali. Revolusi sejati bersifat rahmani, gerak yang dijiwai rasa cinta, kasih dan sayang pada manusia dan alam semesta atas nama Pemilik Segalanya dengan ucap “Bismillahir Rahman nir Rahiim”. Maka revolusi yang lahir adalah “Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa……”
Revolusi sejati adalah revolusi eskatologis bukan hanya revolusi politis. Revolusi sebagai solusi bagi perbaikan (Islah), ketika telah tersadarkan dan tertampakan kerusakan-kerusakan akibat ulah kehidupan manusia. Bukan memperbaiki kerusakannya saja (dampaknya) tetapi yang paling mendasar adalah memperbaiki perilaku hidup manusianya (sebabnya). Revolusi sebagai upaya gerak perubahan (at-Taghyir), dimana manusianya itu sendiri yang menjadi subyek sekaligus obyek perubahan. Revolusi dari kata revolutio, yang berarti berputar balik atau kembali (Tabaa – Taubat). Untuk membangun tata kelola kehidupan manusia yang baru dengan mengembalikan fitrah kemanusiaan yang adil dan beradab bukan manusia yang serakah dan biadab. Karena tak ada yang lebih mengenal hakikat dan fitrah kemanusiaan kecuali Yang Maha Menciptakan, Dia-lah Allah Rabbun-Nas, Rabbul ‘Alamin, Rabbu Kulli Syai’in. Maka kembali lah kepada Al-Khaliq, perbaikilah menurut keinginan dari Dzat Al-Malikul Haqqul Mubin dan berubahlah sesuai panduan Wahyu Ilahi.
Maka revolusi akan menemui jalannya…bukan jalan labirin yang berpangkal tak berujung…tapi jalan lurus shiratal mustaqim… dan itu butuh para pejalan revolusi yang mau kerja keras demi kepantasan Kurnia Allah tiba.