Arti Sanad dan Matan Hadits Terlengkap
Sanad Hadits
Sanad atau thariq ialah jalan yang dapat menghubungkan matnul hadits kepada junjungan kita, Nabi Muhammad saw. Misalnya, seperti kata Al-Bukhari: “Telah memberitakan kepadaku Muhammad bin Al-Mutsanna, ujarnya: ‘Abdul Wahhab ats-Tsaqafi telah mengkhabarkan kepadaku, ujarnya: ‘Telah bercerita kepadaku Ayyub atas pemberitaan Abi Qilabah dari Anas dari Nabi Muhammad saw., sabdanya, ‘Tiga perkara, yang barang siapa mengamalkannya, nescaya memperolehi kelazatan iman. Yakni, (1) Allah dan rasul-Nya hendaklah lebih dicintai daripada selainnya. (2) Kecintaannya kepada seseorang tidak lain kerana Allah semata-mata, dan (3) keengganannya kembali kepada kekufuran, seperti keengganannya dicampakkan ke neraka’.”
Maka, matnul hadits “thalasun” sampai dengan “an yuqdzafa finnar” diterima oleh Al-Bukhari melalui sanad pertama (Muhammad ibnul Mutsanna), sanad kedua (Abdul Wahhab ats-Tsaqafi), sanad ketiga (Ayyub), sanad keempat (Abi Qilabah) , dan seterusnya sampai sanad yang terakhir: Anas r.a., seorang sahabat yang langsung menerima sendiri dari Nabi Muhammad saw.
Dalam hal ini juga dapat dikatakan bahawa sabda Nabi tersebut disampaikan oleh sahabat Anas r.a. sebagai rawi pertama, kepada Abu Qilabah. Kemudian, Abu Qilabah sebagai rawi kedua menyampaikan kepada Ats-Tsaqafi, dan Ats-Tsaqafi sebagai rawi ketiga menyampaikan kepada Muhammad Ibnul Mutsanna, hingga sampai kepada Al-Bukhari sebagai rawi terakhir. Dengan demikian, Al-Bukhari itu menjadi sanad pertama dan rawi terakhir bagi kita.
Dalam bidang ilmu hadits, sanad itu merupakan neraca untuk menimbang sahih atau tidaknya suatu hadis. Andaikata salah seorang dalam sanad-sanad itu ada yang fasik atau yang tertuduh dusta, maka daiflah hadis itu, hingga tidak dapat dijadikan hujah untuk menetapkan suatu hukum.
Matan (Matnul) Hadis
Yang disebut dengan matnul hadits ialah pembicaraan (kalam) atau materi berita yang diover oleh sanad yang terakhir, baik pembicaraan itu sabda Rasulullah saw., sahabat, ataupun tabi’in; baik isi pembicaraan itu tentang perbuatan Nabi mahupun perbuatan sahabat yang tidak disanggah oleh Nabi. Misalnya, perkataan sahabat Anas bin Malik r.a., “Kami bersalat bersama-sama Rasulullah saw. pada waktu udara sangat panas. Apabila salah seorang dari kami tidak sanggup menekankan dahinya di atas tanah, maka ia bentangkan pakaiannya, lantas sujud di atasnya.”
Perkataan sahabat yang menjelaskan perbuatan salah seorang sahabat yang tidak disanggah oleh Rasulullah saw. (Kunna sampai dengan fasajada ‘alaihi) disebut matnul hadits.
Sumber: Diadaptasi dari Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Drs. Fatchur Rahman