Hakikat Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika yang bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh ahli-ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin McTaggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya.
PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih sering menjadikan pro dan kontra, terutama jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya.
Jenis penelitian ini dapat dilakukan didalam bidang pengembangan organisasi, manejemen, kesehatan atau kedokteran, pendidikan, dan sebagainya. Di dalam bidang pendidikan penelitian ini dapat dilakukan pada skala makro ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada waktu berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu pokok bahasan tertentu pada suatu mata kuliah. Untuk lebih detailnya berikut ini akan dikemukan mengenai hakikat PTK.
Menurut John Elliot bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah kajian tentang situasi sosial dengan maksud untuk meningkatkan kualitas tindakan di dalamnya (Elliot, 1982). Seluruh prosesnya, telaah, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pengaruh menciptakan hubungan yang diperlukan antara evaluasi diri dari perkembangan profesional. Pendapat yang hampir senada dikemukakan oleh Kemmis dan Mc Taggart, yang mengatakan bahwa PTK adalah suatu bentuk refleksi diri kolektif yang dilakukan oleh peserta–pesertanya dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan keadilan praktik-praktik itu dan terhadap situasi tempat dilakukan praktik-praktik tersebut (Kemmis dan Taggart, 1988).
Menurut Carr dan Kemmis seperti yang dikutip oleh Siswojo Hardjodipuro, dikatakan bahwa yang dimaksud dengan istilah PTK adalah suatu bentuk refleksi diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru, siswa atau kepala sekolah) dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) praktik-praktik sosial atau pendidikan yang dilakukan dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktik-praktik ini, dan (c) situasi-situasi ( dan lembaga-lembaga ) tempat praktik-praktik tersebut dilaksanakan (Harjodipuro, 1997).
Lebih lanjut, dijelaskan oleh Harjodipuro bahwa PTK adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktik mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktik tersebut dan agar mau utuk mengubahnya. PTK bukan sekedar mengajar, PTK mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan proses pembelajaran. PTK mendorong guru untuk berani bertindak dan berpikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, jelaslah bahwa dilakukannya PTK adalah dalam rangka guru bersedia untuk mengintropeksi, bercermin, merefleksi atau mengevalusi dirinya sendiri sehingga kemampuannya sebagai seorang guru/pengajar diharapkan cukup professional untuk selanjutnya, diharapkan dari peningkatan kemampuan diri tersebut dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas anak didiknya, baik dalam aspek penalaran; keterampilan, pengetahuan hubungan sosial maupun aspek-aspek lain yang bermanfaat bagi anak didik untuk menjadi dewasa.
Dengan dilaksanakannya PTK, berarti guru juga berkedudukan sebagai peneliti, yang senantiasa bersedia meningkatkan kualitas kemampuan mengajarnya. Upaya peningkatan kualitas tersebut diharapkan dilakukan secara sistematis, realities, dan rasional, yang disertai dengan meneliti semua “ aksinya di depan kelas sehingga gurulah yang tahu persis kekurangan-kekurangan dan kelebihannya. Apabila di dalam pelaksanaan “aksi” nya masih terdapat kekurangan, dia akan bersedia mengadakan perubahan sehingga di dalam kelas yang menjadi tanggungjawabnya tidak terjadi permasahan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan PTK ialah suatu penelitian yang dilakukan secara sistematis reflektif terhadap berbagai tindakan yang dilakukan oleh guru yang sekaligus sebagai peneliti, sejak disusunnya suatu perencanaan sampai penilaian terhadap tindakan nyata di dalam kelas yang berupa kegiatan belajar-mengajar, untuk memperbaiki kondisi pembelajaran yang dilakukan. Sementara itu, dilaksanakannya PTK di antaranya untuk meningkatkan kualitas pendidikan atau pangajaran yang diselenggarakan oleh guru/pengajar-peneliti itu sendiri, yang dampaknya diharapkan tidak ada lagi permasalahan yang mengganjal di kelas.
Jenis dan Model PTK
Sebagai paradigma sebuah penelitian tersendiri, jenis PTK memiliki karakteristik yang relatif agak berbeda jika dibandingkan dengan jenis penelitian yang lain, misalnya penelitian naturalistik, eksperimen survei, analisis isi, dan sebagainya. Jika dikaitkan dengan jenis penelitian yang lain PTK dapat dikategorikan sebagai jenis penelitian kualitatif dan eksperimen. PTK dikatagorikan sebagai penelitian kualitatif karena pada saat data dianalisis digunakan pendekatan kualitatif, tanpa ada perhitungan statistik. Dikatakan sebagai penelitian eksperimen, karena penelitian ini diawali dengan perencanaan, adanya perlakuan terhadap subjek penelitian, dan adanya evaluasi terhadap hasil yang dicapai sesudah adanya perlakuan. Ditinjau dari karakteristiknya, PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (1) didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (2) adanya kolaborasi dalam pelaksanaannya; (3) penelitian sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; (4) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktek instruksional; (5) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Menurut Richart Winter ada enam karekteristik PTK, yaitu (1) kritik reflektif, (2) kritik dialektis, (3) kolaboratif, (4) resiko, (5) susunan jamak, dan (6) internalisasi teori dan praktek (Winter, 1996). Untuk lebih jelasnya, berikut ini dikemukakan secara singkat karakteristik PTK tersebut.
Kritik Refeksi; salah satu langkah di dalam penelitian kualitatif pada umumnya, dan khususnya PTK ialah adanya upaya refleksi terhadap hasil observasi mengenai latar dan kegiatan suatu aksi. Hanya saja, di dalam PTK yang dimaksud dengan refleksi ialah suatu upaya evaluasi atau penilaian, dan refleksi ini perlu adanya upaya kritik sehingga dimungkinkan pada taraf evaluasi terhadap perubahan-perubahan.
Kritik Dialektis; dengan adanyan kritik dialektif diharapkan penelitian bersedia melakukan kritik terhadap fenomena yang ditelitinya. Selanjutnya peneliti akan bersedia melakukan pemeriksaan terhadap: (a) konteks hubungan secara menyeluruh yang merupakan satu unit walaupun dapat dipisahkan secara jelas, dan, (b) Struktur kontradiksi internal, -maksudnya di balik unit yang jelas, yang memungkinkan adanya kecenderungan mengalami perubahan meskipun sesuatu yang berada di balik unit tersebut bersifat stabil.
Kolaboratif; di dalam PTK diperlukan hadirnya suatu kerja sama dengan pihak-pihak lain seperti atasan, sejawat atau kolega, mahasiswa, dan sebagainya. Kesemuanya itu diharapkan dapat dijadikan sumber data atau data sumber. Mengapa demikian? Oleh karena pada hakikatnya kedudukan peneliti dalam PTK merupakan bagian dari situasi dan kondisi dari suatu latar yang ditelitinya. Peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi dia juga terlibat langsung dalam suatu proses situasi dan kondisi. Bentuk kerja sama atau kolaborasi di antara para anggota situasi dan kondisi itulah yang menyebabkan suatu proses dapat berlangsung.Kolaborasi dalam kesempatan ini ialah berupa sudut pandang yang disampaikan oleh setiap kolaborator. Selanjutnya, sudut pandang ini dianggap sebagai andil yang sangat penting dalam upaya pemahaman terhadap berbagai permasalahan yang muncul. Untuk itu, peneliti akan bersikap bahwa tidak ada sudut pandang dari seseorang yang dapat digunakan untuk memahami sesuatu masalah secara tuntas dan mampu dibandingkan dengan sudut pandang yang berasal; dari berbagai pihak. Namun demikian memperoleh berbagai pandangan dari pada kolaborator, peneliti tetap sebagai figur yang memiliki ,kewenangan dan tanggung jawab untuk menentukan apakah sudut pandang dari kolaborator dipergunakan atau tidak. Oleh karenanya, sdapat dikatakan bahwa fungsi kolaborator hanyalah sebagai pembantu di dalam PTK ini, bukan sebagai yang begitu menentukan terhadap pelaksaanan dan berhasil tidaknya penelitian.
Resiko; dengan adanya ciri resiko diharapkan dan dituntut agar peneliti berani mengambil resiko, terutama pada waktu proses penelitian berlangsung. Resiko yang mungkin ada diantaranya (a) melesetnya hipotesis dan (b) adanya tuntutan untuk melakukan suatu transformasi. Selanjutnya, melalui keterlibatan dalam proses penelitian, aksi peneliti kemungkinan akan mengalami perubahan pandangan karena ia menyaksikan sendiri adanya diskusi atau pertentangan dari para kalaborator dan selanjutnya menyebabkan pandangannya berubah.
Susunan Jamak; pada umumnya penelitian kuantitatif atau tradisional berstruktur tunggal karena ditentukan oleh suara tunggal, penelitinya. Akan tetapi, PTK memiliki struktur jamak karena jelas penelitian ini bersifat dialektis, reflektif, partisipasi atau kolaboratif. Susunan jamak ini berkaitan dengan pandangan bahwa fenomena yang diteliti harus mencakup semua komponen pokok supaya bersifat komprehensif. Suatu contoh, seandainya yang diteliti adalah situasi dan kondisi proses belajar-mengajar, situasinya harus meliputi paling tidak guru, siswa, tujuan pendidikan, tujuan pembelajaran, interaksi belajar-mengajar, lulusan atau hasil yang dicapai, dan sebagainya.
Internalisasi Teori dan Praktik; Menurut pandangan para ahli PTK bahwa antara teori dan praktik bukan merupakan dua dunia yang berlainan. Akan tetapi, keduanya merupakan dua tahap yang berbeda, yang saling bergantung, dan keduanya berfungsi untuk mendukung tranformasi. Pendapat ini berbeda dengan pandangan para ahli penelitian konvesional yang beranggapan bahwa teori dan praktik merupakan dua hal yang terpisah. Keberadaan teori diperuntukkan praktik, begitu pula sebaliknya sehingga keduanya dapat digunakan dan dikembangkan bersama.
Berdasarkan uraian di atas, jelaslah bahwa bentuk PTK benar-benar berbeda dengan bentuk penelitian yang lain, baik itu penelitian yang menggunakan paradigma kualitatif maupun paradigma kualitatif. Oleh karenanya, keberadaan bentuk PTK tidak perlu lagi diragukan, terutama sebagai upaya memperkaya khasanah kegiatan penelitian yang dapat dipertanggungjawabkan taraf keilmiahannya.
Jenis Penelitian Tindakan Kelas
Ada empat jenis PTK, yaitu: (1) PTK diasnogtik, (2) PTK partisipan, (3) PTK empiris, dan (4) PTK eksperimental (Chein, 1990). Untuk lebih jelas, berikut dikemukakan secara singkat mengenai keempat jenis PTK tersebut.
PTK Diagnostik; yang dimaksud dengan PTK diagnostik ialah penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosia dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Sebagai contohnya ialah apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, pertengkaran, konflik yang dilakukan antar siswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas.
PTK Partisipan; suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan ialah apabila orang yang akan melaksanakan penelian harus terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian berupa laporan. Dengan demikian, sejak penencanan panelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencacat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisa data serta berakhir dengan melaporkan hasil panelitiannya. PTK partisipasi dapat juga dilakukan di sekolah seperti halnya contoh pada butir a di atas. Hanya saja, di sini peneliti dituntut keterlibatannya secara langsung dan terus-menerus sejak awal sampai berakhir penelitian.
PTK Empiris; yang dimaksud dengan PTK empiris ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukakan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitinya berkenan dengan penyimpanan catatan dan pengumpulan pengalaman penelti dalam pekerjaan sehari-hari.
PTK Eksperimental; yang dikategorikan sebagai PTK eksperimental ialah apabila PTK diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatam belajar-mengajar. Di dalam kaitanya dengan kegitan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang ditetapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka untuk mencapai tujuan pengajaran.
F. Model-model Penelitian Tindakan Kelas
Ada beberapa model PTK yang sampai saat ini sering digunakan di dalam dunia pendidikan, di antaranya: (1) Model Kurt Lewin, (2) Model Kemmis dan Mc Taggart, (3) Model John Elliot, dan (4) Model Dave Ebbutt.
Model Kurt Lewin; di depan sudah disebutnya bahwa PTK pertama kali diperkenalkan oleh Kurt Lewin pada tahun 1946. konsep inti PTK yang diperkenalkan oleh Kurt Lewin ialah bahwa dalam satu siklus terdiri dari empat langkah, yaitu: (1) Perencanaan ( planning), (2) aksi atau tindakan (acting), (3) Observasi (observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Lewin, 1990). Sementara itu, empat langkah dalam satu siklus yang dikemukakan oleh Kurt Lewin tersebut oleh Ernest T. Stringer dielaborasi lagi menjadi: (1) Perencanaan (planning), (2) Pelaksanaan (implementing), dan (3) Penilaian (evaluating) (Ernest, 1996).
Model John Elliot; apabila dibandingkan dua model yang sudah diutarakan di atas, yaitu Model Kurt Lewin dan Kemmis-McTaggart, PTK Model John Elliot ini tampak lebih detail dan rinci. Dikatakan demikian, oleh karena di dalam setiap siklus dimungkinkan terdiri dari beberapa aksi yaitu antara 3-5 aksi (tindakan). Sementara itu, setiap aksi kemungkinan terdiri dari beberapa langkah, yang terealisasi dalam bentuk kegiatan belajar-mengajar. Maksud disusunnya secara terinci pada PTK Model John Elliot ini, supaya terdapat kelancaran yang lebih tinggi antara taraf-taraf di dalam pelaksanan aksi atau proses belajar-mengajar. Selanjutnya, dijelaskan pula olehnya bahwa terincinya setiap aksi atau tindakan sehingga menjadi beberapa langkah oleh karena suatu pelajaran terdiri dari beberapa subpokok bahasan atau materi pelajaran. Di dalam kenyataan praktik di lapangan setiap pokok bahasan biasanya tidak akan dapat diselesaikan dalam satu langkah, tetapi akan diselesaikan dalam beberapa rupa itulah yang menyebabkan John Elliot menyusun model PTK yang berbeda secara skematis dengan kedua model sebelumnya, yaitu seperti dikemukakan berikut ini.
SIKLUS PELAKSANAAN PTK
Gambar 4: Riset Aksi Model John Elliot
Pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas
Banyak model PTK yang dapat diadopsi dan diimplementasikan di dunia pendidikan. Namun secara singkat, pada dasarnya PTK terdiri dari 4 (empat) tahapan dasar yang saling terkait dan berkesinambungan: (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) pengamatan (observing), dan (4) refleksi (reflecting).
Namun sebelumnya, tahapan ini diawali oleh suatu Tahapan Pra PTK, yang meliputi:
Identifikasi masalah
Analisis masalah
Rumusan masalah
Rumusan hipotesis tindakan
Tahapan Pra PTK ini sangat esensial untuk dilaksanakan sebelum suatu rencana tindakan disusun. Tanpa tahapan ini suatu proses PTK akan kehilangan arah dan arti sebagai suatu penelitian ilmiah. Beberapa pertanyaan yang dapat diajukan guna menuntut pelaksanaan tahapan PTK adalah sebagai berikut ini.
Apa yang memprihatinkan dalam proses pembelajaran?
Mengapa hal itu terjadi dan apa sebabnya?
Apa yang dapat dilakukan dan bagaimana caranya mengatasi keprihatinan tersebut?
Bukti-bukti apa saja yang dapat dikumpulkan untuk membantu mencari fakta apa yang terjadi?
Bagaimana cara mengumpulkan bukti-bukti tersebut?
Jadi, tahapan pra PTK ini sesungguhnya suatu reflektif dari guru terhadap masalah yang ada dikelasnya. Masalah ini tentunya bukan bersifat individual pada salah seorang murid saja, namun lebih merupakan masalah umum yang bersifat klasikal, misalnya kurangnya motivasi belajar di kelas, rendahnya kualitas daya serap klasikal, dan lain-lain.
Berangkat dari hasil pelaksanaan tahapan Pra PTK inilah suatu rencana tindakan dibuat.
Perencanaan Tindakan; berdasarkan pada identifikasi masalah yang dilakukan pada tahap pra PTK, rencana tindakan disusun untuk menguji secara empiris hipotesis tindakan yang ditentukan. Rencana tindakan ini mencakup semua langkah tindakan secara rinci. Segala keperluan pelaksanaan PTK, mulai dari materi/bahan ajar, rencana pengajaran yang mencakup metode/ teknik mengajar, serta teknik atau instrumen observasi/ evaluasi, dipersiapkan dengan matang pada tahap perencanaan ini. Dalam tahap ini perlu juga diperhitungkan segala kendala yang mungkin timbul pada saat tahap implementasi berlangsung. Dengan melakukan antisipasi lebih dari diharapkan pelaksanaan PTK dapat berlangsung dengan baik sesuai dengan hipotesis yang telah ditentukan.
Pelaksanaan Tindakan; tahap ini merupakan implementasi ( pelaksanaan) dari semua rencana yang telah dibuat. Tahap ini, yang berlangsung di dalam kelas, adalah realisasi dari segala teori pendidikan dan teknik mengajar yang telah disiapkan sebelumnya. Langkah-langkah yang dilakukan guru tentu saja mengacu pada kurikulum yang berlaku, dan hasilnya diharapkan berupa peningkatan efektifitas keterlibatan kolaborator sekedar untuk membantu si peneliti untuk dapat lebih mempertajam refleksi dan evaluasi yang dia lakukan terhadap apa yang terjadi dikelasnya sendiri. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori pembelajaran yang dikuasai dan relevan.
Pengamatan Tindakan; kegiatan observasi dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan tindakan. Data yang dikumpulkan pada tahap ini berisi tentang pelaksanaan tindakan dan rencana yang sudah dibuat, serta dampaknya terhadap proses dan hasil intruksional yang dikumpulkan dengan alat bantu instrumen pengamatan yang dikembangkan oleh peneliti. Pada tahap ini perlu mempertimbangkan penggunaan beberapa jenis instrumen ukur penelitian guna kepentingan triangulasi data. Dalam melaksanakan observasi dan evaluasi, guru tidak harus bekerja sendiri. Dalam tahap observasi ini guru bisa dibantu oleh pengamat dari luar (sejawat atau pakar). Dengan kehadiran orang lain dalam penelitian ini, PTK yang dilaksanakan menjadi bersifat kolaboratif. Hanya saja pengamat luar tidak boleh terlibat terlalu dalam dan mengintervensi terhadap pengambilan keputusan tindakan yang dilakukan oleh peneliti. Terdapat empat metode observasi, yaitu : observasi terbuka; observasi terfokus; observasi terstruktur dan dan observasi sistematis. Beberapa prinsip yang harus dipenuhi dalam observasi, diantaranya: (a) ada perencanaan antara dosen/guru dengan pengamat; (b) fokus observasi harus ditetapkan bersama; (c) dosen/guru dan pengamat membangun kriteria bersama; (d) pengamat memiliki keterampilan mengamati; dan (e) balikan hasil pengamatan diberikan dengan segera. Adapun keterampilan yang harus dimiliki pengamat diantaranya: (a) menghindari kecenderungan untuk membuat penafsiran; (b) adanya keterlibatan keterampilan antar pribadi; (c) merencanakan skedul aktifitas kelas; (d) umpan balik tidak lebih dari 24 jam; (d) catatan harus teliti dan sistemaris
Refleksi Terhadap Tindakan; tahapan ini merupakan tahapan untuk memproses data yang didapat saat dilakukan pengamatan. Data yang didapat kemudian ditafsirkan dan dicari eksplanasinya, dianalisis, dan disintesis. Dalam proses pengkajian data ini dimungkinkan untuk melibatkan orang luar sebagai kolaborator, seperti halnya pada saat observasi. Keterlebatan kolaborator sekedar untuk membantu peneliti untuk dapat lebih tajam melakukan refleksi dan evaluasi. Dalam proses refleksi ini segala pengalaman, pengetahuan, dan teori instruksional yang dikuasai dan relevan dengan tindakan kelas yang dilaksanakan sebelumnya, menjadi bahan pertimbangan dan perbandingan sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan yang mantap dan sahih.Proses refleksi ini memegang peran yang sangat penting dalam menentukan suatu keberhasilan PTK. Dengan suatu refleksi yang tajam dan terpecaya akan didapat suatu masukan yang sangat berharga dan akurat bagi penentuan langkah tindakan selanjutnya. Refleksi yang tidak tajam akan memberikan umpan balik yang misleading dan bias, yang pada akhirnya menyebabkan kegagalan suatu PTK. Tentu saja kadar ketajaman proses refleksi ini ditentukan oleh kejataman dan keragaman instrumen observasi yang dipakai sebagai upaya triangulasi data. Observasi yang hanya mengunakan satu instrumen saja. Akan menghasilkan data yang miskin.Adapun untuk memudahkan dalam refleksi bisa juga dimunculkan kelebihan dan kekurangan setiap tindakan dan ini dijadikan dasar perencanaan siiklus selanjutnya. Pelaksanaan refleksi diusahakan tidak boleh lebih dari 24 jam artinya begitu selesai observasi langsung diadakan refleksi bersama kolaborator.
Demikianlah, secara keseluruhan keempat tahapan dalam PTK ini membentuk suatu siklus. Siklus ini kemudian diikuti oleh siklus-siklus lain secara bersinambungan seperti sebuah spiral.
Kapan siklus-siklus tersebut berakhir? Pertanyaan ini hanya dapat dijawab oleh si peneliti sendiri. Kalau dia sudah merasa puas terhadap hasil yang dicapai dalam suatu kegiatan PTK yang dia lakukan, maka dia akan mengakhiri siklus-siklus tersebut. Selanjutnya, dia akan melakukan satu identifikasi masalah lain dan kemudian diikuti oleh tahapan-tahapan PTK baru guna mencari solusi dari masalah tersebut.
Peran Penelitian Tindakan Kelas
Penelitian Tindakan Kelas atau Class Action Research dikenal dan ramai dibicarakan dalam dunia pendidikan. Pertama kali diperkenalkan oleh ahli psikologi sosial Amerika bernama Kurt Lewin pada tahun 1946. Inti gagasan Lewin inilah yang selanjutnya dikembangkan oleh para ahli lain seperti Stephen Kemmis, Robin Mc Tanggart, John Elliot, Dave Ebbutt, dan sebagainya. PTK di Indonesia baru dikenal pada akhir dekade 80-an. Oleh karenanya, sampai dewasa ini keberadaannya sebagai salah satu jenis penelitian masih sering menjadi perdebatan jika dikaitkan dengan bobot keilmiahannya.
Jenis penelitian ini dapat dilakukan di dalam bidang pengembangan organisasi, manajemen, kesehatan, pendidikan dan sebagainya. Di dalam bidang pendidikan penelitian ini dapat dilakukan dalam skala makro ataupun mikro. Dalam skala mikro misalnya dilakukan di dalam kelas pada waktu berlangsungnya suatu kegiatan belajar-mengajar untuk suatu pokok bahasan tertentu pada suatu mata pelajaran.
Menurut Aqib (2007:13), ada beberapa alasan mengapa PTK merupakan suatu kebutuhan bagi guru untuk meningkatkan profesionalisme guru antara lain:
a. PTK sangat kondusif untuk membuat guru menjadi peka dan tanggap terhadap dinamika pembelajaran di kelasnya. Para guru menjadi reflektif dan kritis terhadap apa yang ia dan muridnya lakukan.
b. PTK dapat meningkatkan kinerja guru sehingga menjadi profesional. Guru tidak lagi sebagai seorang praktisi, yang sudah merasa puas terhadap apa yang dikerjakan selama bertahun-tahun tanpa ada upaya perbaikan dan inovasi, namun juga sebagai peneliti di bidangnya.
c. Dengan melaksanakan tahapan dalam PTK, guru mampu memperbaiki proses pembelajaran melalui suatu kajian yang dalam terhadap apa yang terjadi di kelasnya. Tindakan yang dilakukan guru semata-mata didasarkan pada masalah aktual dan faktual yang berkembang di kelasnya.
d. Pelaksanaan PTK tidak mengganggu tugas pokok seorang guru karena dia tidak perlu meninggalkan kelasnya. PTK merupakan suatu kegiatan penelitian yang terintegrasi dengan pelaksanaan proses pembelajaran.
e. Dengan melaksanakan PTK guru menjadi kreatif karena selalu dituntut untuk melakukan upaya inovasi sebagai implementasi dan adaptasi berbagai teori dan teknik pembelajaran serta bahan ajar yang dipakainya. Dalam setiap kegiatan, guru diharapkan dapat mencermati kekurangan dan mencari berbagai upaya sebagai pemecahan. Guru diharapkan dapat menjiwai dan selalu ’’ber PTK’’.
Adapun tujuan PTK antara lain: (1) meningkatkan mutu, isi, masukan, proses dan hasil pendidikan dan pembelajaran di sekolah; (2) membantu guru dan tenaga kependidikan lainnya mengatasi masalah pembelajaran dan pendidikan di dalam dan di luar kelas; (3) meningkatkan sikap profesional pendidik dan tenaga kependidikan; (4) menumbuh-kembangkan budaya akademik di lingkungan sekolah dan LPTK sehingga tercipta sikap proaktif di dalam melakukan perbaikan mutu pendidikan dan pembelajaran secara berkelanjutan (sustainable); (5) meningkatkan keterampilan pendidik dan tenaga kependidikan khususnya di sekolah dalam melakukan PTK dan; (6) meningkatkan kerjasama profesional di antara pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah dan LPTK.
Bidang kajian penelitian PTK antara lain: (a) masalah belajar siswa sekolah, temanya belajar di kelas, kesalahan pembelajaran dan miskonsepsi; (b) desain dan strategi pembelajaran di kelas, temanya masalah pengelolaan dan prosedur pembelajaran, implementasi dan inovasi dalam metode pembelajaran dan interaksi di dalam kelas; (c) alat bantu, media dan sumber belajar, temanya masalah penggunaan media, perpustakaan, dan sumber belajar di dalam/luar kelas; (d) sistem evaluasi, temanya evaluasi awal dan hasil pembelajaran, pengembangan instrumen evaluasi berbasis kompetensi; (e) masalah kurikulum, temanya masalah implementasi KBK, interaksi guru-siswa, siswa-bahan ajar dan lingkungan pembelajaran.
Sedangkan luaran umum yang diharapkan dihasilkan dan PTK adalah sebuah peningkatan dan perbaikan (improvement and therapy), antara lain: (a) peningkatan atau perbaikan terhadap kinerja belajar siswa di sekolah; (b) peningkatan atau perbaikan terhadap mutu proses pembelajaran di kelas; (c) peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas penggunaan media, alat bantu belajar, dan sumber belajar lainnya; (d) peningkatan atau perbaikan terhadap kualitas prosedur dan alat evaluasi yang digunakan untuk mengukur proses dan hasil belajar siswa; (e) peningkatan atau perbaikan terhadap masalah pendidikan anak di sekolah; (f) peningkatan dan perbaikan terhadap kualitas penerapan KBK dan kompetensi siswa di sekolah.
PTK merupakan tugas dan tanggung jawab guru terhadap kelasnya. Meskipun menggunakan kaidah penelitian ilmiah PTK berbeda dengan penelitian formal akademik pada umumnya. Sifat-sifat khusus PTK dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Sifat dan Karakteristik PTK
Masalah Penelitian Dari Guru (aktual) Bukan dari Guru
Peneliti utama Guru Guru hanya sebagai pendamping/pembantu
Desain penelitian Lentur/fleksibel Formal dan kaku
Analisis data Segera/seketika Mungkin/ditunda
Format laporan Sesuai kebutuhan Formal dan kaku
Manfaat penelitian Jelas dan langsung Tidak langsung/tidak jelas
Sumber: Diperbaharui dari Aqib (2007:16)
Berdasarkan tabel di atas, maka karakteristik PTK setidaknya memiliki karakteristik antara lain: (a) didasarkan pada masalah yang dihadapi guru dalam instruksional; (b) adanya kolaborasi dalam pelaksanaan; (c) peneliti sekaligus sebagai praktisi yang melakukan refleksi; (d) bertujuan memperbaiki dan atau meningkatkan kualitas praktik instruksional; (e) dilaksanakan dalam rangkaian langkah dengan beberapa siklus.
Menurut Hopkins (1993:57-61), ada 6 (enam) prinsip dalam PTK sebagai berikut:
(1) Pekerjaan utama guru adalah mengajar, dan apa pun metode PTK yang diterapkannya seyogyanya tidak mengganggu komitmennya sebagai pengajar.
(2) Metode pengumpulan data yang digunakan tidak menuntut waktu yang berlebihan dari guru sehingga berpeluang mengganggu proses pembelajaran.
(3) Metodologi yang digunakan harus reliable, sehingga memungkinkan guru mengidentifikasi serta merumuskan hipotesis secara meyakinkan, mengembangkan strategi yang dapat diterapkan pada situasi kelasnya, serta memperoleh data yang dapat digunakan untuk menjawab hipotesis yang dikemukakannya.
(4) Masalah program yang diusahakan oleh guru seharusnya merupakan masalah yang cukup merisaukan, dan bertolak dari tanggung jawab profesional.
(5) Dalam menyelenggarakan PTK, guru harus selalu bersikap konsisten menaruh kepedulian tinggi terhadap proses dan prosedur yang berkaitan dengan pekerjaannya.
(6) Dalam pelaksanaan PTK sejauh mungkin harus digunakan class room excerding perpsective, dalam arti permasalahan tidak dilihat terbatas dalam konteks kelas dan atau mata pelajaran tertentu, melainkan perspektif misi sekolah secara keseluruhan. Sebagai contoh yang dilakukan oleh Kepala Sekolah. Sekolah memperbaiki sekolah, sedangkan Pengawas Sekolah memperbaiki sistem pendidikan (operasional kepengawasan). PTK hanyalah sebuah modal, yang penting proses memperbaiki.
PTK merupakan salah satu cara yang strategis bagi guru untuk memperbaiki layanan kependidikan yang harus diselenggarakan dalam konteks pembelajaran di kelas dan peningkatan kualitas program sekolah secara keseluruhan. Hal ini dapat dilakukan mengingat tujuan penelitian tindakan kelas adalah untuk memperbaiki dan meningkatkan praktik pembelajaran di kelas secara berkesinambungan. Tujuan ini melekat pada diri guru dalam menunaikan misi profesional kependidikannya.
Manfaat yang dapat dipetik jika guru mau dan mampu melaksanakan penelitian tindakan kelas itu terkait dengan komponen pembelajaran, antara lain: (1) inovasi pembelajaran, (2) pengembangan kurikulum di tingkat sekolah dan di tingkat kelas, dan (3) peningkatan profesionalisme guru.
Adapun ciri-ciri penelitian tindakan dikemukan oleh Zainal Aqib (2007:18-19) sebagai berikut:
(a) Penelitian tindakan partisipatori (participatory action research) yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan menekankan keterlibatan anggota agar merasa ikut serta memiliki program kegiatan tersebut serta berniat ikut aktif memecahkan masalah berbasis umum.
(b) Penelitian tindakan kritis (critical action research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan menekankan adanya niat yang tinggi untuk memecahkan masalah dan menyempurnakan situasi.
(c) Penelitian tindakan kelas (classroom action research), yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di kelas atau di sekolah tempat ia mengajar dengan penekanan pada penyempurnaan atau peningkatan proses dan praktik pembelajaran.
(d) Penelitian tindakan institusi (institutional action research), yaitu dilakukan oleh pihak pengelola sekolah sebagai sebuah organisasi pendidikan untuk meningkatkan kinerja, proses, dan produktivitas lembaga.
Jenis-jenis PTK antara lain: (a) PTK Diagnostik, yaitu penelitian yang dirancang dengan menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini peneliti mendiagnosis dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian. Contohnya apabila peneliti berupaya menangani perselisihan, perkelahian, konflik yang dilakukan antarsiswa yang terdapat di suatu sekolah atau kelas dengan cara mendiagnosis situasi yang melatarbelakangi situasi tersebut; (b) PTK Partisipan, apabila peneliti terlibat langsung di dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan hasil penelitian yang berupa laporan. Dengan demikian, sejak perencanaan penelitian peneliti senantiasa terlibat, selanjutnya peneliti memantau, mencatat, dan mengumpulkan data, lalu menganalisis data serta berakhir dengan melaporkan hasil penelitiannya; (c) PTK Empiris, ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan sesuatu tindakan atau aksi dan membukukan apa yang dilakukan dan apa yang terjadi selama aksi berlangsung. Pada prinsipnya proses penelitiannya berkenaan dengan penyimpangan catatan dan pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaan sehari-hari; (d) PTK Eksperimental, ialah apabila diselenggarakan dengan berupaya menerapkan berbagai teknik atau strategi secara efektif dan efisien di dalam suatu kegiatan belajar-mengajar. Di dalam kaitannya dengan kegiatan belajar-mengajar, dimungkinkan terdapat lebih dari satu strategi atau teknik yang diterapkan untuk mencapai suatu tujuan instruksional. Dengan diterapkannya PTK ini diharapkan peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dan efisien dalam rangka mencapai tujuan pengajaran.
Desain penelitian tindakan kelas menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
(1) Ide Awal
Seseorang yang berkehendak melaksanakan suatu penelitian baik yang berupa penelitian positivisme, naturalistik, analisis isi maupun PTK pasti diawali dengan gagasan atau ide, dan gagasan itu dimungkinkan yang dapat dikerjakan atau dilaksanakannya. Pada umumnya ide awal yang menggayut di PTK ialah terdapatnya suatu permasalahan yang berlangsung di dalam suatu kelas. Ide awal tersebut di antaranya berupa suatu upaya yang dapat ditempuh untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan penerapan PTK itu peneliti mau berbuat apa demi suatu perubahan dan perbaikan.
(2) Prasurvei
Prasurvei dimaksudkan untuk mengetahui secara detail kondisi yang kelas yang akan diteliti. Bagi pengajar yang melakukan penelitian di kelas yang menjadi tanggung jawabnya tidak perlu melakukan prasurvei karena berdasarkan pengalamannya selama ia di depan kelas sudah secara cermat dan pasti mengetahui berbagai permasalahan yang dihadapinya, baik yang berkaitan dengan kemajuan siswa, sarana pengajaran maupun sikap siswanya. Dengan demikian para guru yang sekaligus sebagai peneliti di kelasnya sudah mengetahui kondisi kelas yang sebenarnya.
(3) Diagnosis
Diagnosis dilakukan oleh peneliti yang tidak terbiasa mengajar di suatu kelas yang dijadikan sasaran penelitian. Peneliti dari luar lingkungan kelas/sekolah perlu melakukan diagnosis atau dugaan-dugaan sementara mengenai timbulnya suatu permasalahan yang muncul di dalam kelas. Dengan diperolehnya hasil diagnosis, peneliti PTK akan dapat menentukan berbagai hal, misalnya strategi pengajaran, media pengajaran, dan materi pengajaran yang tepat dalam kaitannya dengan implementasinya PTK.
(4) Perencanaan
Perencanaan umum dimaksudkan untuk menyusun rancangan yang meliputi keseluruhan aspek yang terkait dengan PTK. Sedangkan perencanaan khusus dimaksudkan untuk menyusun rancangan dari siklus persiklus. Oleh karenanya dalam perencanaan khusus ini tiap kali terdapat perencanaan ulang (replanning). Hal-hal yang direncanakan di antaranya terkait dengan pendekatan pembelajaran, metode pembelajaran, teknik atau strategi pembelajaran, media dan materi pembelajaran, dan sebagainya.
(5) Implementasi Tindakan
Implementasi tindakan pada prinsipnya merupakan realisasi dari suatu tindakan yang sudah direncanakan sebelumnya. Strategi apa yang digunakan, materi apa yang diajarkan atau dibahas dan sebagainya.
(6) Pengamatan
Pengamatan, observasi atau monitoring dapat dilakukan sendiri oleh peneliti atau kolaborator yang memang diberi tugas untuk hal itu. Pada saat monitoring pengamat haruslah mencatat semua peristiwa atau hal yang terjadi di kelas penelitian. Misalnya mengenai kinerja guru, situasi kelas, perilaku dan sikap siswa, penyajian atau pembahasan materi, penyerapan siswa terhadap materi yang diajarkan, dan sebagainya.
(7) Refleksi
Refleksi ialah upaya evaluasi yang dilakukan oleh para kolaborator atau partisipan yang terkait dengan suatu PTK yang dilaksanakan. Refleksi ini dilakukan dengan kolaboratif, yaitu adanya diskusi terhadap berbagai masalah yang terjadi di kelas penelitian. Dengan demikian refleksi dapat ditentukan sesudah adanya implementasi tindakan dan hasil observasi. Berdasarkan refleksi ini pula suatu perbaikan tindakan (replanning) selanjutnya ditentukan.
(8) Penyusunan Laporan
Laporan hasil penelitian PTK seperti halnya jenis penelitian yang lain, yaitu sesudah kerja penelitian di lapangan berakhir.
(9) Kepada Siapa Hasil PTK Dilaporkan
Sebenarnya, PTK lebih bersifat individual. Artinya bahwa tujuan utama bagi PTK adalah self-improvement melalui self-evaluation dan self-reflection yang pada akhirnya bermuara pada peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa.
Dengan demikian hasil pelaksanaan PTK yang berupa terjadinya inovasi pembelajaran akan dilaporkan kepada diri si peneliti (guru) sendiri. Guru perlu mengarsipkan langkah-langkah dan teknik pembelajaran yang dikembangkan melalui aktivitas PTK demi perbaikan proses pembelajaran yang dia lakukan di masa yang akan datang. Namun demikian hasil PTK yang dilaksanakan tidak menutup kemungkinan untuk diikuti oleh guru lain atau teman sejawat. Oleh karena itu guna melengkapi predikat guru sebagai ilmuwan sejati, guru perlu juga menuliskan pengalaman melaksanakan PTK tersebut ke dalam suatu karya tulis ilmiah. Karya tulis tersebut yang selama ini belum merupakan kebiasaan bagi para guru, sebenarnya masyarakat pengguna lain. Dengan melaporkan hasil PTK tersebut kepada masyarakat (teman sejawat, pemerhati atau pengamat pendidikan, dan para pakar pendidikan lainnya) guru akan memperoleh nilai tambah yaitu suatu bentuk pertanggungjawaban dan kebanggaan akademis atau ilmiah sebagai seorang ilmuwan hasil kerja guru akan merupakan amal jariah yang sangat membantu teman sejawat dan siswa secara khusus. Melalui laporan kepada masyarakat, PTK pada awalnya dilaksanakan dalam skala kecil yaitu ruang kelas akan memberi sumbangan yang cukup signifikan terhadap peningkatan mutu proses dan hasil belajar siswa.
2. Profesionalisme Guru
Profesionalisme berasal dari kata profesi yang artinya suatu bidang pekerjaan yang ingin atau akan ditekuni oleh seseorang. Profesi juga diartikan sebagai suatu jabatan atau pekerjaan tertentu yang mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif (Webstar, 1989:45). Jadi profesi adalah suatu pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian tertentu. Artinya suatu pekerjaan atau jabatan yang disebut profesi tidak dapat dipegang oleh sembarang orang, tetapi memerlukan persiapan melalui pendidikan dan pelatihan secara khusus. Profesional adalah pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan oleh seseorang dan menjadi sumber penghasilan kehidupan yang memerlukan keahlian, kemahiran, atau kecakapan yang memenuhi standar mutu atau norma tertentu serta memerlukan pendidikan profesi (UU Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen)
Profesi menunjukkan lapangan yang khusus dan mensyaratkan studi dan penguasaan khusus yang mendalam, seperti bidang hukum, militer, keperawatan, kependidikan, dan sebagainya. Pekerjaan yang bersifat profesional adalah pekerjaan yang hanya dapat dilakukan oleh mereka khusus dipersiapkan untuk itu dan bukan pekerjaan yang dilakukan oleh mereka karena tidak dapat memperoleh pekerjaan lain (Nana Sudjana dalam Usman, 2005:46). Profesi seseorang yang mendalami hukum adalah ahli hukum, seperti jaksa, hakim dan pengacara. Profesi seseorang yang mendalami keperawatan adalah perawat. Sementara itu, seseorang yang menggeluti dunia pendidikan (mendidik dan mengajar) adalah guru, dan berbagai profesi lainnya.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa profesi adalah suatu keahlian (skill) dan kewenangan dalam suatu jabatan tertentu yang mensyaratkan kompetensi (pengetahuan, sikap dan keterampilan) tertentu secara khusus yang diperoleh dari pendidikan akademis yang intensif. Profesi biasanya berkaitan dengan mata pencaharian seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup. Dengan demikian profesi guru adalah keahlian dan kewenangan khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan. Guru sebagai profesi berarti guru sebagai pekerjaan yang mensyaratkan kompetensi (keahlian dan kewenangan) dalam pendidikan dan pembelajaran agar dapat melaksanakan pekerjaan tersebut secara efektif dan efisien serta berhasil guna.
Menurut Surya (2005:48) bahwa profesionalisme guru mempunyai makna penting, yaitu: (1) profesionalisme memberikan jaminan perlindungan kepada kesejahteraan masyarakat umum; (2) profesionalisme guru merupakan suatu cara untuk memperbaiki profesi pendidikan yang selama ini dianggap oleh sebagian masyarakat rendah; (3) profesionalisme memberikan kemungkinan perbaikan dan pengembangan diri yang memungkinkan guru dapat memberikan pelayanan sebaik mungkin dan memaksimalkan kompetensinya. Kualitas profesionalisme ditunjukkan oleh lima sikap, yaitu: (1) keinginan untuk selalu menampilkan perilaku yang mendekati standar ideal; (2) meningkatkan dan memelihara citra profesi;(3) keinginan untuk senantiasa mengejar kesempatan pengembangan profesional yang dapat meningkatkan dan memperbaiki kualitas pengetahuan dan keterampilannya; (4) mengejar kualitas dan cita-cita dalam profesi; dan (5) memiliki kebanggaan terhadap profesinya.
Pemerintah melalui Presiden sudah mencanangkan guru sebagai profesi pada tanggal 2 Desember 2004. Guru sebagai profesi dikembangkan melalui: (1) sistem pendidikan; (2) sistem penjaminan mutu; (3) sistem manajemen; (4) sistem remunerasi; dan (5) sistem pendukung profesi guru. Dengan pengembangan guru sebagai profesi diharapkan mampu: (1) membentuk, membangun, dan mengelola guru yang memiliki harkat dan martabat yang tinggi di tengah masyarakat; (2) meningkatkan kehidupan guru yang sejahtera; dan (3) meningkatkan mutu pembelajaran yang mampu mendukung terwujudnya lulusan yang kompeten dan terstandar dalam rangka pencapaian visi, misi dan tujuan pendidikan nasional pada masa mendatang. Selain itu juga diharapkan akan mendorong terwujudnya guru yang cerdas, berbudaya, bermartabat, sejahtera, canggih, elok, unggul, dan profesional. Guru masa depan diharapkan semakin konsisten dalam mengedepankan nilai-nilai budaya mutu, keterbukaan, demokratis dan menjunjung akuntabilitas dalam melaksanakan tugas dan fungsi sehari-hari.
sumber:
https://khoirulanwari.wordpress.com/about/peran-penelitian-tindakan-kelas-ptk-dalam-meningkatkan-profesionalisme-guru/comment-page-1/
https://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/03/21/penelitian-tindakan-kelas-part-ii/