G 30 S PKI – Inilah Sejarah Pasukan Cakrabirawa, Pasukan Pengkhianat yang Membunuh 7 Jenderal Pahlawan Revolusi
Sabtu, 30 September 2017 12:12
TRIBUNSTYLE.COM – Polisi Istimewa atau Tokubetsu Kesastu Tai ternyata sudah dibentuk jauh hari sebelum Soekarno dinobatkan menjadi Presiden RI pertama dan Proklamasi Kemerdekaan RI dikumandangkan.
Mereka adalah pasukan yang bertugas untuk mengawal presiden Indonesia.
Saat Jakarta masih bernama Jakarta Raya, nama kesatuan Polisi Istimewa disebut “Polisi Macan.”
Saat itu Gatot Suwiryo adalah perwira yang bertugas sebagai pimpinan.
Berdasarkan buku Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Soekarno, tahun 1945 Gatot memindahkan anggota Polisi Macam ke Pasukan Pengawal Pribadi Presiden atau Tokomu Kosaku Tadi.
Mangil Martowidjojo pun diangkat menjadi komandan dari pasukan tersebut.
Satuan pengawal presiden tersebut bermarkas di Kantor Pusat Kementrian Negara sekaligus asrama di Gedung Kementrian dDalam Negeri (kini Jl. Veteran).
Tribunstyle melansir dari Grid.id, tugas-tugas Pasukan Pengawal Pribadi Presiden itu antara lain mengamankan perayaan Proklamasi Kemerdekaan RI 17/8/1945, membantu pengamanan Rapat Raksasa di Lapangan Ikada pada bulan September 1945, mengawal rombongan Presiden dan Wakil Presiden dalam perjalanan secara rahasia menggunakan kereta api dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 3 Januari 1946.
Sejak keberhasilan mengungsikan rombongan Presiden dan Wapres ke Yogyakarta itu, Said Soekanto pada tahun 1947 membentuk kesatuan khusus bernama Pasukan Pengawal Presiden (PPP) dan dikomandani oleh Mangil.
Tugas utama PPP adalah menjaga keselamatan pribadi Presiden dan Wakil Presiden beserta seluruh anggota keluarganya.
Namun pada tahun 1962, masih ada upaya pembunuhan terhadap Presiden Soekarno.
Padahal sang presiden sudah mendapatkan pengawalan ketat dari PPP.
Berdasar peristiwa yang mengancam jiwa Presiden Soekarno itu, ajudan Presiden, Letkol CPM Sabur, menghadap ke Istana Merdeka untuk menyampaikan laporan bahwa Departemen Pertahanan dan Keamanan berencana membentuk Pasukan Pengawal Istana Presiden (PPIP) yang lebih sempurna.
AH Nasution adalah tokoh yang ingin membentuk Pasukan Pengawal Istana Presiden tersebut, tapi Presiden Soekarno menolaknya.
Alasannya, saat itu Mangil sudah membentuk Detasemen Kawal Pribadi (DKP) dan Presiden Soekarno merasa bahwa pasukan itu sudah cukup untuk mengawalnya.
Letkol Sabur tetap mendesak Presiden Soekarno untuk membentuk PPIP dan akhirnya ternyata berhasil.
Presiden Soekarno bahkan menunjuk Letkol Sabur sebagai komandan PPIP dan dipercaya mencari anggota PPIP yang berasal dari semua angkatan (AU, AD, AL, dan Kepolisian).
Pada 6 Juni 1962 PPIP yang dinamai Cakabirawa pun diresmikan oleh Presiden Soekarno.
Sabur yang sudah diangkat menjadi Brigjen dipercaya sebagai sang komandan sementara Kolonel Maulwi Saelan bertugas sebagai wakilnya.
Nama Cakrabirawa diambil dari senjata pamungkas di dunia pewayangan, lebih tepatnya milik Prabu Kresna.
Senjata tersebut bisa menyebabkan malapetaka yang dahsyat terhadap musuhnya bila sudah dilepaskan.
Setiap anggota Cakrabirawa berasal dari pasukan yang andal.
Umumnya mereka berlatar belakang pejuang gerilya yang menonjol.
Mereka direkrut dari bekas pasukan Raider Angkatan Darat, Korps Komando (KKO) Angkatan Laut, Pasukan Gerak Tjepat (PGT) Angkatan Udara, dan Brigade Mobil diberi nama Batalyon KK (Kawal Kehomatan), dengan nomer urut I sampai IV.
Batalyon I dan II bertugas di Jakarta dan Batalyon III dan IV menjaga Istana Bogor, Cipanas (Cianjur), Yogyakarta, dan Tampaksiring (Bali).
Berdasarkan penugasan tersebut, Markas Batalyon I KK berada di Jalan Tanah Abang (kini Markas Paspampres) dan Batalyon II menempati asrama Kwini (sekarang ditempati Marinir angkatan Laut).
Batalyon I KK berasal dari satu batalyon Angkatan Darat dipimpin oleh Mayor Eli Ebram.
Dia hanya menjabat satu tahun lebih, kemudian naik pangkat menjadi Letkol.
Eli Ebram kemudian diganti oleh Letkol Untung, pindahan dari Kodam VII/Diponegoro, Jawa Tengah.
Batalyon II KK eks Pasukan KKO Angkatan Laut dipimpin oleh Mayor KKO Saminu, yang naik pangkat menjadi Letkol KKO.
Batalyon III KK dari PGT Angkatan Udara dipimpin oleh Mayor PGT.
Dan, Batalyon IV KK dari Brimob Angkatan Kepolisian dipimpin oleh Komisaris Polisi M Satoto, yang naik pangkat menjadi ajun komisaris besar polisi (Letkol Polisi RI).
Dalam gerakan G-30-S-PKI 1965, Letkol Untung dan satu peleton Cakrabirawa dari Batalyon I KK pimpinan Lettu Dul Arif, merupakan motor utama dalam aksi penculikan dan pembunuhan 7 Jenderal Pahlawan Revolusi.
Berkat aksi Letkol Untung dan Lettu Dul Arif ini nama Cakrabirawa tercoreng.
Semua anggota Cakrabirawa dianggap sebagai pendukung PKI oleh pemerintah Orde Baru.
Pasukan Cakrabirawa pun dibubarkan pada 28 Maret 1966, para petinggi dan personel pasukan Cakrabirawa pun banyak yang ditangkap dan dipenjarakan tanpa melalui proses pengadilan.
Setelah insiden tersebut, pengamanan Presiden, Wapres, dan keluarganya dipercayakan pada pasukan Angkatan Darat.
Kemudian pemerintah membentu lagi Pasukan Pengaman Presiden (Paspampres) pada era Presiden Soeharto.
Hari jadi Paspampres diperingati setiap tanggal 3 Januari dan penetapan hari jadi ini terkait dengan peristiwa bersejarah Pasukan Pengawal Pribadi Presiden yang sukses menyelamatkan Presiden dan Wapres serta keluarganya dari Jakarta menuju Yogyakarta pada 3 Januari 1946.
Anggota-anggota Resimen Cakrabirawa Bersejarah
Brigadir Jendral TNI Sabur – Komandan Resimen Cakrabirawa.
Kolonel Maulwi Saelan – Wakil Komandan Resimen Cakrabirawa.
Letnan Kolonel Untung bin Syamsuri – Komandan Batalyon I Cakrabirawa – Komandan Gerakan 30 September/G30S
Letnan Kolonel Ali Ebram – Staf Asisten I Intelijen Resimen Cakrabirawa.
Letnan Satu Doel Arif – Komandan Resimen Cakrabirawa – Komandan Regu pada Gerakan 30 September/G30S yang membunuh Jendral-Jendral TNI-AD (Pasukan Pasopati Gerakan 30 September/G30S)
Pembantu Letnan Dua Djahurub – Prajurit Resimen Cakrabirawa- Bergabung dengan pasukan LETTU Doel Arif dan menyerang dan membunuh Jendral A H Nasution (lolos)
Sersan Satu Marinir Hadiwinarto P Soeradi (NRP 37265) – Prajurit Resimen Cakrabirawa.(Tribunstyle.com/Irsan Yamananda)
Sumber: TribunStyle.com/Tribunnews.com