BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Motivasi adalah proses yang menjelaskan intensitas, arah, dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Tiga elemen utama dalam definisi ini adalah intensitas, arah, dan ketekunan. Dalam hubungan antara motivasi dan intensitas, intensitas terkait dengan dengan seberapa giat seseorang berusaha, tetapi intensitas tinggi tidak menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan kecuali upaya tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Sebaliknya elemen yang terakhir, ketekunan, merupakan ukuran mengenai berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya.
Manusia dalam suatu organisasi mempunyai kedudukan yang sangat strategis karena manusia bisa mengetahui masukan yang perlu diambil dari lingkungan, cara mendapatkan dan menangkap masukkan tersebut menggunakan teknologi, mampu mengolah atau mentransformasikan masukan-masukan tersebut menjadi suatu keluaran atau hasil yang berarti. Manusia menjadi penggerak dan penentu jalannya organisasi, maka perhatian dari pimpinan sangat diperlukan. Perencanaan dan pengawasan dari pimpinan sangat diperlukan dengan didukung oleh semangat kerja dari karyawan sehingga tujuan dari organisasi dapat tercapai pada tingkat yang optimal.
B. Rumusan Masalah
Adapun masalah-masalah yang akan dibahas dalam makalah ini antara lain :
Ø Pengertian Motivasi
Ø Faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Kerja
Ø Motivasi dalam Organisasi
Ø Jenis-jenis Motivasi
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Motivasi
Istilah motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin yakni movere, yang berarti “menggerakkan” (to move). Ada banyak perumusan mengenai motivasi, menurut Mitchell dalam winardi, motivasi mewakili proses-proses psikologika, yang menyebabkan timbulnya, diarahkanya dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan suka rela (volunter) yang diarahkan ketujuan tertentu. Setiap pimpinan perlu memahami proses-proses psikologikal apabila berkeinginan untuk membina karyawan secara berhasil dalam upaya pencapaian sasaran-sasaran keorganisasian. Motivasi juga didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan mana dari berperilaku dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhanya. Adapun pemotivasian dapat diartikan sebagai pemberian motif-motif sebagai pendorong agar orang bertindak, berusaha untuk mencapai tujuan organisasional.
Perilaku manusia itu pada hakikatnya adalah berorientasi pada tujuan dengan kata lain bahwa perilaku seseorang itu pada umumnya dirangsang oleh keinginan untuk mencapai beberapa tujuan.[1]Yaitu dengan bentuk motivasi. Motivasi kadang-kadang dipakaikan kepada istilah-istilah yang berganti-ganti, antara lain kebutuhan (need), keinginan (want), dorongan (drive), atau impuls. Orang yang satu berbeda dengan yang lainnya selain terletak pada kemampuannya untuk bekerja juag tergantung pada keinginan mereka untuk bekerja atau tergantung pada motivasinya. Adapun motivasi seseorang ini tergantung pada kekuatan dari motivasi itu sendiri. Dorongan yang menyebabkan mengapa seseorang itu berusaha mencapai tujuan-tujuan, baik sadar atau tidak.[2]
Eksistensi manusia akan kebutuhan inmaterial seringkali terlupakan. Bukan material (uang) saja yang membuat manusia termotivasi untuk melakukan tindakan. Akan tetapi inmaterial juga memegang peranan yang sangat penting untuk diperhitungkan dalm memotivasi orang lain. Manusia memiliki keinginan yang sama yaitu ingin dipuji, diakui, didengarkan, dihormati, dan dihargai. Itulah bagian yang dapat memotivasi seseorang. Keberhasilan yang bermutu tinggi hampir dikarnakan orang tersebur memiliki motivasi yang tinggi untuk melakukan aktifitas.[3]
Motivasi jua dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Untuk memahami tentang motivasi, kita akan bertemu dengan beberapa teori tentang motivasi, antara lain :
· Teori Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan);
· Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi);
· Teori Clyton Alderfer (Teori ERG);
· Teori Herzberg (Teori Dua Faktor);
· Teori Keadilan;
· Teori penetapan tujuan;
· Teori Victor H. Vroom (teori Harapan);
· Teori Penguatan dan Modifikasi Perilaku;
· Teori Kaitan Imbalan dengan Prestasi.
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau hierarki kebutuhan, yaitu :
· kebutuhan fisiologikal (physiological needs), seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex;
· kebutuhan rasa aman (safety needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal dan intelektual;
· kebutuhan akan kasih sayang (love needs);
· kebutuhan akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai simbol-simbol status;
· aktualisasi diri (self actualization), dalam arti tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental, intelektual dan bahkan juga spiritual.
Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional, teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami “koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep “hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow. Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan. Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin berkembang.
Teori McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi) dikenal tentang teori kebutuhan untuk mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala, mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu :
· sebuah preferensi untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat;
· menyukai situasi-situasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri, dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya;
· menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka, dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
B. Factor-faktor yang mempengaruhi Motivasi kerja
Motivasi juga didefinisikan sebagai dorongan dari dalam diri individu berdasarkan mana dari berperilaku dengan cara tertentu untuk memenuhi keinginan dan kebutuhanya. Adapun pemotivasian dapat diartikan sebagai pemberian motif-motif sebagai pendorong agar orang bertindak, berusaha untuk mencapai tujuan organisasional.
Motivasi dalam organisasi bertujuan untuk mendorong semangat para anggota organisasi, meningkatkan produktivitas, kedisiplinan, dan menciptakan kesejahteraan organisasi agar tercapai tujuan organisasi dengan baik. Motivasi sangatlah berpengaruh terhadap keberlangsungan akan kehidupan, baik dalam lehidupan sehari-hari maupun dalam iklim organisasi. Faktor yang mempengaruhi motivasi dalam organisasi antara lain adalah :
1. Budaya
Budaya organisasi pada dasarnya mewakili norma-norma perilaku yang diikuti oleh para anggota organisasi, termasuk anggota organisasi yang berada dalam hirarki organisasi. Norma tersebut dapat terlihat dari kebiasaan kebiasaan rutinitas yang diterapkan dari organisasi.
Budaya organisasi mampu menjadi faktor kunci keberhasilan organisasi tetapi dapat pula menjadi faktor utama kegagalan organisasi. Budaya ini berbeda-beda tiap organisasi, ada organisasi yang memiliki budaya yang kuat dan ada pula yang memiliki budaya organisasi yang lemah. Budaya organisasi banyak berpengaruh pada pola perilaku dalam bidang :
· Nilai-nilai perusahaan (masalah baik-buruk, masalah etika)
· Suasana organisasi (bagaimana orang merasa dan beraksi)
· Gaya kepemimpinan dalam melakukan wewenang.
2. Pemberian Upah
Menurut Schermerhorn salah satu kunci yang mempengaruhi keberhasilan pengembangan motivasi adalah melalui imbalan yang bernilai dan berkaitan dengan kemajuan kinerja yang harus didistribusikan secara adil.[4]
3. Kepemimpinan
Jika dilihat pada konteks kepemimpinan hal yang saling terkait adalah adanya unsur kader penggerak, adanya peserta yang digerakkan, adanya komunikasi, adanya tujuan organisasi dan adanya manfaat yang tidak hanya dinikmati oleh sebagian anggota. Pada dasarnya setiap tindakan yang diambil oleh pimpinan atau manajer mempengaruhi iklim dalam beberapa hal, seperti aturan-aturan, kebijakan-kebijakan, dan prosedur-prosedur organisasi terutama masalah-masalah yang berhubungan dengan masalah personalia, distribusi imbalan, gaya komunikasi, cara-cara yang digunakan untuk memotivasi, teknik-teknik dan tindakan pendisiplinan, interaksi antara manajemen dan kelompok, dan interaksi antar kelompok.
4. Iklim Organisasi
Iklim organisasi adalah serangkaian deskripsi dari karakteristik organisasi yang membedakan sebuah organisasi dengan organisasi lainnya yang mengarah pada persepsi masing-masing anggota dalam memandang organisasi yang berpengaruh terhadap motivasi pada pelaku organisasi.[5]
C. Motivasi dalam Organisasi
Dari beberapa pengertian motivasi diatas, maka pemakalah dapat menyimpulkan bahwa pengertian motivasi adalah pemberian daya pendorong atau penggerak yang diberikan pimpinan kepada seseorang dengan maksud agar seseorang itu mau bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi. Sedangkan organisasi adalah system kerjasama yang dilakukan dalam sebuah perkumpulan baik formal dan informal, sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa motivasi dalam organisasi adalah pemberian daya penggerak dari seluruh system yang ada dalam sebuah organisasi sehingga tujuan organisasi tersebut dapat tercapai.
Motivasi merupakan hal yang sangat diperlukan dalam sebuah organisasi karena tanpa adanyamotivasi dalam organisasi akan sulit organisasi tersebut dalam mencapai tujuannya, dengan menerapkan motivasi dalam organisasi maka disuatu organisasi tersebut akan terciptanya komunikasiyang baik dan kerjasama yang baik antara anggota dan pemimpinnya, terbuka dan transparan.Secara individual, upaya motivasi bisa dilakukan melalui upaya-upaya mengontrol, menilai lalumemotivasi diri sendiri. Namun, ada kalanya kesadaran untuk memotivasi diri tidak muncul dalamdiri seseorang, karena itu diperlukan motivasi eksternal yang bisa berasal dari atas, keluarga, rekan sejawat, guru dan lainnya.
Suatu organisme (manusia/hewan) yang dimotivasi akan terjun ke dalam suatu aktivitas secara lebih giat dan lebih efisien daripada yang tanpa dimotivasi. Selain menguatkan organisme itu, motivasi cenderung mengarahkan perilaku (orang yang lapar dimotivasi untuk mencari makanan untuk dimakan; orang yang haus, untuk minum; orang yang kesakitan, untuk melepaskan diri dari stimulus/rangsangan yang menyakitkan.
Sampai pada abad 17 dan 18, para pakar filsafat masih berkeyakinan bahwa konsepsi rasionalisme merupakan konsep satu-satunya yang dapat menerangkan tindakan-tindakan yang dilakukan manusia. Konsep ini menerangkan bahwa manusia adalah makhluk rasional dan intelek yang menentukan tujuan dan melakukan tindakannya sendiri secara bebas berdasarkan nalar atau akalnya. Baik-buruknya tindakan yang dilakukan oleh seseorang sangat tergantung dari tingkat intelektual orang tersebut. Pada masa-masa berikutnya, muncul pandangan mekanistik yang beranggapan bahwa tindakan yang dilakukan oleh manusia timbul dari adanya kekuatan internal dan eksternal, diluar kontrol manusia itu sendiri. Hobbes (abad ke-17) mengemukakan doktrin hedonisme-nya yang menyatakan bahwa apapun alasan yang diberikan oleh seseorang atas perilakunya, sebab-sebab terpendam dari semua perilakunya itu adalah adanya kecenderungan untuk mencari kesenangan dan menghindari kesusahan.
Teori Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik). Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam kehidupan lainnya.. Kajian tentang motivasi telah sejak lama memiliki daya tarik tersendiri bagi kalangan pendidik, manajer, dan peneliti, terutama dikaitkan dengan kepentingan upaya pencapaian kinerja (prestasi) seseorang.
Dalam konteks studi psikologi, Abin Syamsuddin Makmun (2003) mengemukakan bahwa untuk memahami motivasi individu dapat dilihat dari beberapa indikator, diantaranya :
· durasi kegiatan;
· frekuensi kegiatan;
· persistensi pada kegiatan;
· ketabahan, keuletan dan kemampuan dalam mengahadapi rintangan dan kesulitan;
· devosi dan pengorbanan untuk mencapai tujuan;
· tingkat aspirasi yang hendak dicapai dengan kegiatan yang dilakukan;
· tingkat kualifikasi prestasi atau produk (out put) yang dicapai dari kegiatan yang dilakukan;
· arah sikap terhadap sasaran kegiatan.
D. Jenis-jenis Motivasi
Ada beberapa jenis-jenis Motivasi, diantaranya :
1. Motivasi Intrinsik atau Motivasi Internal
Motivasi intrinsic/Internal merupakan bentuk perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang dipicu karena adanya proses berpikir logis dengan memperhatikan hal-hal yang terjadi dalam dirinya. Salah satu di antaranya kebiasaan yang tidak wajar, keinginan yang tertunda, perasaan bersalah, kebiasaan buruk dan lain-lain.
Menurut Winardi motivasi intrinsic/internal dipengaruhi oleh tiga hal dasar yaitu : kebutuhan, aspirasi dan keinginan. Motivasi terjadi dengan tidak sendirinya, perlu adanya kesadaran penuh untuk hal itu. Untuk terjadinya perubahan butuh waktu yang belum tentu relative cepat. Adanya motivasi berkelanjutan, memerlukan jangka waktu yang relative lama.
2. Motivasi Ekstrinsik/Eksternal
Untuk motivasi ekstrinsik terjadi akibat dipicu oleh lingkungan, orang atau materi. Situasi melahirkan perubahan yang mendasar melalui proses perenungan atau melihat kenyataan di sekeliling kita. Motivasi ini bisa terjadi secara cepat bisa juga berlahan-lahan. Jika diamati, motivasi ini sebenarnya juga dipengaruhi oleh proses berpikir. Lingkungan, materi dan seseorang tidak akan bermakna apa-apa jika tidak dibantu oleh kerja otak atau intuitif. Perubahan yang diharapkan terjadi cukup besar pada diri seseorang, sehingga membuat satu hal yang dianggap luar biasa sebagai hasil kerja motivasi diri untuk berprestasi atau berkarya lebih baik dari biasanya.[6]
E. Motivasi dari berbagai Perspektif
1. Perspektif Behavioral
Menekankan imbalan dan hukuman eksternal sebagai kunci dalam menentukan motivasi murid. Insentif adalah peristiwa atau stimuli positif atau negatif yang dapat memotivasi perilaku murid. Pendukung penggunaan insentif menekankan bahwa insentif dapat menambah minat atau kesenangan pada pelajaran, dan mengarahkan perhatian pada perilaku yang tepat dan menjauhkan mereka dari perilaku yang tidak tepat.
2. Perspektif Humanistis
Menekankan pada kapasitas murid untuk mengembangkan kepribadian, kebebasan untuk memilih nasib mereka dan peka terhadap orang lain. Berkaitan erat dengan pandangan Abraham Maslow bahwa kebutuhan dasar tertentu harus dipuaskan dahulu sebelum memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi. Kebutuhan tertinggi dan sulit dalam hierarki Maslow diberi perhatian khusus yaitu aktualisasi diri.
3. Perspektif Kognitif
Pemikiran murid akan memandu motivasi mereka, juga menekankan arti penting dari penentuan tujuan, perencanaan dan monitoring kemajuan menuju suatu tujuan. Jadi perspektif behavioris memandang motivasi murid sebagai konsekuensi dari insentif eksternal, sedangkan perspektif kognitif berpendapat bahwa tekanan eksternal seharusnya tidak dilebih-lebihkan. Perspektif kognitif mengusulkan konsep menurut White (1959) tentang motivasi kompetensi, yakni ide bahwa orang termotivasi untuk menghadapi lingkungan mereka secara efektif, menguasai dunia mereka, dan memproses informasi secara efisien.
4. Perspektif Sosial
Kebutuhan afiliasi adalah motif untuk berhubungan dengan orang lain secara aman. Membutuhkan pembentukan, pemeliharaan, dan pemulihan hubungan personal yang hangat dan akrab. Kebutuhan afiliasi murid tercermin dalam motivasi mereka untuk menghabiskan waktu bersama teman, kawan dekat, keterikatan mereka dengan orang tua, dan keinginan untuk menjalin hubungan positif dengan guru. Murid sekolah yang punya hubungan penuh perhatian dan suportif biasanya memiliki sifat akademik yang positif dan lebih senang bersekolah.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Motivasi merupakan keinginan, hasrat motor penggerak dalam diri manusia, motivasi berhubungan dengan faktor psikologi manusia yang mencerminkan antara sikap, kebutuhan, dan kepuasan yang terjadi pada diri manusia sedangkan daya dorong yang diluar diri seseorang ditimbulkan oleh pimpinan. Motivasi mempersoalkan bagaimana cara mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerjasama secara produktif sehingga dapat mencapai dan mewujudkan tujuan perusahaan yang telah ditentukan. Pentingnya motivasi karena motivasi adalah hal yang menyebabkan, menyalurkan, dan mendukung prilaku manusia supaya mau bekerja sama secara giat sehingga mencapai hasil yang optimal. Suatu Organisasi dapat berkembang dengan baik dan mampu mencapai tujuannya, karena didasari oleh motivasi.
B. Kritik/Saran
Dari pembahasan yang penulis susun, mungkin di dalam makalah ini ada terdapat kesalahan, karena tidak ada suatu hal pun yang sempurna, selain Allah. Maka oleh sebab itu penyusun meminta maaf dan memohon kririk dan sarannya yang bersifat membangun, karena sanagt berguna bagi penyusun untuk perbaikan makalah-makalah selanjutnya. Terimakasih.
sumber;rudi