Menu Close

SEJARAH LENGKAP PERKEMBANGAN ISLAM DI MADINAH

Ibnu Umar berkata; ‘Bila kamu berada di sore hari, maka janganlah kamu menunggu datangnya waktu pagi, dan bila kamu berada di pagi hari, maka janganlah menunggu waktu sore, pergunakanlah waktu sehatmu sebelum sakitmu, dan hidupmu sebelum matimu.

بسم الله الرّحمن الرّحيم
حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَبُو المُنْذِرِ الطُّفَاوِيُّ عَنْ سُلَيْمَانَ الْأَعْمَشِ قَالَ حَدَّثَنِي مُجَاهِدٌ عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ أَخَذَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِمَنْكِبِي فَقَالَ “كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيبٌ أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ” وَكَانَ ابْنُ عُمَرَ يَقُولُ إِذَا أَمْسَيْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الصَّبَاحَ وَإِذَا أَصْبَحْتَ فَلَا تَنْتَظِرْ الْمَسَاءَ وَخُذْ مِنْ صِحَّتِكَ لِمَرَضِكَ وَمِنْ حَيَاتِكَ لِمَوْتِك
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Ali bin Abdullah telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Abdurrahman Abu Al Mundzir At Thufawi dari Sulaiman Al A’masy dia berkata; telah menceritakan kepadaku Mujahid dari Abdullah bin Umar radliallahu ‘anhuma dia berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah memegang pundakku dan bersabda: “Jadilah kamu di dunia ini seakan-akan orang asing atau seorang pengembara.” 
Dari kutipan sabda Rasulullah SAW secara tersurat di atas memberikan informasi menarik secara tersurat kepada umatnya yang mau mengambil pelajaran berharga dari hadits sebagai salah satu sumber ajarannya, menyatakan dengan sebuah tamtsil (dua permisalan) untuk seluruh pengikutnya yang setia sampai berakhirnya kehidupan di alam dunia yang fana’ ini, agar hidup eksis dan dinamis dalam kehidupan di dunia ini, pertama; seperti orang asing dan kedua; seperti seorang pengembara.
islam di madinah

Jahiliyah yang di identikkan dengan kaum Kuraiys Mekah pada waktu itu, merupakan kejahiliyahan dalam kajian praktis aqidah dan moral, di tengah-tengah peradabannya yang sudah maju dengan sangat sangat pesat dalam berbagai sektor kehidupannya, baik di bidang sosial, ekonomi, politik dan budayanya. 
Ja’far Ibn Abi Thalib, seorang juru bicara orang-orang Islam yang hijrah ke Abissinia. berkata pada raja Najasi: 
Dulu kami adalah orang jahiliah, yang menyembah berhala, memakan bangkai (mayat), melakukan maksiat, menelantarkan keluarga, dan melanggar perjanjian untuk saling melindungi, dan pihak yang kuat menerkan pihak yang lemah.
Islam datang dalam keadaan asing, asing yang dimaksud yaitu ketika mayoritas penduduk Mekah pada waktu itu didominasi dengan aqidah fasad (keyakinan yang salah), para penyembah berhala dan dewa-dewa dengan diikuti sikap moral sosial masyaraktnya yang rusak pula, kemudian ditawarkan agama baru aqidah baru dan tatanan norma kehidupan masyarakat baru juga oleh Rasulullah Muhammad SAW yang lebih baik dengan berbagai strategi dakwahnya yang terbaik, yang dimaksud adalah agama Islam, bertuhankan satu Allah SWT tanpa dinodai dengan kesyirikan-kesyirikan yang membatalkan tauhid dengan di dukung oleh budi pekerti luhur dan moral yang mulia untuk kemaslahatan pemeluknya.
Dakwah Rasulullah SAW di Mekah kita ketahui banyak sekali rintangannya, tantangan tidak hanya datang dari masyarakat kaum Kuraiys pada umumnya tapi yang lebih berat lagi tidak ada dukungan dari keluarganya kecuali hanya sedikit, bahkan tidak sedikit dari keluarga Rasulullah SAW yang terang-terangan memusuhi beliau SAW dan bahkan menjadi golongan penentang utama dari syari’at yang dibawa oleh beliau SAW, dan tidak segan-segan pula untuk membunuh Rasulullah SAW kalau tidak menghentikan dakwahnya mengajak kaum kafir Kuraiys memeluk agama Islam, setelah berbagai tawaran diplomatik dilakukan dengan berbagai cara untuk membujuk rayu Muhammad SAW menghentikan dakwahnya, harta tahta bahkan wanita sudah ditawarkan oleh kafir Kuraiys untuk menghentikan dakwahnya, akan tetapi tidak sedikitpun pendirian Rasulullah tergoyahkan, beliau SAW tetap pada prinsipnya menegakkan kalimat Tauhid pada masyarakat Kuraiys pada ksususnya dan seluruh dunia pada umumnya. 
Selama 13 tahun beliau SAW berdakwah di Mekah, namun tidak menuai hasil yang menggembirakan, sehingga ada perintah Allah SWT untuk berhijrah ke Yatsrib (untuk selanjutnya penulissebut dengan “Madinah”) berdakwah dan membangun masyarakat Islam yang sebenar-benarmya dengan tatanan kehidupan yang mendatangkan keuntungan tidak hanya pada Muslim semata tapi mendatangkan keuntungan pula pada kalangan non Muslim di sana, sehingga menjadi bekal yang sangat berharga khusus pada pengikut Muslim yang taat dan setia dalam kehidupannya dunia akhirat.
Hidup seperti halnya seorang musafir yang dimaksud adalah, setiap perjalanan itu pasti ada ujungnya alias tujuan akhirnya, dan selama perjalanan sangat dibutuhkan bekal untuk sampai pada tujuan yang hendak dicapai. Hidup di dunia ini sangat sebentar dan sifatnya sementara yang berarti terdapat kehidupan yang kekal dan abadi yakni negeri akhirat. Dengan demikian seorang musafir itu pasti memiliki tujuan dan seharusnya diikuti dengan bekal yang banyak. Tujuan hijrah Rasulullah SAW dan para sahabatnya yang setia adalah ridla dan kemenangan dari Allah SWT, adapun bekalnya adalah tatanan kehidupan sosial yang didasari pada keimanan dan ketaqwaan yang benar. 
Hadits yang disampaikan oleh Rasulullah SAW itu sudah cukup menggambarkan bobroknya aqidah dan moral kaum kafir Kurays, sehingga datanglah Islam sebagai agama yang asing bagi mereka menawarkan aqidah dan moral yang benar dan terpuji, namun dakwah nabi di Mekah belum mencapai kesuksesan karena kerasnya perlawanan dan penolakan dari pembesar-pembesar Kuraiys saat itu yang tidak lain banyak terdiri dari keluarga Rasulullah SAW sendiri. Kemudian pedatanglah perintah hijrah dari Allah SWT, sehingga hijrahnya Nabi Muhammad SAW dari Mekah ke Madinah tersebut merupakan perjalanan awal dan cikal bakal kebangkitan peradaban Islam yang fenomenal tercatat dalam sejarah dunia. 
Dari latar belakang singkat di atas maka yang akan menjadi pokok pembahasan dalam makalah ini sebagai berikut:

1. Dakwah Islam pada penduduk Madinah sebelum Rasulullah SAW hijrah
2. Peristiwa Hijrahnya Nabi SAW dari Mekah ke Madinah
3. Nabi Muhammad SAW dalam periode Madinah dan pengembangan peradaban Islam disana

Pokok pembahasan di atas menjadi topik utama dalam pembahasan makalah ini, kami harap dari tulisan ini bisa memberikan sumbangsih pemikiran dan informasi akurat untuk selanjutnya kita koreksi bersama dari kelemahan dan kekurangan tulisan ini.

1. Dakwah Islam di Madinah sebelum Rasulullah SAW hijrah

Mush’ab Bin Umair, duta Islam yang pertama yang memiliki peran penting dalam sejarah dakwah dan syi’ar Islam di Madinah, seorang remaja Kuraiys terkemuka, cerdas penuh dengan jiwa dan semangat kemudaan, beliau lahir dari keturunan keluarga bangsawan Kuraiys, pemuda yang lebih beruntung jika dibandingkan dengan pemuda pada umumnya, karena selalu dimanja oleh orang tuanya, dipenuhi apa yang menjadi hajat permintaannya, hidupnya serba mewah dan menjadi buah bibir gadis-gadis Mekah serta menjadi bintang di tempat-tempat pertemuan. Sehingga para Muarrikh dan ahli riwayat melukiskan semangat kepemudaan dan keberuntungannya dengan kalimat: “Seorang warga kota Mekah yang mempunyai nama paling harum.
Mush’ab Bin Umair mengikrarkan diri menjadi pemeluk Islam yang setia pada Allah dan Rasul-Nya hanya hidayah Ilahi melalui peristiwa terdengarnya berita yang menjadi buah bibir masyarakat kaum Kuraiys, Muhammad al-Amin. Muhammad SAW yang mengatakan bahwa dirinya telah diutus oleh Allah SWT sebagai pembawa berita suka maupun duka, sebagai da’i yang mengajak umat beribadat kepada Allah yang Maha Esa. 
Mush’ab yang sangat penasaran dengan sosok Rasulullah SAW langsung merespon positif dengan mendatangi salah satu majelis yang diadakan oleh Rasulullah dengan para sahabat beliau SAW, suatu tempat yang terhindar jauh dari keramaian dan gangguan, yaitu di bukit Shafa di rumah Arqam Bin Abil Arqam. Lantunan ayat Al-Qur’an yang dibacakan dengan hati oleh Rasulullah SAW ketika menjadi imam shalat di rumah sahabat Arqam itu terdengar, sudah cukup membuat hati pemuda Mush’ab ini terpikat untuk menyatakan keimanannya pada Allah SWT dan Rasulullah Muhammad SAW.
Singkat cerita, Mush’ab bin umair rela meninggalkan ayah dan ibu yang dicintainya, keluarga yang membesarkannya dengan penuh manja dan kasih sayang, harta kekayaan yang melimpah beserta kewibawaannya dalam keluarganya itu beliau tinggalkan dan hanya membawa sehelai baju yang menempel pada tubuhnya, kusam dan sudah tidak harum kembali. Beliau memilih jalan Islam meskipun hidup miskin dan sengsara, melarat dengan pakaian yang kasar dan usang, sehari makan dan beberapa hari menderita lapar. Akan tetapi jiwanya telah dihiasi dengan ‘aqidah suci dan cemerlang berkat cahaya hidayah ilahi dan didikan Rasulullah Muhammad SAW sang murabbi sejatinya, merubah dirinya menjadi seorang manusia lain, yaitu manusia yang dihormati, penuh wibawa dan disegani. Setelah peristiwa tersebut Rasulullah SAW menatap Mush’ab Bin Umair dengan pandngan penuh Arti, disertai cinta kasih dan syukur dalam hati, pada kedua bibir beliau SAW tersungging senyuman mulia, seraya bersabda:
لقد رأيت مصعبا هذا وما بمكّة فتى أنعم عند أبويه منه ثمّ ترك ذالك كلّه حبّا لله و رسوله

“Dahulu saya lihat Mush’ab ini tak ada yang mengimbangi dalam memperoleh kesenangan dari orang tuanya, kemudian ditinggalkannya semua itu demi cintanya kepada Allah dan Rasul-Nya”

Awal mula kesuksesan dakwah Islam di madinah tidak lepas dari peran Mush’ab Bin Umair, seorang duta pemuda sukses yang dipilih oleh Rasulullah untuk mensyi’arkan Islam serta mendapingi 12 orang pemuda, yang terdiri dari 10 orang dari dari kabilah Khazraj dan 2 orang dari kabilah Aus yang sudah mengadakan bai’at di bukit ‘Aqabah yang kemudian dikenal dengan Bai’at ‘Aqabah pertama.
Terpilihnya Mush’ab Bin Umair menjadi duta dan guru besar di Yatsrib sebelum Rasulullah SAW dan para sahabat yang lain hijrah ke Madinah, tidak lepas dari karunia Allah SWT kepadanya, berupa fikiran yang cerdas dan budi pekerti yang luhur, dengan sifat zuhud yang tinggi, kejujuran dan kesungguhan hati, kemudian bersama 12 orang pemuda Anshar bisa menggalang kekuatan dakwah yang berhasil menwan dan menarik hati penduduk Madinah, sehingga banyak di antara penduduk Madinah yang berduyun-duyun masuk Islam dan mengadakan Bai’at ‘Aqabah kedua dengan jumlah yang lebih besar, 73 orang penduduk Yatsir, terdiri dari 62 orang dari kabilah Khazraj dan 11 orang dari kabilah Aus. Rasulullah saat itu yang masih dikejar-kejar oleh kafir Kuraiys mau dibunuh sudah dirindukan dan sangat ditunggu-tunggu kehadirannya di Madinah berkumpul dan membangun bangsa dan negara yang berperadaban tinggi.

2. Peristiwa Hijrahnya Nabi SAW dari Mekah ke Madinah dalam perkembangan islam di madinah


Sebab musabab hijrahnya Rasulullah SAW dari Mekah ke Madinah

1. Kafir Kuraiys Mekah menentang keras seruan Islam

Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Kuraiys menentang seruan Islam:
  • Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan
  • Nabi Muhammad SAW menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya
  • Para pemimpin Kuraiys tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat
  • Taqlid pada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat akar pada bangsa Arab
  •  Pemahat dan penjual patung memandang Islam menjadi sebab penghalang rezeki mereka
Rencana kafir Kuraiys untuk membunuh Muhammad pada malam hari hijrahnya ke Madinah dikhawatirkan memperkuat diri di sana serta segala bencana yang mungkin menimpa Mekah dimasa selanjutnya, karena mereka kaum kafir Kuraiys sudah mengetahui sebelumnya adanya perjanjian antara Nabi dengan orang-orang Yatsrib itu, hal itu juga dpat menyebabkan kekhawatiran akan perdagangan yang dibangun dengan Syam menjadi terhambat, sehingga kafir Kuraiys segera merencanakan untuk membunuh Rasulullah Muhammad SAW.
 
Pada perjanjian ‘Aqabah yang kedua, 73 orang atas nama penduduk Yatsrib meminta dengan penuh harap kepada Nabi Muhammad SAW agar pindah ke Yastrib untuk selanjutnya janji mereka akan membela Nabi Muhammad SAW dari segala ancaman.
Hijrahnya Rasulullah SAW dan para pengikutnya dari Mekah ke Madinah tidak lain karena perintah Allah SWT.
“dan (ingatlah), ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. dan Allah Sebaik-baik pembalas tipu daya”. (Q.S. al-Anfal ayat, 8 ; 30)
2. Proses Hijrahnya Rasulullah SAW Dari Mekah ke Madinah
“Jikalau kamu tidak menolongnya (Muhammad) Maka Sesungguhnya Allah telah menolongnya (yaitu) ketika orang-orang kafir (musyrikin Mekah) mengeluarkannya (dari Mekah) sedang Dia salah seorang dari dua orang ketika keduanya berada dalam gua, di waktu Dia berkata kepada temannya: “Janganlah kamu berduka cita, Sesungguhnya Allah beserta kita.” Maka Allah menurunkan keterangan-Nya kepada (Muhammad) dan membantunya dengan tentara yang kamu tidak melihatnya, dan Al-Quran menjadikan orang-orang kafir Itulah yang rendah. dan kalimat Allah Itulah yang tinggi. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana” (Q.S. al-Taubah, 9 ; 40)
(rangkuman) Ayat tersebut yang mendasari proses hijrahnya Rasullah SAW dari Mekah ke Madinah. Dari sinilah kisah yang paling cemerlang dan indah pernah dikenal manusia dalam sejarah pengejaran yang penuh bahaya, demi mempertahankan kebenaran, keyakinan dan keimanan.

3. Nabi Muhammad SAW dalam periode Madinah, strategi dan pengembangan peradaban Islam di madinah

1. Rasulullah SAW tiba di kota Madinah untuk perkembangan islam di madinah
Rasulullah SAW tiba dan disambut penduduk Madinah dengan baik, sehingga pertama kali sebagai penghormatan pada Rasulullah SAW, perubahan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW paling sederhana adalah, mengubah nama Yatsrib (ancaman) dengan nama Madinatul Munawwarah (kota yang bercahaya / kota yang memiliki peradaban yang tinggi atau juga disebut dengan Madinatun Nabi (kota Nabi). 
Nabi SAW resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Kedudukan Nabi Muhammad SAW di Mekah sudah pasti berbeda dengan kedudukan (cara penyikapan masyarakat) di Madinah, jika di Mekah untuk mensyi’arkan Islam (menanamkan Aqidah dan Akhlah yang benar) saja sudah mendapatkan tantangan dan ancaman yang keras apa lagi mengatur sistem politik dan sosial kemasyarakatan disana, akan tetapi di Madinah Rasulullah disambut, diterima dan diposisikan oleh masyarakat Madinah sebagai Rasul yang terhormat.
Nabi Muhammad SAW bukan saja memiliki kedudukan sebagai kepala Agama saja, akan tetapi beliau SAW juga sebagai kepala Negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi SAW terkumpul dua kekuasaan terpenting di Madinah, yaitu kekuasaan spiritual (ukhrawi) maupun kekuasaan jabatan (duniawi), kedudukan sebagai Rasul secara otomatis merupakan kepala Negara.
2. Strategi dan Pengembangan dan Peradaban Islam di Madinah
Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara yang baru itu, Rasulullah Muhammad SAW segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. 
Dasar pertama dalam islam di madinah, pembangunan masjid.Rasulullah SAW membeli ladang tempat penjemuran kurma milik Sahl dan Suhail Bin Amr, tempat pertama kali unta yang dinaiki oleh Rasulullah SAW berlutut. Kemudian ladang itu dibeli dan dibangun masjid sebagai sarana yang memiliki banyak fungsi. Masjid pada waktu itu tidak hanya memiliki fungsi terbatas pada shalat (peribadatan) saja, tapi memiliki fungsi yang banyak (multi fungsi), diantaranya adalah masjid sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum Muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, masjid sebagai tempat bermusyawarah merundingkan segala permasalahan-permasalahan yang dihadapi, dan masjid juga sebagai pusat pemerintahan. Dalam pembangunan masjid tersebut Rasulullah SAW beserta kaum muhajirin dan anshar juga membangun rumah tempat tinggal Rasulullah SAW yang letaknya bersebelahan dengan masjid. Semuanya dikerjakan secara bersama-sama, serba sederhana dan tanpa paksaan.
(rangkuman) Dasar kedua dalam islam di madinah, membangun ukhuwah Islamiyah. Nabi mempersaudarakan antara golongan muhajirin (orang-orang yang hijrah dari Mekah ke Madinah), dengan golongan anshar (penduduk Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu perjuangan kaum muhajirin tersebut). Dengan denikian diharapkan setiap muslim memiliki keterikatan emosiaonal dalam suatu persaudaraan dan kekeluargaan. Strategi yang dilakukan oleh Rasulullah SAW seperti ini, berarti Rasulullah SAW menciptakan persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.
Dasar ketiga dalam islam di madinah, memberikan kebebasan beragama. Hubungan persahabatan yang baik dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, disamping orang-orang arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan juga orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang mereka. Baik muslim maupun yang lain seharusnya percaya, bahwa barang siapa menerima pimpinan Allah dan sudah masuk kedalam agama Allah, akan terlindung dari gangguan. Bagi orang yang sudah beriman akan bertambah kuat keimanannya, sedangkan bagi yang masih ragu-ragu atau masih takut-takut khawatir dan lemah, akan segera pula menerima imannya atas izin Allah swt. Pikiran inilah yang mula-mula meyakinkan Muhammad Rasulullah SAW tinggal di Madinah. Maka ke arah politik pemerintahan dan seluruh sektor kehidupannya ditujukan, tujuan dalam cakupan yang luas yaitu yang bisa memberikan jawaban dari setiap permasalahan, memberikan ketenangan jiwa bagi mereka yang menganut agamanya masing-masing dalam cakupan tujuan yang lebih sempit.
Agar stabilitas masyarakat dan negara dapat diwujudkan dengan baik ditengah-tengan kemajemukan ini, maka Rasulullah SAW sebagai kepala negara mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama, setiap orang memiliki hak dan kebebasan dalam bidang politik dan keagamaan, kemerdekaan beragma terjamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negara tersebut dari serangan luar. Dalam perjanjian itu jelas disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena sejauh menyangkut peraturan dan tata tertib umum, maka otoritas mutlak diberikan kepada beliau SAW. Dalam bidang sosial, beliau juga meletakkan dasar persamaan antar sesama manusia. 
Dasar keempat dalam islam di madinah, penguatan dalam bidang ekonomi. Kalau masjid tempat beribadah kaitannya dengan ukhrawi, maka pasar adalah tempat atau pusat ekonomi melalui perdagangan yang sudah diajarkan tata cara dan normanya oleh Rasulullah SAW, pemberdayaan ekonomi di Madinah pada waktu itu juga melalui bidang pertanian, bekerjasama antara kaum pendatang dengan kaum pribumi yang menjadi pemilik tanah-tanah pertanian tersebut.
Dasar kelima dalam islam di madinah, hidup damai dan berdampingan dalam lingkungan sosial dan negara. Rasulullah SAW sangat mendambakan perdamaian, dan tidak menyukai peperangan. Dalam hal ini beliau sangat cermat dalam menyikapinya. Beliau SAW tidak akan menempuh jalan perang selama masih bisa di rundingkan untuk mendapatkan jalan keluar yang sama-sama menguntungkan. Nabi Muhammad SAW tidak akan memilih jalan perang, kecuali dalam keadaan terdesak, terpaksa untuk membela kebebasan, membela agama dan kepercayaan. Rasulullah SAW mengizinkan umat Islam berperang dengan dua alasan: pertama, untuk mempertahankan diri dan melindungi hak miliknya. Kedua, menjaga keselamatan dalam penyebaran kepercayaan dan mempertahankannya dari orang-orang / golongan yang menghalanginya. 
Dasar Keenam dalam islam di madinah, membangun kekuatan Diplomasi. Pada tahun keenam Hijriyah, ketika ibadah haji sudah di syari’atkan, Nabi SAW memimpin sekitar seribu kaum Muslimin berangkat ke Mekah, bukan untuk berperang melainkan untuk melakukan ibdah umrah. Oleh karena itu, mereka mengenakan baju ihram tanpa membawa senjata. Sebelum tiba di Mekah, mereka berkemah di Hudaibiyah, beberapa kilo meter dari Mekah. Penduduk Mekah tidak serta merta mengizinkan mereka masuk kota, akhrinya dengan kekuatan diplomasi yang menawan, penduduk Mekah terbuka dengan penduduk Madinah untuk mengadakan perjanjian, kemudian dikenal dengan “perjanjian Hudaibiyah”. Perjanjian Hudaibiyah yang dimaksud isinya antara lain sebagai berikut: (1) Kaum Muslimin belum boleh mengunjungi Ka’bah tahun ini akan tetapi ditangguhkan sampai tahun depan, (2) lama kunjungan dibatasi hanya tiga hari saja, (3) Kaum Muslimin Madinah wajib mengembalikan orang-orang Mekah yang melarikan diri ke Madinah, sedangkan sebaliknya, pihak Kuraiys tidak harus menolak orang-orang Madinah yang kembali ke Mekah, (4) diberlakukan genjatan senjata selama sepuluh tahun antara masyarakat Mekah dengan Madinah, (5) setiap kabilah yang ingin masuk kedalam persekutuan kaum Kuraiys atau kaum Muslimin, bebas melakukannya tanpa mendapatkan rintangan apapun.
Rasulullah SAW segera merespon perjanjian ini dengan baik, karena Rasulullah yakin dengan adanya perjanjian ini harapan untuk mengambil alih ka’bah dan menguasai Mekah kembali sangat terbuka. Ada dua faktor yang mendorong kebijaksanaan dalam perjanjian ini. Pertama, Mekah adalah pusat keagamaan bangsa Arab dan melalui konsolidasi bangsa Arab dalam Islam, Islam akan dengan mudah tersebar keluar. Kedua, apabila suku Nabi Muhammad SAW sendiri dapat di Islamkan, maka Islam akan memperoleh dukungan yang kuat karena orang-orang Kuraiys sendriri memiliki kekuasaan dan pengaruh yang besar terhadap yang lain.
1. Rasulullah SAW membangun pondasi dan kekuatan di Madinah sebelum Rasulullah SAW sendiri hijrah dari Mekah ke Madinah, dengan mengutus para sahabat pilihannya, cerdik dan memiliki prinsip yang kokoh dalam mensyi’arkan Islam di Madinah, yaitu Mush’ab Bin Umair.
2. Perjalanan hijrah Rasulullah Muhammad SAW dengan sahabat Abu Bakar, merupakan peristiwa sejarah hijrah yang paling terjal dan membahayakan karena itu menjadi penentu keberhasilan awal pada masa mendatang.
3. Rasulullah menanamkan nilai-nilai dasar untuk membentuk Madinah yang memiliki peradaban tinggi atau terbenttuknya “masyarakat madani”. Penanaman nilai-nilai dasar yang dimaksud adalah: pembangunan masjid, membangun ukhuwah Islamiyah, memberikan kebebasan beragama, penguatan dalam bidang ekonomi, hidup damai dan berdampingan dalam lingkungan sosial dan negara serta membangun kekuatan Diplomasi.

sumber :

Husain Haekal, Muhammad, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta: Litera Antarnusa, 1990 Hadits Eksplorer
Khalid, Muhammad Khalid, Karakteristik Perihidup Enam Puluh Sahabat Rasulullah, Bandung: Diponegoro, 2006
K. Hitti, Philip, Historiy Of The Arab, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2002
Rahman , Fazlur, Islam, Bandung: Penerbit Pustaka, 1984
Syalabi, A, Sejarah Dan Kebudayaan Islam 1, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1983
Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, Jakarta; PT. Raja Grafindo Persada, 2000

Leave a Reply