Arsitektur Tradisional
Dalam kesempatan ini uraian yang di pusatkan pada system teknologi khususnya arsitektur di nusantara sebagai salah satu manifestasi dan ekspresi kebudayaan. Sesungguhnya perumahan (shelter) merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang tidak mengenal waktu, tempat, dan tingkat teknologi. Sebagai salah satu manifestasi dan ekspresi kebudayaan. Sesungguhnya perumahan merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia yang tidak mengenal waktu ,tempat, dan tingkat teknologi. Kita masih ingat betapa nenek moyang kita yang hidup pada jaman batu telah mengembangkan system perlindungan fisik, yaitu perumahan di goa-goa, kemudian disusul dengan penggunaan tenda-tenda tadah angin ataupun tenda yang sifatnya sementara karena seringnya nenek moyang kita berpindah mengikuti binatang perburuan ataupun musim panen tanaman liar. Apabila mereka sudah mulai bercocok tanam dan menetap di perkampungan, maka perkampungan semi permanen pun di bangun.
Apabila diperhatikan dengan seksama, uraian tersebut menunjukkan cara berfikir yang evolusionis. Sementara itu kita dapat pula melihatnya dari sudut pandangan fungsionis ataupun struktualis. Akan tetapi sebaiknya kita telaah arsitektur tradisional secara menyeluruh sehingga dapat dipahami kaitannya dengan nilai-nilai budaya masyarakat yang bersangkutan. Untuk keperluan tersebut, kita telaah arsitektur-arsitektur tradisional dengan memperhatikan kegunaan (use), fungsi (function) , dan arti social (meaning) disamping wujud dan gayanya.
Kegunaan rumah khususnya bangunan tradisional itu bereneka ragam, sesuai dengan struktur masyarakat dan kebudayaan penduduk yang bersangkutan. Akan tetapi pada umumnya sebagai bangunan tradisional mempunyai kegunaan sebagua pelindungan fisik terhadap dinginnya udara, panasnya matahari atau derasnya angin serta air hujan. Kalu kita perhatikan dengan sungguh-sungguh ada rumah-rumah yang sekedar menjadi tempat-tempat perlindungan sementara orang perlu istirahat (windscreen) pada penduduk asli Australia, misalnya : masyarakat Arunta sebagian besar waktunya dihabiskan di alam terbuka untuk berburu binatang reptile yang langka, meramu ataupun bercengkrama dengan sesamanya. Sebaliknya ada pula penduduk yang memanfaatkan tempat berlindung semaksimal mungkin untuk bekerj, beristirahat maupun menyelenggarakan pertemuan social seperti pada kebanyakan masyarakat petani yang sudah menetap.
Setelah kemerdekaan, bangsa kita telah memilih bentuk republic bersifat demokratis. Ditilik secara historis maka bentuk tatanan republic yang demokratis, adalah salah satu hal yang sama sekali baru bagi bangsa Indonesi. Sejarah Indonesia sebelumnya hanya mengenal bentuk tatanan kerajaan yang otokratis, lengkap dengan perangkat feodalnya. Oleh karena itu, mudah dimengerti bahwa banyak terjadi kekikunan dan kesalahpahaman mengenai arti kaidah-kaidah kehidupan yang baru ini. Banyak norma kehidupan sehari-hari harus ditukar dengan yang baru. Terjadi kekacauan norma selama norma baru yang di terima semua pihak belum tercipta. Timbul kerancuan budaya.
Ciri Budaya dan Arsitektur Tradisional
Suatu karya arsitektur hamper selalu, secara disadari atau tidak, mencerminkan ciri budaya dari kelompok manusia yang terlibat di dalam proses penciptaanya. Sekurang-kurangnya akan tercermin di situ tata nilai yang mereka anut. Dengan demikian apabila kita secara cermat mengamati sejumlah karya arsitektur suatu masyarakat maka lambat laun kita pasti dapat mengenali cirri budaya masyarakat tersebut. Namun untuk dapat mengenalinya dengan benar-benar baik kita akan perlu mengenali kondisi lain dari masyarakat tersebut.
Sebagai contoh kita dapat mencoba menganal gejala budaya masyarakat kita sendiri dengan mengamati karya arsitektur di sekeliling kita.