Dalil Kehujjahan Hadits
Yang dimaksud dengan dalil kehujjahan hadis/sunnah adalah keberadaan hadis sebagai dasar ajaran atau dasar hukum dalam Islam. Sunnah adalah sumber hukum Islam (pedoman hidup kaum Muslimin) yang kedua setelah Al-Qur’an. Bagi mereka yang telah beriman terhadap Al-Qur’an sebagai sumber hukum Islam, maka secara otomatis harus percaya bahwa Sunnah juga merupakan sumber hukum Islam. Bagi mereka yang menolak kebenaran Sunnah sebagai sumber hukum Islam, bukan saja memperoleh dosa, tetpai juga murtad hukumnya. Ayat-ayat Al-Qur’an sendiri telah cukup menjadi alasan yang pasti tentang kebenaran Al-Hadits, ini sebagai sumber hukum Islam. Dalam hal ini ada beberapa dalil/ alasan mengapa hadis dapat dijadikan dasar ajaran atau dasar hukum Islam sebagaimana disadur dari kitab ‘Ilmu Ushul al-Fiqh karya ‘Abd al-Wahhab Khallaf, Guru Besar al-Syari’ah al-Islamiyyah di Fakultas al-Huqquq Universitas al-Kahirah:
1. Dalil Al-Qur’an
Banyak ayat Al-Qur’an yang menerangkan tentang kewajiban mempercayai dan menerima segala yang datng daripada Rasulullah Saw untuk dijadikan pedoman hidup. Diantaranya adalah :
Firman Allah Swt dalam surah Ali Imran ayat 179 yang berbunyi :
مَا كَانَ اللَّهُ لِيَذَرَ الْمُؤْمِنِينَ عَلَى مَا أَنْتُمْ عَلَيْهِ حَتَّى يَمِيزَ الْخَبِيثَ مِنَ الطَّيِّبِ وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُطْلِعَكُمْ عَلَى الْغَيْبِ وَلَكِنَّ اللَّهَ يَجْتَبِي مِنْ رُسُلِهِ مَنْ يَشَاءُ فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرُسُلِهِ وَإِنْ تُؤْمِنُوا وَتَتَّقُوا فَلَكُمْ أَجْرٌ عَظِيمٌ
Artinya:
“Allah sekali-kali tidak akan membiarkan orang-orang yang beriman dalam keadaan kamu sekarang ini, sehingga Dia menyisihkan yang buruk (munafik) dari yang baik (mu’min). Dan Allah sekali-kali tidak akan memperlihatkan kepada kamu hal-hal yang ghaib, akan tetapi Allah memilih siapa yang dikehendaki-Nya di antara rasul-rasul-Nya. Karena itu berimanlah kepada Allah dan rasul-rasulNya; dan jika kamu beriman dan bertakwa, maka bagimu pahala yang besar.”(QS:Ali Imran:179)
Dalam Surat An-Nisa ayat 136 Allah Swt berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا آمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي نَزَّلَ عَلَى رَسُولِهِ وَالْكِتَابِ الَّذِي أَنْزَلَ مِنْ قَبْلُ وَمَنْ يَكْفُرْ بِاللَّهِ وَمَلائِكَتِهِ وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلالا بَعِيدًا
Artinya :
“Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan kepada kitab yang Allah turunkan kepada Rasul-Nya, serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya. Barangsiapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauh-jauhnya.”(QS:An-Nisa:136).
Dalam QS. Ali Imran di atas, Allah memisahkan antara orang-orang mukmin dengan orang-orang yang munafiq, dan akan memperbaiki keadaan orang-orang mukmin dan memperkuat iman mereka. Oleh karena itulah, orang mukmin dituntut agar tetap beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Sedangkan pada QS. An-Nisa, Allah menyeru kaum Muslimin agar mereka tetap beriman kepada Allah, rasul-Nya (Muhammad SAW), al-Qur’an, dan kitab yang diturunkan sebelumnya. Kemudian pada akhir ayat, Allah mengancam orang-orang yang mengingkari seruan-Nya.
Selain Allah SWT memerintahkan kepada umat Islam agar percaya kepada Rasulullah Saw. Allah juga memerintahkan agar mentaati segala peraturan dan perundang-undangan yang dibawanya. Tuntutan taat kepada Rasul itu sama halnya dengan tuntutan taat dan patuh kepada perintah Allah Swt. Banyak ayat al-Qur’an yang mnyerukan seruan ini.
Perhatikan firman Allah SWT. Dalam surat Ali-Imran ayat 32 dibawah ini:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّ اللَّهَ لا يُحِبُّ الْكَافِرِينَ
Artinya:
“Katakanlah: “Ta’atilah Allah dan Rasul-Nya; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir”. (QS:Ali Imran : 32).
Dalam surat An-Nisa ayat 59 Allah Swt juga berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الأمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلا
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, ta’atilah Allah dan ta’atilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.”(QS:An-Nisa : 59).
Juga dalam Surat An-Nur ayat 54 yang berbunyi:
قُلْ أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَإِنَّمَا عَلَيْهِ مَا حُمِّلَ وَعَلَيْكُمْ مَا حُمِّلْتُمْ وَإِنْ تُطِيعُوهُ تَهْتَدُوا وَمَا عَلَى الرَّسُولِ إِلا الْبَلاغُ الْمُبِينُ
Artinya:
“Katakanlah: “Ta’at kepada Allah dan ta’atlah kepada rasul; dan jika kamu berpaling maka sesungguhnya kewajiban rasul itu adalah apa yang dibebankan kepadanya, dan kewajiban kamu sekalian adalah semata-mata apa yang dibebankan kepadamu. Dan jika kamu ta’at kepadanya, niscaya kamu mendapat petunjuk. Dan tidak lain kewajiban rasul itu melainkan menyampaikan (amanat Allah) dengan terang”.(An-Nur:54).
Masih banyak lagi ayat-ayat yang sejenis menjelaskan tentang permasalahan ini. Dari beberapa ayat di atas telah jelas bahwa perintah mentaati Allah selalu dibarengi dengan perintah taat terhadap Rasul-Nya. Begitu juga sebaliknya dilarang kita durhaka kepada Allah dan juga kepada Rasul-Nya.
Dari sinilah jelas bahwa ungkapan kewajiban taat kepada Rasulullah Saw dan larangan mendurhakainya, merupakan suatu kesepakatan yang tidak dipersilihkan umat Islam.
2. Dalil Hadits
Dalam salah satu pesan yang disampaikan baginda Rasul berkenaan dengan kewajiban menjadikan hadits sebagai pedoman hidup disamping Al-Qur’an sebagai pedoman utamanya, adalah sabdanya:
تركت فيكم أمرين لن تضلوا أبداما إن تمسكتم بهما كتاب الله وسنة رسوله(رواه الحاكم
Artinya :
“Aku tinggalkan dua pusaka untukmu sekalian, dan kalian tidak akan tersesat selam-lamanya, selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu kitab Allah dan Sunnah Rasul-Nya.”(HR. Malik).
Begitu juga yang di riwayatkan dari al-‘irbash ibn sariyah r.a., dari Rasulallah SAW bahwa beliau bersabda:
عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِي وَ سُنَّةِ اْلخَلِفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اْلمَهْدِ يِيَّنَ عَضُّوا عَلَيْهَا بِا لنَّوَا جِذِ
“Tetaplah kalian pada sunnah khulafaur Rasyidin yang telah mendapat petunjuk. Berpegang teguhlah kepadanya dan gigitlah dengan gigi grahangmu.”
(HR.Abu Daud dan al-Tirmidzi).
Hadits di atas telah jelas menyebutkan bahwa hadits merupakan pegangan hidup setelah Al-Qur’an dalam menyelesaikan permasalahan dan segalah hal yang berkaitan dengan kehidupan khususnya dalam menentukan hukum.
3. Ijma’ para sahabat
Ijma’ para sahabat yang mengatakan wajib mengikuti sunnah rasul baik pada masa hidup Rasulullah SAW. maupun setelah beliau wafat. Pada saat Rasulullah masih hidup, para sahabat selalu melaksanakan perintah Rasulullah Saw. dan meninggalkan larangan beliau. Para sahabat tidak membedakan kewajiban mengikuti kentuan yang diwahyukan Allah Swt. melalui al-Qur’an, maupun ajaran yang disampaikan Rasulullah Saw. melalui hadis beliau. Mu’az bin Jabal pernah berkata “dalam memutuskan perkara ummat, jika saya tidak menemukan sumbernya melalui al-Qur’an, maka saya memutuskannya dengan berpedoman kepada sunnah Rasulullah Saw.” Adapun sepeninggal Rasulullah Saw. jika mereka tidak menemukan ketentuan ajaran agama melalui al-Qur’an, mereka masih tetap berpedoman kepada sunnah Rasulullah Saw. Sebagai contoh, Abu Bakr Ra. ketika tidak menemukan sunnah Rasulullah Saw. terkait suatu perkara, maka beliau bertanya kepada sahabat yang lain adakah mereka mengetahui adanya sunnah Rasulullah Saw. yang megatur terkait persoalan yang dimaksud. Begitu juga yang dilakukan oleh Umar bin Khatab Ra. dan sahabat yang lainnya ketika akan berfatwa atau melahirkan ketentuan hukum selama riwayat yang disampikan itu benar dari Rasulullah Saw.
Umat Islam telah sepakat menjadikan hadits menjadi sumber hukum kedua setelah Al-Qur’an. Kesepakatan umat muslimin dalam mempercayai, menerima, dan mengamalkan segala ketentuan yang terkandung di dalam hadits telah dilakukan sejak jaman Rasulullah, sepeninggal beliau, masa khulafaurrosyidin hingga masa-masa selanjutnya dan tidak ada yang mengingkarinya.
Banyak peristiwa menunjukkan adanya kesepakatan menggunakan Hadits sebagai sumber hukum Islam, antara lain adalah peristiwa dibawah ini :
a. Ketika Abu Bakar dibaiat menjadi khalifah, ia pernah berkata, “saya tidak meninggalkan sedikitpun sesuatu yang diamalkan oleh Rasulullah, sesungguhnya saya takut tersesat bila meninggalkan perintahnya.
b. Saat Umar berada di depan Hajar Aswad ia berkata, “saya tahu bahwa engkau adalah batu. Seandainya saya tidak melihat Rasulullah menciummu, saya tidak akan menciummu.”
c. Pernah ditanyakan kepad Abdullah bin Umar tentang ketentuan sholat safar dalam Al-Qur’an. Ibnu Umar menjawab, “Allah SWT telah mengutus Nabi Muhammad SAW kepada kita dan kita tidak mengetahui sesuatu, maka sesugguhnya kami berbuat sebagaimana kami melihat Rasulullah berbuat.”
Masih banyak lagi contoh-contoh yang menunjukkan bahwa yang diperintahkan, dilakukan, dan diserukan oleh Rasulullah SAW, selalu diikuti oleh umatnya, dan apa yang dilarang selalu ditinggalkan oleh umatnya.
4. Sesuai dengan Petunjuk Akal (Ijtihad)
Kerasulan Muhammad SAW, telah diakui dan dibenarkan oleh umat Islam. Di dalam mengemban misinya itu kadangkala beliau menyampaikan apa yang datang dari Allah SWT, baik isi maupun formulasinya dan kadangkala atas inisiatif sendiri dengan bimbingan wahyu dari Tuhan. Namun juga tidak jarang beliau menawarkan hasil ijtihad semata-mata mengenai suatu masalah yang tidak dibimbing oleh wahyu. Hasil ijtihad ini tetap berlaku hingga akhirnya ada nash yang menasakhnya.
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa hadits merupakan salah satu sumber hukum dan sumber ajaran Islam yang menduduki urutan kedua setelah Al-Qur’an. Sedangkan bila dilihat dari segi kehujjahannya, hadits melahirkan hukum dzonni, kecuali hadits mutawatir.(af/naimar117)