Prinsip Dasar Kewarganegaraan Lengkap 99%
a. Asas Ius Soli dan Ius Sanguinis
Dalam berbagai literatur hukum dan dalam praktik,dikenal adanya tiga asas kewarganegaraan, yaitu asas ius soli, asas ius sanguinis, dan asas campuran. Dari ketiga asas itu, yang dianggap sebagai asas yang utama ialah asas ius soli dan ius sanguinis.Asas ius soli ialah bahwa kewarganegaraan seseorang ditentukan menurut tempat kelahirannya. Untuk mudahnya asas ius soli dapat juga disebut asas daerah kelahiran. Seseorang dianggap berstatus sebagai warga negara dari Negara A,karena ia dilahirkan di Negara A tersebut. Sedangkan
asas ius sanguinis dapat disebut sebagai asas keturunan atau asas darah. Menurut prinsip yang terkandung dalam asas kedua ini, kewarganegaraan seseorang ditentukan oleh garis keturunan orang yang bersangkutan.
28J ayat (2) UUD 1945 menentukan,
“Dalam menjalankan hak dan kewajibannya, setiap orang tunduk kepada pembatasan yang ditetapkan dengan undang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin
pengakuan serta penghormatan atas hak dan kebebasan orang lain dan untuk memenuhi tuntutan yang adil sesuai dengan pertimbangan moral,nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat demokratis”.
Seorang adalah warga negara A, karena orang tuanya adalah warga negara A. Pada saat sekarang, di mana hubungan antarnegara berkembang semakin mudah dan terbuka, dengan sarana transportasi, perhubungan, dan komunikasi yang sudah sedemikian majunya, tidak sulit bagi setiap orang untuk bepergian kemana saja.Oleh karena itu, banyak terjadi bahwa seorang warga negara dari Negara A berdomisili di negara B.Kadang-kadang orang tersebut melahirkan anak dinegara tempat dia berdomisili. Dalam kasus demikian,jika yang diterapkan adalah asas ius soli, maka akibatnya anak tersebut menjadi warga negara dari negara tempat domisilinya itu, dan dengan demikian putuslah hubungannya dengan negara asal orang tuanya. Karena alasan-alasan itulah maka dewasa ini banyak negara yang telah meninggalkan penerapan asas ius soli, dan berubah menganut asas ius sanguinis.Dianutnya asas ius sanguinis ini terasa sekali manfaatnya bagi negara-negara yang berdampingan dengan negara lain (neighboring countries) yang tidak dibatasi oleh laut seperti negara-negara Eropa Kontinental. Di negara-negara demikian ini, setiap orang dapat dengan mudah berpindah-pindah tempat tinggal kapan saja menurut kebutuhan. Dengan asas ius sanguinis,anak-anak yang dilahirkan di negara lain akan tetap menjadi warga negara dari negara asal orang tuanya.Hubungan antara negara dan warga negaranya yang baru lahir tidak terputus selama orang tuanya masih tetapmenganut kewarganegaraan dari negara asalnya. Sebaliknya,bagi negara-negara yang sebagian terbesar penduduknya berasal dari kaum imigran, seperti Amerika Serikat, Australia, dan Kanada, untuk tahap pertama tentu akan terasa lebih menguntungkan apabila menganut asas ius soli, bukan asas ius sanguinis.
b.Bipatride dan Apatride
Bipatride (dwi-kewarganegaraan) timbul manakala menurut peraturan-peraturan tentang kewarganegaraan dari berbagai negara, seseorang sama-sama dianggap sebagai warga negara oleh negara-negara yang bersangkutan.
baik bipatride maupun apatride
adalah keadaan yang tidak disukai baik oleh negara dimana orang tersebut berdomisili ataupun bahkan oleh yang bersangkutan sendiri. Keadaan bipatride membawa ketidakpastian dalam status seseorang, sehingga dapat saja merugikan negara tertentu atau pun bagi yang bersangkutan itu sendiri. Misalnya, yang bersangkutan sama-sama dibebani kewajiban untuk membayar pajak kepada kedua-dua negara yang menganggapnya sebagai warga negara itu. Ada juga negara yang tidak menganggap hal ini sebagai persoalan, sehingga menyerahkan
saja kebutuhan untuk memilih kewarganegaraan itu kepada orang yang bersangkutan. Di kalangan negaranegara yang sudah makmur, dan rakyatnya sudah ratarata berpenghasilan tinggi, maka tidak dirasakan adanya kerugian apapun bagi negara untuk mengakui status dwikewarganegaraan itu. Akan tetapi, di negara-negara yang sedang berkembang, yang penduduknya masihterbelakang, keadaan bipatride itu sering dianggap lebih banyak merugikan.Sebaliknya, keadaan apatride juga membawa akibat bahwa orang tersebut tidak akan mendapat
perlindungan dari negara mana pun juga.
Sistim Campuran dan Masalah Dwi-Kewarganegaraan
Seperti sudah diuraikan di atas, asas yang dikenal dalam kewarganegaraan adalah ius soli dan ius sanguinis. Pada umumnya, satu negara hanya menganut salah satu dari kedua asas ini. Akan tetapi, karena tidak semua negara menganut asas yang sama, maka dapat timbul perbedaan yang mengakibatkan terjadinya keadaan apatride atau bipatride. Keadaan tanpa kewarganegaraan atau apatride jelas harus dihindari dan diatasi. Namun, kadang-kadang ada negara yang justru membiarkan atau bahkan memberi kesempatan kepada warganya untuk berstatus dwi-kewarganegaraan. Hal ini terjadi, antara lain, karena asas kewarganegaraan yang dianut bersifat campuran.
Pasal 28D ayat (4) UUD
1945 hanya menyatakan, “Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan”. Di situ tidak dinyatakan bahwa setiap orang juga berhak atas satu atau dua status kewarganegaraan. Namun yang penting bagi UUD 1945 adalah tidak boleh terjadi keadaan apatride, sedangkan kemungkinan terjadinya bipatride, tidak diharuskan dan tidak juga dilarang. Oleh karena itu, kebijakan mengenai hal ini diserahkan kepada pembentuk undang-undang untuk mengaturnya lebih lanjut dengan undang-undang
sesuai dengan ketentuan
Pasal 26 ayat (3) UUD 1945
yang menyatakan, “Hal-hal mengenai warga negara dan penduduk diatur dengan undang-undang”.