INILAH TOKOH-TOKOH PEMIKIRAN POLITIK ISLAM PALING LENGKAP
1. MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB
A. Biografi
Syeikh al-Islam al Imam Muhammad bin ‘Abdul Wahah bin Sulaiman bin Ali bin Muhammad bin Rasyid bin Barid Bin Muhammad bin al-Masyarif at-Tamimi al-Hambali an-Najdi. Beliau dilahirkan pada tahun 1115 H -bertepatan dengan 1703 M- di negeri ‘Uyainah daerah yang terletak di utara kota Riyadh, dimana keluarganya tinggal. Beliau meninggal dunia pada 29 Syawal 1206 H (1793 M) dalam usia 92 tahun, setelah mengabdikan diri selama lebih 46 tahun dalam memangku jabatan sebagai menteri penerangan kerajaan Arab Saudi. Beliau tumbuh di rumah ilmu di bawah asuhan ayahanda beliau Abdul Wahhab yang menjabat sebagai hakim di masa pemerintahan Abdullah Bin Muhammad Bin Hamd Bin Ma’mar. Kakek beliau, yakni Asy Syaikh Sulaiman adalah tokoh mufti yang menjadi referensi para ulama. Sementara seluruh paman-paman beliau sendiri juga ulama.
Beliau dididik ayah dan paman-pamannya semenjak kecil. Beliau telah menghafalkan Al Qur’an sebelum mencapai usia 10 tahun di hadapan ayahnya. Beliau juga memperdengarkan bacaan kitab-kitab tafsir dan hadits, sehingga beliau unggul di bidang keilmuan dalam usia yang masih sangat dini. Disamping itu, beliau sangat fasih lisannya dan cepat dalam menulis. Ayahnya dan para ulama disekitarnya amat kagum dengan kecerdasan dan keunggulannya. Mereka biasa berdiskusi dengan beliau dalam permasalahan-permasalah ilmiah, sehingga mereka dapat mengambil manfaat dari diskusi tersebut. Mereka mengakui keutamaan dan kelebihan yang ada pada diri beliau. Namun beliau tidaklah merasa cukup dengan kadar ilmu yang sedemikian ini, sekalipun pada diri beliau telah terkumpul sekian banyak kebaikan. Beliau justru tidak pernah merasa puas terhadap ilmu.
Seperti yang kita ketahui nama Muhammad bin abdul Wahhab tidak dapat dipisahkan dari gerakan Wahabi. Karena beliau adalah pendiri kelompok Wahabi yang mazhab fikihnya dijadikan mazhab resmi oleh kerajaan Saudi Arabia.
B. Karir Pendidikan dan Politiknya
Dalam karir pendidikan dan politiknya Abdul Wahab memiliki karir ynag cukup panjang. Seperti karir dalam pendidikannya pada waktu itu Beliau tinggalkan keluarga dan negerinya untuk berhaji. Seusai haji, beliau melanjutkan perjalanan ke Madinah dan menimba ilmu dari para ulama’ di negeri itu. Di antara guru beliau di Madinah adalah:
• As Syaikh Abdullah Bin Ibrahim Bin Saif dari Alu (keluarga) Saif An Najdi. Beliau adalah imam bidang fiqih dan ushul fiqih.
• As Syaikh Ibrahim Bin Abdillah putra Asy Syaikh Abdullah bin Ibrahim Bin Saif, penulis kitab Al Adzbul Faidh Syarh Alfiyyah Al Faraidh.
• Asy Syaikh Muhaddits Muhammad Bin Hayah Al Sindi dan beliau mendapatkan ijazah dalam periwayatannya dari kitab-kitab hadits.
Kemudian beliau kembali ke negerinya. Tidak cukup ini saja, beliau kemudian melanjutkan perjalanan ke negeri Al Ahsa’ di sebelah timur Najd. Disana banyak ulama mahdzab Hambali, Syafi’i, Maliki dan Hanafi. Beliau belajar pada mereka khususnya kepada para ulama mahdzab Hambali. Di antaranya adalah Muhammad bin Fairuz , beliau belajar fiqih kepada mereka dan juga belajar kepada Abdullah Bin Abdul Lathif Al Ahsa’i. Tidak cukup sampai disitu, Bahkan beliau menuju ke Iraq, khususnya Bashrah yang pada waktu itu dihuni oleh para ulama ahlul hadits dan ahlul fiqih. Beliau menimba ilmu dari mereka, khususnya Asy Syaikh Muhammad Al Majmu’i, dan selainnya. Setiap kali pindah maka beliau mendapatkan buku-buku Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim muridnya, beliau segera menyalinnya dengan pena. Beliau menyalin banyak buku di Al Ahsa’ dan Bashrah, sehingga terkumpullah kitab-kitab beliau dalam jumlah yang besar.
Selanjutnya beliau bertekad menuju negeri Syam, karena di sana ketika itu terdapat ahlul ilmi dan ahlul hadits khususnya dari mahdzab Hambali. Namun setelah menempuh perjalanan ke sana, terasa oleh beliau perjalanan yang sangat berat. Beliau ditimpa lapar dan kehausan, bahkan hampir beliau meninggal dunia di perjalanan. Maka beliaupun kembali ke Bashrah dan tidak melanjutkan rihlahnya ke negeri Syam.
Selanjutnya beliau bertolak ke Najd setelah berbekal ilmu dan memperoleh sejumlah besar kitab, selain kitab-kitab yang ada pada keluarga dan penduduk negeri beliau. Setelah itu beliau pun berdakwah mengadakan perbaikan dan menyebarkan ilmu yag bermanfaat serta tidak ridha dengan berdiam diri membiarkan manusia dalam kesesatan. Muhammad bin Abdul Wahhab banyak menulis buku, antara lain: Kitab at-tauhid, Usul al-Imam, Kitab al-Kabair, Kasyf asy-Syubuhat, Al-Masa’il al-Lati Khalafa fiha Rasulullah ahl al-Jahiliyah.
Sedangkan karir dakwahnya yang berujung ke karir politik berawal ketika beliau di Madinah syeikh Muhammad semakin terdorong untuk memperdalam ilmu ketauhidan yang murni (Aqidah Salafiyah). Ia pun berjanji pada dirinya sendiri, ia akan berjuang dan bertekad untuk mengembalikan aqidah umat Islam di sana sesuai keyakinannya, yaitu kepada akidah Islam yang menurutnya murni (tauhid), untuk itu, ia pun mulai mempelajari berbagai buku yang ditulis para ulama terdahulu.
Di dalam sepak terjang da’wah dan gerakannya Muhammad bin Abdul Wahhab sebenarnya murni di dalam masalah keagamaan tidak berhubungan dengan masalah politik namun lambat laun untuk mempertahankan eksistensi gerakan wahabi maka Muhammad bin Abdul Wahhab pun membuat perjanjian dengan Muhammad bin Saud, gubernur wilayah al-Da’iyah (Najd), jadi dakwah mereka pun disebarkan melalui lidah dan pedang secara bersamaan. Sesuai kesepakatan, Ibnu Saud ditunjuk sebagai pengurus administrasi politik semantara Ibnu Abdul Wahhab menjadi pemimpin spiritual. Keduanya pun sama-sama diuntungkan. Dalam kurun 10 tahun, wilayah kekuasaan Muhammad bin Saud berkembang seluas 30 mil persegi. Muhammad bin Abdul Wahhab pun diuntungkan, karena dakwahnya berkembang dan pengaruhnya semakin menguat atas dukungan politik dari Ibn Saud.
Tauhid yang menjadi inti ajaran Muhammad bin Abdul Wahhab dalam hal politik dimaknai dengan “ persatuan Islam”, oleh karena itu, dia menolak sektarianisme dalam segala jenisnya.baginya semua harus berlandaskan al-Quran dan sunnah Nabi. Sehingga dia berusaha mendirikan sebuah Negara yang berlandaskan keesaan ilahi dan persatuan Islam. Solidaritas kesukuan diganti dengan solidaritas keagamaan (Islam).
C. Pemikiran
Di dunia Islam, nama Muhammad bin Abdul Wahhab dikenal dengan perjuangannya memurnikan ajaran Islam melalui pemurnian tauhid. Karena didalam pergerakannya beliau sangat memperhatikan masalah tauhid yang merupakan tiang agama. Sehingga dengan pemikirannya itu telah mengilhami geakan-gerakan pembaharuan dalam Islam pada abad sesudahnya.
Fokusnya Muhammad bin Abdul Wahhab pada masalah tauhid disebabkan karena waktu itu ia melihat banyak umat Islam yang melakukan tindakan yang mengarah kepada perbuatan syirik. Seperti pada pencemaran terhadap ajaran Islam yang murni di masa pemerintahan Islam Abbasiah di Baghdad. Kemajuan ilmu pengetahuan di zaman ini telah menyeret kaum muslimin untuk ikut pula memasyarakatkan ajaran filsafat Yunani dan Romawi. Selain itu, pengaruh mistik platonic dari budaya Rusia ikut menimbulkan pengaruh negative pada ajaran Islam. Puncaknya adalah berbagai macam kebatilan dan takhayul yang dipraktikkan kaum hindu mulai diikuti orang-orang Islam. Wilayah Arab, sebagai tempat kelahiran Islam pun tidak luput dari pengaruh buruk tersebut. orang-orang arab terpecah belah karena perselisihan dan persaingan si antara suku, mengalami kemunduran di berbagai aspek kehidupan. Di saat seperti inilah Muhammad bin Abdul Wahhab muncul untuk kemudian membersihkan anasir-anasir asing yang menyusup ke dalam kemurnian Islam.
Di dalam pemikirannya tentang tauhid baginya tauhid itu dapat dikategorikan menjadi tauhid al-ilahiyyah, tauhid ar-rubbubiyah, tauhid al-asma’, dan tauhid al-af’al yang disebut juga tauhid al-‘ilm dan al-I’tiqad.
Tauhid al-asma’ dan as-sifat ialah keyakinan akan kemandirian Allah dengan kesempurnaan yang mutlak yang tiada sekutu bagi-Nya dari segi manapun. Keesaan allah itu diketahui melalui ketetapan dari Allah sendiri melalui Kitab-Nya dan Rasul-Nya. Tauhid ar-rububiyah ialah keyakinan bahwa Allah adalah tuhan yang mandiri dalam menciptakan mahluk-Nya, memberi rizki, mengatur semua mahluk, menciptakan mahluk-Nya yang khusus, yakni para Nabi dan Rasul yang dilengkapi dengan akidah yang benar, ahlak mulia, ilmu yang bermanfaat, dan perbuatan yang baik. Tauhid al-illahiyah ialah tauhid al-ibadah, yakni pengetahuan dan pengakuan Allah yang memilki keilahian. Ibadah dan kebaktian dari mahluk-Nya hanya ditujukan kepada-Nya, dan keikhlasan beragama hanya untuk-Nya semata. Tidaklah sah ibadah seseorang bila tidak ditujukan dengan keikhlasan kepada-Nya.
Dasar pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab itu mengikuti ajaran Ibn Taimiyah. Atas dasar itu pula dibangunlah hal-hal yang parsial. Menurutnya, manusia bebas berfikir tentang batas-batas yang telah ditetapkan oleh Al-Quran dan Sunnah. Dia memerangi segala macam bentuk bid’ah, dan mengarahkan orang agar beribadah dan berdoa hanya untuk Allah, bukan untuk para wali, syekh, atau kuburan. Baginya, kita harus kembali kepada Islam pada zaman awal, yang suci dan bersih.
2. KEMAL ATATURK
A. Biografi
Turki memang nyaris tidak pernah dipisahkan dengan nama Mustafa Kemal Attaturk. Mustafa Kemal lahir pada 1881 di suatu daerah di Salonika. Sering dikenal dengan nama Mustafa Kemal Pasya. Dan dikenal juga dengan Mustafa Kemal Attaturk (Bapak Bangsa Turki). Beliau juga mendapat julukan Ghazi, artinya sang pembela keyakinan. Julukan ini diberikan ketika beliau dengan gemilang membawa Turki kepada kemenangan dalam perang kemerdekaan melawan Yunani, Mustafa Kemal dielu-elukan dan dipanggil dengan gelar kehormatan Ghazi. Ayahnya bernama Ali Riza, seorang juru tulis rendahan di salah satu kantor pemerintahan di kota itu. Dan ia pun sebagai anak seorang pegawai kecil yang kemudian menjadi pedagang kayu. Beliau sempat mencoba lari dari kemalangan hidupnya dengan cara menegak racun. Sedangkan Ibunya bernama Zubayde, seorang wanita sholihah. Ali Riza meninggal saat Mustafa Kemal berusia tujuh tahun sehingga ia kemudian diasuh oleh ibunya. Mustafa Kemal meninggal dunia tahun 1938.
Sejak kecil, Mustafa Kemal memiliki bakat untuk selalu memberontak terhadap segala keadaan yang tidak berkenan di hatinya. Ia secara brutal menentang peraturan apapun. Bahkan, tanpa malu-malu ia sering memaki-maki gurunya saat bersekolah. Sehingga suatu hari pernah ditampar salah satu gurunya karena sang guru sudah kehilangan kesabaran menghadapi perilaku Mustafa Kemal. Dan akibatnya, Mustafa Kemal kecil lari dan tidak mau masuk sekolah lagi. Mustafa kecil juga terkenal arogan dalam bergaul. Ia tidak mau sembarangan dalam memilih kawan. Akhirnya, ibunya mengirim dia ke sekolah militer, sehingga riwayat pendidikan Mustafa Kemal dimulai tahun 1893 ketika ia memasuki sekolah Rushdiye (Sekolah Menengah Militer Turki). Tahun 1895 ia masuk ke akademi militer di Kota Monastir dan pada tanggal 13 maret 1899 ia masuk ke sekolah ilmu militer di Istambul. Tahun 1902 ia ditunjuk sebagai salah satu staf pengajar dan pada bulan Januari 1905 ia lulus dengan pangkat Kapten.
B. Karir Pendidikan dan Politik
Riwayat pendidikan Mustafa Kemal dimulai sejak Ataturk berusia 12 tahun ia masuk ke sekolah militer di Selânik dan Manastır (kini Bitola), kedua-duanya pusat nasionalisme Yunani yang anti-Turki. Mustafa belajar di sekolah menengah militer di Selânik, dan di sana namanya ditambahkan dengan nama Kemal (“kesempurnaan”) oleh guru matematikanya sebagai pengakuan atas kecerdasan akademiknya. Mustafa Kemal masuk ke akademi militer di Manastır pada 1895. Ia lulus dengan pangkat letnan pada 1905 dan ditempatkan di Damaskus. Di Damaskus ia segera bergabung dengan sebuah kelompok rahasia kecil yang terdiri dari perwira-perwira yang menginginkan pembaruan, yang dinamai Vatan ve Hürriyet (Tanah Air dan Kemerdekaan), dan menjadi penentang aktif rezim Ottoman. Pada 1907 ia ditempatkan di Selânik dan bergabung dengan Komite Kesatuan dan Kemajuan yang biasa disebut sebagai kelompok Turki Muda. Pada tahun 1895 ia masuk ke akademi militer di kota Monastir dan pada 13 Maret 1899 ia masuk ke sekolah ilmu militer di Istambul sebagai kadet pasukan infanteri. Tahun 1902 ia ditunjuk menjadi salah satu staf pengajar dan pada bulan Januari 1905 ia lulus dengan pangkat kapten.
Bermula dari karir militer lah karir politik Mustafa Kemal Ataturk berkembang. Pada 1908 kaum Turki Muda merebut kekuasaan dari Sultan Abdul Hamid II, dan Mustafa Kemal menjadi tokoh militer senior. Pada 1911, ia pergi ke provinsi Libya untuk ikut serta dalam melawan invasi Italia. Pada bagian pertama dari Perang Balkan Mustafa Kemal terdampar di Libya dan tidak dapat ikut serta, tetapi pada Juli 1913 ia kembali ke Istanbul dan diangkat menjadi komandan pertahanan Ottoman di wilayah Çanakkale di pantai Trakya (Thrace). Pada 1914 ia diangkat menjadi atase militer di Sofia, sebagian sebagai siasat untuk menyingkirkannya dari ibu kota dan dari intrik politiknya.
Sesungguhnya kehidupan Mustafa Kemal sejak 1905 sampai dengan 1918 diwarnai dengan perjuangan untuk mewujudkan identitas kebangsaan Turki. Sebagai pejabat militer di dalam imperium Turki Usmani saat itu, ia mendirikan sebuah organisasi yang bernama Masyarakat Tanah Air (Fatherland Society). Ia juga bergabung bersama Kongres Turki Muda yang membentuk Komite Kebangsaan dan Kemajuan (Committee for Union and Progress) atau disingkat C.U.P.
Setelah berakhirnya Perang Dunia I, tepatnya pada tahun 1919 Mustafa Kemal berusaha mewujudkan prinsip-prinsip generasi Turki Muda. Di bawah kepemimpinannya, elit nasional Turki berhasil memobilisir perjuangan rakyat Turki dan melawan pendudukan asing. Rakyat Turki berhasil memukul mundur kekuatan penjajahan dari tanah bangsa Turki, yang secara tidak langsung menjadi kemenangan awal bagi Mustafa Kemal.
Selanjutnya, melalui gerakan politis dan diplomatis di parlemen Majelis Nasional Agung (Grand National Assembly), di mana dalam parlemen ini Mustafa Kemal menjadi ketuanya, ia berhasil mendirikan rezim republik atas sebagian wilayah Anatolia, memberlakukan suatu konstitusi baru bagi rakyat Turki pada tahun 1920, dan mengalahkan republik Armenia, mengalahkan kekuatan Perancis, dan mengusir kekuatan tentara Yunani. Klimaks perjuangan Mustafa Kemal yang mengantarkannya ke kursi presiden republik Turki adalah ketika bangsa Eropa mengakui kemerdekaan bangsa Turki yang ditandai oleh perjanjian Lausanne pada tahun 1923.
Mustafa Kemal Ataturk dikenal sebagai tokoh penggerak berdirinya sebuah rezim republik sekuler Turki. Dari perjuangannya lah, negara Turki yang pernah menjadi jantung pemerintahan imperium terakhir ummat Islam ini mampu berdiri kokoh sebagai sebuah negara merdeka yang berdiri dan diakui kedaulatannya secara internasional setelah Perang Dunia I. Meski demikian, keberhasilan mendirikan sebuah negara Turki yang merdeka tidak serta merta menjadikan negara bekas pemerintahan dinasti Islam ini berubah seratus persen menjadi sekuler. Lika-liku gerakan pembaruan (sekularisasi) Turki yang dilakoni oleh Mustafa Kemal terekam dalam tindakan rezim pemerintahannya yang diktator. Sehingga, proses perubahan Turki menjadi sebuah negara yang bercorak modern adalah suatu metamorphosis yang sangat berbeda dari corak tradisi dan nilai-nilai budaya masyarakat Turki yang hampir seluruhnya Islam.
C. Pemikiran
Pembaharuan Turki sesungguhnya sudah sejak lama dilakukan, jauh sebelum pembaharuan yang dilakukan oleh Mustafa Kemal Attaturk. Mustafa Rasyid Pasha, Mehmed Shiddiq Ri’at, Midhat Pasha, Ahmad Riza, Ziya Gokalp, adalah beberapa orang yang melakukan pembaharuan di Turki sebelum Mustafa Kemal. Sedangkan pemikiran pembaharuan yang paling dekat dengan gerakan pembaharuan Turki yang dilaksanakan oleh Mustafa Kemal adalah pemikiran Ziya Gokalp. Prinsip pemikiran pembaharuan Mustafa Kemal diawali ketika ia ditugaskan sebagai attase militer pada tahun 1913 di Sofia. Disinilah ia bersentuhan dengan peradaban barat, terutama sistem parlemennya. Adapun prinsip pembaharuan tersebut terdiri dari tiga unsur: Nasionalisme, Sekulerisme, dan Westernisme.Pertama,unsur Nasionalisme.
Ide Nasionalisme dalam pemikiran Mustafa Kemal ialah nasionalisme Turki yang terbatas daerah geografisnya dan bukan ide nasionalisme yang luas, yakni diilhami oleh Ziya Gokalp (1875-1924) yang menyerukan reformasi Islam untuk menjadikan Islam sebagai ekspresi dari etos Turki. Dalam pemahaman Mustafa Kemal, Islam yang berkembang di Turki adalah Islam yang telah disatukan dengan budaya Turki, sehingga ia berkeyakinan bahwa Islam dapat diselaraskan dengan dunia modern. Namun turut campurnya Islam dalam segala aspek kehidupan pada bangsa dan agama akan menghambat Turki untuk maju. Atas dasar itu, Mustafa Kemal berpendapat bahwa agama harus dipisahkan dari negara. Islam tidak perlu menghalangi Turki mengadopsi peradaban barat sepenuhnya, termasuk merubah bentuk negara. Pada permulaan di dirikannya Republik Turki, Mustafa Kemal berpendapat bahwa pemerintah nasional harus didasarkan pada prinsip pokok populisme (kerakyatan). Ini berarti, kedaulatan dan semua kekuatan administrasi harus langsung diberikan kepada rakyat. Konsekuensi logis dari prinsip tersebut adalah dihapusnya sistem kekhalifahan.
Kedua Sekulerisme, sekulerisasi yang dijalankan oleh Mustafa Kemal tidak serta merta menghilangkan agama dari rakyat Turki, namun hanya melakukan pembatasan kekuasaan golongan ulama dalam soal negara dan politik. Oleh karena itu, pembentukan partai yang berdasarkan agama dilarang, institusi-institusi negara, sosial, ekonomi, hukum, politik, dan pendidikan harus dibebaskan dari kekuasaan syari’ah. Menurut Mustafa Kemal, sekulerisme bukan saja memisahkan masalah bernegara (legislatif, eksekutif, dan yudikatif) dari pengaruh agama melainkan juga membatasi peranan agama dalam kehidupan orang Turki sebagai suatu bangsa, karena menurut beliau bahwa indikasi ketinggian suatu peradaban terletak pada keseluruhannya, bukan secara parsial. Peradaban Barat dapat mengalahkan peradaban-peradaban lain bukan hanya karena kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologinya, tetapi karena keseluruhan unsurnya. Dan sekulerisasilah yang menimbulkan peradaban yang tinggi itu. Sehingga, Mustafa Kemal berpendapat jika rakyat Turki ingin mempunyai peradaban tinggi harus melakukan sekulerisasi.
Ketiga, Westernisme, dalam hal ini Mustafa Kemal berpendapat bahwa Turki harus berorientasi ke Barat. Ia melihat bahwa dengan meniru barat Negara Turki akan maju. Ungkapan yang digunakan oleh Mustafa Kemal, “Kita (bangsa Turki) harus bergerak bersama zaman.” Oleh karena itu, satu-satunya jalan untuk memajukan rakyat Turki adalah dengan melakukan reformasi berupa modernisasi yakni suatu upaya untuk mengubah wajah Turki secara total dengan menerapkan nilai-nilai modern yang progresif dan meninggalkan segala hal yang dipandang kaku, kolot, tradisional dan berbau Utsmaniyah. Kemal berkeyakinan hanya dengan jalan itu rakyat Turki akan makmur dan dihormati oleh bangsa-bangsa lain.
3. JAMULUDDIN AL-AFGHANI
1. Biografi
Sayyid Jamaluddin Al-Afghani bin Shafdar Al-Husaini adalah merupakan salah seorang pemimpin gerakan Islam yang lahir pada tahun 1835 M di As’adabat dekat Kota Kunar yang termasuk kawasan distrik Kabul bagian timur Afghanistan. Ayahnya bernama Shafdar Al-Husaini, seorang bangsawan terhormat dan mempuyai nasab sampai ke Ali bin Abi Thalib dari jalur At-Tirmidzi, seorang perawi hadits yang termasyhur. Al-afghani
Di masa kecilnya Al-Afghani pindah ke kota Kabul beserta keluarganya. Ia menghabiskan masa kecil dan remajanya di kota Kabul Afganistan, nam8un banyak berjuang di Mesir, India bahkan sampai ke Prancis. Ketika baru berusia duapuluh dua tahun ia telah menjadi pembantu bagi Pangeran Dost Muhammad Khan di Afghanistan dan pada tahun 1864 menjadi penasehat Sir Ali Khan.
2. Karir Pendidikan dan Politik
Sejak masa kecilnya telah nampak pada diri Al-Afghani kecerdasan dan kemauan yang besar untuk menggali pengetahuan. Dalam usia delapan tahun ia mulai belajar disiplin ilmu dan menguasai beberapa ilmu, diantaranya Al-Quran, bahasa Arab, hadits, fiqih, ilmu kalam, politik, sejarah, musik dan termasuk ilmu-ilmu eksak. Pada usia 18 tahun di Kabul, Afghani tidak hanya menguasai segala cabang ilmu keagamaan, tetapi juga mendalami falsafah, hukum, sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi.
Dia seorang yang sangat cerdas, jauh melampaui remaja-remaja seusianya. Setelah menguasai berbagai disiplin ilmu, al-Afghani berkelana ke India dan tinggal disana selama satu tahun untuk belajar pengetahuan-pengetahuan Barat dan metodologinya serta bahasa Inggris. Kemampuan berbicara dan pengetahuannya yang dalam membuatnya memukau banyak orang. Dia orator yang tangguh, mendorong rakyat India untuk bangkit melawan kekuasaan Inggris. Hasilnya, pada 1857 muncul kesadaran baru di kalangan pribumi India melawan penjajah. Perang kemerdekaan pertama di India pun meletus.
Karir pendidikan dan politik al-Afgani begitu menarik serta berliku-liku karena dari kepandaian dia berbicara serta didorong keyakinannya, ia dapat melanglang buana ke berbagai Negara. Bermula dari India, lalu di lanjutkan perjalanannya ke Mekkah. Di Kabul, sepulang menunaikan ibadah haji, Jamaluddin diminta penguasa Agfanistan Pangeran Dost Muhammad Khan, untuk membantunya. Tahun 1864, Jamaluddin diangkat menjadi penasehat sher Ali Khan. Beberapa tahun kemudian diangkat menjadi Perdana Mentri oleh Muhammad A’zam Khan.
Namun pada saat itu Inggris telah mulai mencampuri persoalan politik dalam negeri Afghanistan dan dalam pergolakan yang terjadi Al-Afghani memilih fihak yang melawan golongan yang disokong Inggris. Pihak pertama kalah dan Al-Afghani merasa lebih aman meninggalkan tanah tempat lahirnya dan pergi ke India di tahun 1869. Di India ia juga merasa tidak bebas bergerak karena Negara ini telah jatuh ke bawah kekuasaan Inggris, dan oleh karena itu ia pindah ke Mesir di tahun 1871 dan menetap beberapa tahun di sana. Di Mesir ia sempat berkenalan dengan kalangan ulama Al-Azhar dan memberikan kuliah. Selanjutnya Al-Afghani pergi ke Turki dan diangkat sebagai anggota Majelis Pendidiakan Turki dan sering diundang untuk menyampaikan ceramah di Aya Shofia dan Masjid Sultan Ahmad.
Karena keberadaanya yang dianggap membahayakan posisi kepala pemerintahan, timbullah fitnah yang dilancarkan oleh Hasan Fahmi Syaikh Al-Islam dengan mengatakan bahwa ceramah-ceramah Al-Afghani banyak mengandung unsur penghinaan terhadap kenabian. Dengan alasan ingin menunaikan haji, maka Al-Afghani meninggalkan Turki dan kemudian menetap di Mesir hingga tahun 1879. Pada masa inilah ide pemikiran dan aktivitas memberikan pengaruh yang besar terhadap.
Di Kairo ia disambut gembira, baik oleh penguasa maupun oleh ilmuan. Melihat campur tangan Inggris di Mesir, dan tidak inginnya Inggris melihat Islam bersatu dan kuat, Afghani akhirnya kembali lagi ke politik. Sebagai langkah taktis atau intrik politik, Afghani bergabung dengan perkumpulan Free Masonry, suatu organisasi yang disokong oleh kelompok anti zionis. Dari sini, tahun 1897 terbentuk partai politik bernama Hizb al-Wathani (Partai Kebangsaan). dunia Islam khususnya Mesir.
Dengan berdirinya partai ini Afghani merasa mendapat sokongan untuk berusaha menggulingkan raja Mesir yang berkuasa waktu itu, yakni Khadewi Ismail yang pemboros, untuk digantikan dengan putera mahkota Taufiq. Taufiq berjanji akan mengadakan pembaharuan-pembaharuan sebagaimana yang dituntut Hizb al-Wathani. Tetapi karena kegiatan politik dan agitasinya yang tajam terhadap campur tangan Inggris dalam negeri Mesir, maka Taufiq atas tekanan Inggris justru mengusir Afghani keluar dari Mesir pata tahun 1879.
Tidak hanya sampai di sini karir politik Al-Afgani berakhir perjalanannya pun masih panjang keluarnya ia dari Mesir ia pun melanjutkan perjalanannya Pada tahun 1883, Afghani berada di London kemudian pindah ke Paris dan menerbitkan majalah berkala dalam bahasa Arab Al-Urwah al-Wutqa bersama muridnya Muhammad Abduh yang juga diusir dari Mesir karena dituduh terlibat dalam pemberontakan Urabi Pasha yang gagal itu. Pada tahun 1886, Afghani pergi ke Teheran. Dari sana ia pergi ke Rusia, kemudian ke Eropa. Tahun 1889 kembali ke Teheran. Tetapi kemudian Perdana Menteri Mirza Ali Asghar Khan, yang menganggap kehadiran Afghani sebagai ancaman bagi kedudukannya, berhasil menghasut Syah Nasirudin supaya tidak percaya lagi kepada Afghani. Pada awal tahun 1891, Afghani ditangkap dan dibawa ke Khariqin, suatu kota kecil dekat tapal batas Persia-Turki. Dari sana ia pergi ke London. Kemudian atas undangan Sultan Abdul Hamid ia datang dan menetap di Istambul, Turki. Afghani wafat pada bulan Maret 1879, karena kanker yang berawal dari dagunya. Ia pun wafat dalam usia 59 tahun.
3. Pemikiran
Pengalaman merantau yang dialami Al-afgani dari satu Negara ke Negara lain ini kemudian membentuk wawasan berfikirnya yang luas, bebas dan demokratis yang tentunya telah banyak melahirkan banyak murid asli didikan dan binaan yang dilakukan Al-Afghani yang mewarnai sejarah pemikiran di dunia Islam. Pemikirannya yang paling dikenal di dunia Islam dan Barat adalah tentang Pan Islamisme.
Pandangan Al-afghani terhadap Islam sangat komprehensif. Menurutnya, Islam mencakup segala aspek kehidupan, baik ibadah, hokum dan social. Persatuan umat Islam harus diwujudkan kembali. Menurutnya, kekuatan Islam bergantung pada keberhasilan membina persatuan dan kerjasama. Perjuangan dan keyakinan akan persatuan umat gemanya terus berkumandang. Kebesaran kiprahnya membahana hingga ke seluruh penjuru dunia. Ide besar Jamaluddin al-Afghani adalah “Pan-Islamisme”, Sebuah gagasan untuk membangkitkan dan meyatukan dunia Arab khususnya, dan dunia Islam umumnya untuk melawan kolonialisme Barat. Yang dimaksud Barat adalah Inggris dan Prancis khususnya yang kala itu banyak menduduki dan menjajah dunia Islam dan Negara-negara berkembang.
Inti Pan Islamisme terletak pad aide bahwa Islam adalah satu-satunya ikatan kesatuan umat muslimin. Jika ikatan itu diperkokoh, jika dia menjadi sumber kehidupan dan pusat loyalitas mereka, maka kekuatan soliadaritas yang luar biasa akan memungkinkan pembentukkan dan pemeliharaan Negara Islam yang kuat dan stabil.
Menurut Afghani, asosiasi politik itu harus melipluti seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka, termasuk Persia, maupun mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan tersebut, yang didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membiana kesetiakawanan danpesatuan umat Islam dalam perjuangan; pertama, menentang tiap sistempemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang, dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam, hal mana juga berarti menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut itu. Kedua, menentang kolonialisme dan dominasi Barat. Seruan Pan-Islamisme menghasilkan pengaruh yang sangat besar dan mendalam. Di berbagai negeri muslim telah lahir tokoh-tokoh di kalangan umat yang berjuang menuntut kemerdekaan dari penjajah Barat, seperti Abdul Hamid di Turki, Muhamamd Abduh dan Saad Zaghlul di Mesir serta torkoh lainnya.
4. HASSAN AL-BANNA
A. Biografi
Nama Hassa Al-Banna sudah tidak asing lagi ditelinga sebagian umat Islam. Sepak terjangnya, jejak perjuangannya, membuat namanya cukup tersohor di dunia Islam. Nama lengkapnya Al-Banna yaitu Hassan Ahmad Abdurrahman Al-Banna ia dilahirkan tahun 1906 di desa Mahmudiyah kawasan Buhairah, di Mesir. Pada usia 12 tahun Hassan al-Banna telah menghapal Al-Quran.
Hassan al-Banna datang dari latar belakang keluarga yang sederhana dan Islamik Ayahnya, Syekh Ahmad al-Banna adalah seorang ulama fiqih dan ahli hadits ayahnya pun pengarang buku dalam bidang hadis yang berjudul Al Fath Ar Robani fi Tartib Musnad Al Imam Ahmad . Ayahnya ini yang terus memberikan motivasi agar al-Banna melengkapi hafalannya. Akhirnya pada usia 14 tahun, Hasan al-Banna berhasil menghafal seluruh Al-Quran. Hal ini berkat kedisiplinannya dalam membagi waktu, hari belajar di sekolah, kemudian membatu ayahnya memperbaiki jam yang dilakukan dari siang hingga sore hari. Sore hari hingga menjelang tidur digunakannya untuk mengulang pelajaran sekolah. Adapun untuk mengulang hafalan Al-Quran dilakukannya seusai shalat subuh. Prestasinya, baik di sekolah umum maupun hafalan Al-Quran, cukup gemilang. Hasil pernikahannya Hassan al-Banna dengan Zaujah al-Banna mereka mendapatkan enam orang anak.
Sedangkan meninggalnya Hassan al-Banna karena terbunuh sebagai syahid pada tahun 1948 di dekat perempatan Ramsis. Di suatu malam, ada tiga orang yang menembakkan senjatanya ke arah Hasan Al-Banna dan mereka langsung melarikan diri. Oleh banyak kalangan, para penembak misterius ini diyakini sebagai penembak ‘titipan’ pemerintah. Dua dari mereka adalah seorang intel dan satunya lagi adalah Muhammad Abdul Majid yang menjabat sebagai kepala Keamanan Negara Mesir saat itu.Hasan Al-Banna kemudian dilarikan ke rumah sakit. Karena adanya ancaman yang keras dari pemerintah, orang-orang tidak ada yang berani mendekati dan membalut lukanya. Akibatnya, dua jam setelah penembakan terhadap dirinya, Hasan Al-Banna meninggal dunia tanpa ada yang memberinya pertolongan. Dia hanya dishalati oleh bapak dan keempat saudara perempuannya.Sebelumnya, pemerintah memadamkan listrik terlebih dahulu di desanya.
Pemerintah bersedia menyerahkan jenazah kepada keluarganya, dengan syarat mereka tidak akan mengumumkan berita duka. Jenazah kemudian dibawa oleh ayah dan saudara-saudaranya. Proses pemakaman jenazah dilakukan dalam suasana yang sangat mencekam dan dengan dikelilingi oleh tank-tank. Kuburannya dijaga ekstra ketat oleh tentara agar para pengikut Hasan Al-Banna tidak memindahkan jenazahnya. Kepergian Hasan Al-Banna pun menjadi duka berkepanjangan bagi umat Islam. Ia mewariskan sejumlah karya monumental, di antaranya Mudzakkirat Ad-Du’at wa Ad-Da’iyyah (Catatan Harian Dakwah dan Da’i) serta Ar-Rasail (Kumpulan Surat-surat). Selain itu, Hasan Al-Banna mewariskan semangat dan teladan dakwah bagi seluruh aktivis dakwah saat ini.
B. Karir Pendidikan dan Politik
Perjalanan karir pendidikan dan politik Hassan al-Banna hanya berlangsung selama 42 tahun karena di beliau meninggal pada saat berumur 42 tahun kalau diukur dari perjalanan sejarah merupakan waktu yang singkat, merupakan usia yang belum bisa memberikan apa-apa, walaupun umur sejarah tidak bisa diukur berdasarkan tahun dan hari, namun dapat juga diukur dari banyaknya peristiwa yang berdampak pada perubahan kondisi, situasi dan keadaan, dan inilah yang selalu melekat pada sosok Hasan Al-Banna, beliau banyak memberikan pengaruh dalam perubahan sejarah, dan beliau juga merupakan salah satu dari orang yang memberikan kontribusi melakukan perbaikan dan perubahan dalam tubuh umat. Sekalipun umur beliau relatif pendek namun beliau termasuk orang yang mampu membuat sejarah gemilang.
Pendidikan al-Banna dari kecil oleh Orang tuanya sudah diterapkan tarbiyah sejak awal dengan baik; meumbuhkan kecintaan terhadap Islam kepada anaknya sejak dini, selalu memelihara bacaan dan hafalan Al-Qur’an, sehingga memberikan kepada pemuda tersebut waktu dan tenaga yang cerah dalam berfikir dan berdakwah, dan pada saat itu pula –yang mana pada saat itu- Islam telah tertutupi oleh kehidupan yang bebas dan politik yang rusak, tampak menjadi asing –bahkan aneh dan tidak wajar- melihat seorang pemuda yang begitu besar komitmennya terhadap ajaran Islam sampai pada masalah waktu, atau dalam menunaikan ibadah shalat dengan penuh kedisiplinan.
Orang tuanya memberikan tarbiyah sejak awal dengan baik; meumbuhkan kecintaan terhadap Islam kepada anaknya sejak dini, selalu memelihara bacaan dan hafalan Al-Qur’an, sehingga memberikan kepada pemuda tersebut waktu dan tenaga yang cerah dalam berfikir dan berdakwah, dan pada saat itu pula –yang mana pada saat itu- Islam telah tertutupi oleh kehidupan yang bebas dan politik yang rusak, tampak menjadi asing –bahkan aneh dan tidak wajar- melihat seorang pemuda yang begitu besar komitmennya terhadap ajaran Islam sampai pada masalah waktu, atau dalam menunaikan ibadah shalat dengan penuh kedisiplinan.
Maka dari itu imam “Al-Banna” kehidupannya adalah islam dan tidak ada yang lain dalam diri dan hidupnya kecuali Islam. Hal itu tampak juga dengan jelas pada beberapa lembaga atau yayasan yang sejak kecil beliau loyal kepadanya, yang kesemuanya merupakan lembaga atau yayasan Islam, seperti “Jam’iyyah As-Suluk wal Akhlak” dan “Jama’ah An-Nahyu Al-Munkar”, dan beliau juga memiliki hubungan yang erat dengan harakah sufiyah yang pada saat itu marak tersebar di berbagai pelosok daerah dan kota di Mesir.
Sejak kecil, Hassan al-Banna sudah menunjukkan tanda-tanda kecermelangan otaknya. Hassan al-Banna lulus sekolah dngan predikat terbaik di sekolahnya dan kelima terbaik di seluruh Mesir. Di usia 16 tahun, ia telah menjadi mahasiswa di perguruan tinggi Dar al-Ulum, Universitas Kairo. Selain itu, ia juga memiliki bakat kepemimpinan yang cemerlang. Hassan al-Banna selalu terpilih menjadi ketua organisasi siswa disekolahnya. Pada usia 21 tahun, ia bergabung dengan masyarakat untuk tinngkah laku moral. Hal ini menunjukkan bahwa bocah kelahiran 1906 ini sudah tertarik pada masalah keagamaan sejak usia dini.
Sedangkan karir politik Hassan al-Banna tidak jauh berbeda dengan tokoh lain dalam arti gerakannya berawal merupakan murni untuk dakwah namun lambat laun gerakan ini pun menjadi gerakan politik. Karir politiknya dimulai sejak ia mendirikan organisasi Ikhawanul Muslimin (IM) bersama enam orang temannya pada tahun 1928. Apalagi ketika Hassan al-Banna pindah mengajar ke Kairo pada tahun 1930-an. Kegiatan IM pun ulai merambah ke bidang politik. Mereka berupaya mewujudkan dunia Islam yang bersih serta menolak sekulerisasi dan westernisasi.
Tujuan dari pendirian organisasi tersebut adalah untuk memberi pemahaman Islam yang benar. Menurutnya, Islam adalah merupakan akidah, sarana untuk beribadah, tanah air, kewarganegaraan, kelapangan, kekuatan, akhlak, alat untuk mencari materi, kebudayaan, dan perundang-undangan. Beberapa tokoh yang tergabung di dalamnya, antara lain Sayyid Quthb dan Yusuf Al-Qaradhawi.
Dan, keberadaan organisasi Ikhwanul Muslimin ini mampu memberikan semangat baru bagi generasi muda Islam untuk bangkit dan bersama-sama memperjuangkan Islam, sesuai tuntunan Alquran dan Sunah Nabi SAW.
Munculnya organisasi ini disebabkan adanya fenomena perang Salib, keragaman pendapat dan gagasan tokoh Muslim, seperti Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh. Di samping itu, kemunculannya juga disebabkan adanya pengaruh sufi dan tarekat serta gerakan ideologi politik.
Bagi al-Banna kegiatan politik adalah salah satu bagian dari missi Ihwan. Karena Ikwan adalah harakah Islam yang integral. Ia secara aktif menunjukkan pandangannya dalam upaya perbaikan kondisi umat. Landasan utamanya adalah syari’ah Islam.
Gerakan politiknya seperti ketika banyaknya terjadi penyelewengan di Mesir seperti politik pemerintah semakin cenderung untuk memelihara kepentingan Barat. Terusan Suez sebagai jalan perhubungan penting antara Barat dan Timur berada di tangan asing. Di Palestina kekuatan Zionis internasional semakin mengkristal untuk mendirikan negara nasional Yahudi yang mengancam eksistensi umat Islam dan bangsa Arab. Sementara itu, para penguasa Arab lebih banyak membuat kebijakan yang dapat mempertahankan kepentingan mereka daripada kepentingan rakyat. Di pihak lain, Al-Azhar sebagai lembaga keagamaan tertua di dunia Islam bersikap melempem dan sulit untuk dijadikan panutan bagi sebuah pembaruan yang sejalan dengan semangat Islam.
Sebagai organisasi pergerakan, Al-Ikhwan tak mau membiarkan kondisi yang tidak sejalan dengan tuntutan Islam itu berjalan terus. Melalui media dan sarana yang dimilikinya (surat kabar, majalah, pamlet, surat terbuka, pidato, khutbah, rapat umum dan lain-lain), organisasi ini memberikan imbauannya kepada rakyat dan pemerintah agar mengambil garis Islam dalam semua kebijakan.
Tindakan IM ini menjadi benturan yang tak terhindarkan antara pemerintah Mesir. Banyak anggota IM yang menilai pemerintah Mesir telah berkhianat pada kepntingan nasionalisme Mesir sendiri.
C. Pemikiran
Bila dilihat dari segi pemikiran, maka pemikiran dari Hassan Al-Banna sendiri dapat digolongkan kepada pemikiran revivalis / modernisme islam yang merupakan respon dari kemerosotan ummat islam dan merajalelanya imperialisme barat pada waktu itu. ia menyatakan perlunya reformasi islam. Pemikiran ini menyalahkan kemerosotan internal masyarakat muslim, impotensi, kemunduran mereka, serta ketidakmampuan mereka untuk menjawab tantangan kolonialisme Eropa dengan cara taklid (mengikuti sepenuhnya tanpa pemahaman) buta kepada masa lalu. Para reformis ini menekankan pada semangat, keleturan, dan keterbukaan yang menjadi ciri khas awal perkembangan Islam. Modernisme Islam adalah suatu proses otokritik internal, suatu perjuangan untuk mendefinisikan kembali Islam guna menunjukkan relevansinya dengan situasi-situasi baru yang melingkupi muslim ketika masyarakat mereka dimodernisasikan.
Pemikiran imam al-Banna dan dakwahnya adalah Islam. Tidak ada unsure selain Islam. Dan ia tidak pernah mencampuradukkan Islam dengan unsure lsin sedikitpun, berupa agama, aliran atau kepercayaan selain Islam. Imam al-Banna tidak membawa agama baru atau pemikiran baru, namun yang ia bawa adalah apa yang telah disampaikan oleh Nabi Muhammad saw. Oleh arena itu, pemikiran imam al-Banna menjadi istimewa dibandingankan dengan pemikiran yang lain.
Sedangkan pemikiran al-Banna tentang politik yaitu salah satunya mengenai negara (pemerintahan), dalam Nizhamul Hukam Al-Banna menyatakan :
“Islam yang hanif ini mengharuskan pemeintahannya menjadi salah satu penegak dari beberapa penegak sistem sosial yang hadir untuk umat manusia. Islam tidak mentolerir kekacauan, dan tidak membiarkan umat Islam hidup tanpa pemimpin. Rasulullah SAW bersabda kepada para sahabatnya “ Jika engkau berada di suatu negeri yang tidak ada kepemimpinan di dalamnya, maka tinggalkan negeri itu. “ Dalam hadits lain Rasul bersabda “ Jika kalian bertiga, angkatlah salah seorang diantara kalian sebagai pemimpin.”
Dalam risalah Nizhamul Hukam Al-Banna membagi tiang-tiang penyangga pemerintahan islam ke dalam tiga hal yaitu :
A. Tanggung jawab pemerintahan
B. Kesatuan umat
C. Sikap menghargai aspirasi rakyat
Islam dalam pemahaman Al-Banna sangatlah terkait dengan fungsi negara atau pemerintahan sebagai suatu entitas yang memiliki kekuatan dan wewenang, yang diberikan oleh masyarakat (ummat), untuk mengatur urusan-urusan yang berlaku di antara manusia, termasuk menegakkan syariat. dalam salah satu risalahnya ia mengutip perkataan dari Utsman bin Affan ra “Sesungguhnya Allah mencegah dengan kekuasaan sesuatu yang tidak bisa dicegah degnan Al-Quran”
5. AL-MAUDUDI
A. Biografi
Sayyid Abul A’la Maududi (Urdu: سید ابو الاعلىٰ مودودی -) lahir pada 25 September 1903/3 Rajab 1321 yang dilahirkan di kota Aurangabad (Deccan) wilayah Hyderabad India Selatan dan meninggal pada 1 Dzulqa’idah 1399 H/22 September 1979, juga dikenal sebagai Mawlana (Maulana) atau Syeikh Sayyid Abul A’la Mawdudi adalah anak bungsu dari 3 kakak beradik.
Ahmad Hasan, ayahnya Maududi, sangat menyukai tasawuf. Ia berhasil menciptakan kondisi yang sangat religius dan zuhud bagi pendidikan anak-anaknya. Ia berupaya membesarkan anak-anaknya dalam kultur syarif. Karenanya, sistem pendidikan yang ia terapkan cenderung klasik. Dalam sistem ini tidak ada pelajaran bahasa Inggris dan modern, yang ada hanya bahasa Arab, Persia, dan Urdu. Karena itu, Maududi jadi ahli bahasa Arab pada usia muda.
Ia lahir dalam keluarga syarif (keluarga tokoh muslim India Utara) . Keturunannya dari keluarga Qutb ad-Din Maudud yang silsilahnya sampai kepada Sayyidina Husein bin Ali r.a. Keluarga ini terkenal dengan keteguhan dan spritualnya yang tinggi. Dengan bekal ilmu agama dan pemikiran Islamiyahnya yang ditimba dari Syekh Muhyiddin Khan, ayah al-Maududi sangat memperhatikan pendidikan Islam untuk anak-anaknya.
Rasa dekat keluarga ini dengan warisan pemerintahan Muslim India dan kebenciannya terhadap Inggris, memainkan peranan sentral dalam membentuk pandangan Maududi di kemudian hari. Keluarga ini keturunan wali sufi besar tarekat Chishti yang membantu menanamkan benih Islam di bumi India. Keluarga Maududi pernah mengabdi pada Moghul, dan khususnya dekat dengan istana selama pemerintahan Bahadur Syah Zafar, penguasa terahir dinasti itu.
Keluarga Maududi kehilangan statusnya, setelah terjadi pemberontakkan besar dan jatuhnya dinasti Moghul pada 1958. Pengabdian mereka kepada penguasa Muslim menyebabkan mereka dapat terus merasa dekat dengan kejayaan sejarah Muslim di India, karena itu mereka tidak akur dengan pemerintahan Inggris. Keluarga Maududi akhirnya meninggalkan Delhi dan menetap di deccan. Di sana, merea mengabdi pada generasi demi generasi Nizam Hyderabad.
B. Karir Politik dan Pendidikan
Al-Maududi memulai pendidikannya dalam asuhan orang tuanya sendiri, Sayyid Ahmad Hasan. Ayahnya sendiri yang mengajarkan dan membina pendidikan agama serta memilihkan dan memanggil guru ke dalam rumahnya. Pendiidkan yang ditempuhnya bersifat tradisional, dan secara autodidak mempelajari pemikiran-pemikiran Barat. Mengawali pendidikan pertama dalam rumahnya, Maududi belajar Al-Quran, Hadits, Fiqih, Bahasa Urdun, Farsi, dan Bahasa arab, serta telah mengahafal buku Al-muwattha karya Imam Malik di luar kepalanya. Mengetahui kepandaian yang dimiliki anaknya ini ayahnya Maududi pun ingin menjadikannya seorang yang ahli dalam bidang ilmu agama dan seorang aktifis dalam dakwah kepada Allah swt.
Dengan keseriuasan dan perhatian besarnya pada bahasa Arab, amak tak heran pada usia kurang dari tiga belas tahun Maududi sudah dapat menterjemahkan buku “Al-Islam wal Islah” karya Syekh Abdul Aziz Jawisy dari bahasa Arab kepada bahasa Urdun. Pada usia sebelas tahun, Maududi masuk sekolah di Aurangabad. Di sini ia mendapatkan pelajaran modern. Namun, lima tahun kemudian ia terpaksa meninggalkan sekolah formalnya setelah ayahnya sakit keras dan kemudian wafat. Yang menarik, pada saat itu Maududi kurang menaruh minat pada soal-soal agama, ia hanya suka politik. Karenanya, Maududi tidak pernah mengakui dirinya sebagai ‘alim.
Perjalanan karir politik Al-Maududi berawal dari dia menjadi seorang wartawan di surat kabar di Taj, Di sini dia jadi sepenuhnya aktif dalam gerakan khilafah, serta aktif memobilisasi kaum muslim untuk mendukung Partai Kongres. lalu menjadi editor di surat kabar di muslim, dan kemudian editor al-Jam’iyat (1925-1928), yang diterbitkan oleh Jam’iyat-i ‘Ulama-i Hind,sebuah partai politik. Hasil kepimpinannya sebagai editor , al-Jam’iyat menjadi surat kabar utama untuk orang Islam di Asia Selatan ( India, Pakistan, Bangladesh , Sri Langka dan Maldive).
Pada 29 agustus 1941 di Lahore, Maududi mendirikan partai Jama’at Islamiyah. Partai ini merupakan perwujudan dari visi ideology Abu A’la al-Maududi. Pada saat yang sama di mesir berdiri Ikhwanul Muslimin di bawah komando s-syahid Imam Hasan al-Banna. Gerakan yang di bawa al-Maududi di anak benua India Pakistan inimemilki peranan penting dan menjadi tiitk tolak dalam memperbaiki dan meluruskan pemikiran-pemikiran dan konsep Islam, serta menyuguhkan dan menjelaskan akidah Islam yang benar. Semua ini dibangun atas slogan, “ Umat terakhir ini tidak akan baik kecuali jiak mereka melakukan perbaikan seperti apa yang telah dilakukan pendahulu mereka sebelumnya.”
Maududi terlibat dalam politik Islam sejak 1938, dengan tujuan melindungi kepentingan muslim. Beliau menentang tindakan mengakomodasi partai Kongres. Beliau percaya bahwa pretense secular Parta kongres mengaburkan janjinya untuk mendirikan peerintahan Hindu, yang berarti akhir Islam di India. Maududi memimpin jama’at Islamiyah hingga tahun 1971.
C. Pemikiran
Pemikiran Maududi yang terkenal ialah “ Islam bukan system filsafat kehidupan semata. Islam adalah system hidup universal dan total. Selama kita belum mewujudan system Islam secara nyata, maka kita tidak akan mampu memberikan pengabdian kepada Islam melalui kata-kata dan pembicaraan.”
Di dalam pemikirannya Abu A’la al-Maududi berdasarkan kepada Al-Quran dan As-Sunnah. Ia sangat terpengaruh oleh gerakannya Syekh Muhammad Abdul Wahab. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Syekh ini sangat terkenal dalam kekerasan dan kegencarannya membersihkan aqidah dari debu-debu kemusyrikan dan perlunya kembali kepada sumber Islam yang murni. Maududi pun sedikit banyak terkena terpengaruh filosof muslim Muhammad Iqbal yang telah melahirkan gagasan pemindahan Pakistan dari India.
Pemikiran al-Maududi yang terkenal mengenai konsep theo-demokrasi merupakan konsep sistem politik Islam. Konsep itu dituangkan dalam bukunya yang terkenal Al-Khilafah wa al-Mulk (Khilafah dan Kerajaan) yang terbit di Kuwait tahun 1978.
Seperti dapat diduga dari istilahnya, konsep theo-demokrasi adalah akomodasi ide theokrasi dengan ide demokrasi. Namun, ini tak berarti al-Maududi menerima secara mutlak konsep theokrasi dan demokrasi ala Barat. Al-Maududi dengan tegas menolak teori kedaulatan rakyat (inti demokrasi), berdasarkan dua alasan. Pertama, karena menurutnya kedaulatan tertinggi adalah di tangan Tuhan. Tuhan sajalah yang berhak menjadi pembuat hukum (law giver). Manusia tidak berhak membuat hukum. Kedua, praktik “kedaulatan rakyat” seringkali justru menjadi omong kosong, karena partisipasi politik rakyat dalam kenyataannya hanya dilakukan setiap empat atau lima tahun sekali saat Pemilu. Sedang kendali pemerintahan sehari-hari sesungguhnya berada di tangan segelintir penguasa, yang sekalipun mengatasnamakan rakyat, seringkali malah menindas rakyat demi kepentingan pribadi.
Namun demikian, ada satu aspek demokrasi yang diterima Al-Maududi, yakni dalam arti, bahwa kekuasaan (Khilafah) ada di tangan setiap individu kaum mukminin. Khilafah tidak dikhususkan bagi kelompok atau kelas tertentu. Inilah, yang menurut Al-Maududi, yang membedakan sistem Khilafah dengan sistem kerajaan. Dari sinilah al-Maududi lalu menyimpulkan,”Dan ini pulalah yang mengarahkan khilafah Islamiyah ke arah demokrasi, meskipun terdapat perbedaan asasi antara demokrasi Islami dan demokrasi Barat…”
Mengenai theokrasi, yang juga menjadi akar konsep theo-demokrasi, sebenarnya juga ditolak oleh Al-Maududi. Terutama theokrasi model Eropa pada Abad Pertengahan di mana penguasa (raja) mendominasi kekuasaan dan membuat hukum sendiri atas nama Tuhan. Meskipun demikian, ada anasir theokrasi yang diambil Al-Maududi, yakni dalam pengertian kedaulatan tertinggi ada berada di tangan Allah. Dengan demikian, menurut Al-Maududi, rakyat mengakui kedaulatan tertingggi ada di tangan Allah, dan kemudian, dengan sukarela dan atas keinginan rakyat sendiri, menjadikan kekuasaannya dibatasi oleh batasan-batasan perundang-undangan Allah SWT.
Walhasil, secara esensial, konsep theo-demokrasi berarti bahwa Islam memberikan kekuasaan kepada rakyat, akan tetapi kekuasaan itu dibatasi oleh norma-norma yang datangnya dari Tuhan. Dengan kata lain, theo-demokrasi adalah sebuah kedaulatan rakyat yang terbatas di bawah pengawasan Tuhan. Atau, seperti diistilahkan Al-Maududi, a limited popular sovereignty under suzerainty of God. Dalam bukunya yang lain, yaitu Islamic Law and Constitution, Al-Maududi menggunakan istilah divine democracy (demokrasi suci) atau popular vicegerency (kekuasaan suci yang bersifat kerakyatan) untuk menyebut konsep negara dalam Islam.
6. AL-KHOMEINI
A. Biografi
Imam Khomeini lahir pada 20 Jumadil Akhir 1320H (bertepatan dengan hari Kelahiran Putri Nabi saw Fatimah az-zahra as)/ 24 September 1902 di kota Khomein, Barat Daya Teheran. Keluarganya tidak saja dikenal taat beragama, bahkan ayahnya yang bernama Ayatullah Sayyid Musthafa al-Musawi seorang ulama sholeh yang terkenal dan terkemuka dengan gelar keagamaan Fakhr al-mujathidun (Kebanggaan Mujtahid), sementara ibunya bernama sayyidah Hajar, merupakan cucu ulama ternama Ayatullah al-Khunsari, keduanya adalah keturunan langsung dari putri Nabi saw, Fatimah al-zahra as dan Imam Ali bin Abi Tholib as. Nama lengkap Imam Khomeini adalah Ruhullah. Pada usia lima bulan, tanggal 11 zulqoidah, ayah Imam Khomeini Sayyid Musthafa meninggal dunia syahid di tangan agen pemerintah dinasti Qajar yang bernama Jafar Quli Khan dan Ridha Quli Sultan. Beliau meninggalkan Tiga Putra yang merupakan kakak Imam Khomeini, yakni Sayyed Murtadha (dikenal dengan nama Ayatullah Pasandideh), Sayyid Nur al-din. Pada usia Lima belas tahun Ibunda dan bibinya, sahibah Hanum, yang banyak berperan membina kepribadian Imam Khomeini wafat, sehingga imam Khomeini diasuh oleh kakaknya Ayatullah sayyid Murtadha Pasandideh.
Wafatnya orang-orang yang paling disayangi itu dalam usianya yang masih amat muda, tak urung memukulnya. Menurut riwayat, ia pun besar sebagai anak muda yang serius, banyak merenung, bahkan menyendiri di padang pasir di dekat tempat kediamannya.
Pada usia tiga puluh tahun, ia menikah dengan putri seorang agamawan terkemuka dan hingga wafatnya memiliki dua orang putra dan tiga orang putri. Putranya, Musthafa Khomeini seorang Hujjatul Islam muda terkemuka, sekaligus tangan kanan ayahnya. Sedangkan yang kedua, Ahmad Khomeini juga seorang Hujjatul Islam, yang kemudian menggantikan posisi kakaknya menjadi salah seorang tokoh berpengaruh di Republik Islam iran (RII). Diantara putrid-putrinya, Zahra Mushafawi adalah seorang doctor dan dosen filsafat di salah satu universitas di Iran.
B. Karir Politik dan Pendidikan
Pendidikan pertama yang dikenyam oleh Imam Khomeini sejak masa kanak-kanak ialah belajar al-Quran. Kemudian baca tulis arab dan persia, setelah mahir dalam keduanya imam segera mendalami Bahasa dan sastra Arab, Fikih, Logika, dan kemudian Ushul Fikih. Dalam mempelajari ilmu logika dan sintaksis(Nahwu/kalimat) bahasa Arab Ruhullah Khomeini dibimbing kakak dan kakak iparnya, Haji Mirza Ridha Najafi. Pada usia sembilan belas tahun merantau ke kota Arak untuk mendalami ilmu-ilmu yang telah dipelajarinya. Selain menekuni ilmu Fikih yang memang maju dan berkembang pesat di dunia syiah, Imam Khomeini juga menekuni filsafat, astronomi dan Irfan.
Guru utamanya dalam bidang Fikih adalah Ayatullah Syeikh Abdul Karim Hairi. Dalam bidang Irfan ialah Ayatulah Mirza Muhammad Ali Syahabadi, ahli Irfan paling terkemuka di zamannya.Diantara guru-guru Ruhullah Khomein adalah ulama-ulama, mereka antara lain Mirza Mahmud, pelajaran membaca dan menulis. Sheikh Jafar, sepupu Imam yang mengajar bahasa Arab pada imam saat imam berusia 7 tahun.- Haji Mirza Muhammad Mahdi, mengajar buku teks tentang logika dan tata bahasa Arab (Jami Muqaddimat). Haji Mirza Risha Najafi, ipar laki-lakinya yang mengajarnya ilmu Mantiq.Ayatullah Pasandideh, kakaknya, yang mengajar pendalaman ilmu logika, kaligrafi dan sintaksis. Syaikh Muhammad Gulpaigani, guru pendalaman mantiq di kota Arak.Setelah beberapa waktu menimba ilmu di Kota Arak, Imam Khomeini menuju Qum.
Di Qum ia tinggal di Madrasah dar al-Syifa dan memulai satudasawarsa studi langsung dibawah Syaikh Abdul Karim Hairi, meliputi Fikh dan Ushul Fikh.Pada masa-masa awal di Qum inilah Imam Khomeini mendalami penggalian di bidang Hikmah (filsafat) dan Irfan (Tasawuf), studi yang berhubungan dengan penyerapan kebenaran tertinggi secara rasional dan gnostik (marifat) yang telah berkembang lama di kalangan syiah islam. Pembimbing pertamanya adalah Mirza ali Akbar Yazdi (Murid Hadi Sabzawari, pengarang termashur buku Syarh-i Manzumah). Pembimbing lainnya adalah Mirza Aqa Javad Maliki Tabrizi. Guru utamanya dalam gnosis dan tasawuf adalah muhammad Ali Syahabadi, yang disebutnya guru kita dalam teosofi.
Sedangkan karir politik Ruhulullah Al-Khomeini bermula pada sekitar tahun 1963, setelah tergulirnya rezim nasional Mushaddiq pada masa itu. Khomeini, pada waktu baru bergelar Hujjatul Islam, ia secara blak-blakan sudah berani menuding Reza Syah sebagai budak Ingris, tiran, koruptor, dan penguasa anti-Islam. Akhirnya karena pidatonya yang mengecam Syah secara terbuka. Pada tahun itu juga 1963, Ayatullah Khomeini ditangkap polisi dan tentara rahasia Syah setelah menyampaikan pidatonya di madrasah yang dipimpinnya dikota Qum. Keesokan harinya, para pendukungnya turun ke jalan-jalan, menuntut pembebasan pemimpin mereka. Akibat tekanan rakyat, kurang dari setahun setelah penangkapan, Ayatullah Khomeini dibebaskan dari tahanan. Namun, setelah penangkapan itu aksi-aksi Khomeini bukannya teredam malah semakin memperhebat serangannya kepada rezim yang berkuasa. Ia pun dijeboloskan kembali ke penjara, yang disusul dengan pengasingannya ke Bursa di Turki, lalu dipindahkan kembali pengasingannya ke kota Najaf.
Berawal dari Najaf karir politik Khomeini malah berkembang karena akhirnya ia menuju Negara Paris dan pemerintahan sana pun menerima kehadirannya. Terbukti, keberadaannya di salah satu Negara Barat itu berperan besar dalam memberi ia akses publisitas bagi aktivitas-aktivitasnya memimpin pergolakan di dalam negeri Iran. Peristiwa-peristiwa tersebut yang akhirnya mengantarkan pada peristiwa tegaknya suatu Republik Islam di Iran.
C. Pemikiran
Pemikiran Ayatullah Khomeini ini banyak berhubungan dengan konsep politik. Konsep politik Khomeini sebenarnya bukan gagasan-gagasan yang benar-benar baru karena menurutnya persolan keperluan akan suatu Negara Islam adalah suatu kenyataan yang segera bisa disepakati, khususnya di kalangan Syi’ah.
Menurutnya, semua Muslim tahu bahwa Islam merupakan agama yang memilki seperangkat hokum berkenaan dengan masalah-masalah social yang harus dilaksanakan oleh kau Muslim sebagai suatu kesatuan sosial. Diwajibkannya kaum Muslim untuk menaati ulu al-amri, disamping Allah dan rasulnya, berarti diwajibkannya kaum Muslim membentuk pemerintahan. Sebab, menurutnya, tak ada gunanya suatu peraturan tanpa adanya kekuasaan eksekutif yang memaksakan pelaksanaan hokum Islam, khususnya sebagian daripadanya yang merupakan kewajiban. Tidak ada dasar untuk mengesampingkan kewajiban membayar zakat, Jizyah, Kharaj, khumus, dan sebagainya. Demikian pula, tak ada dasar untuk mengesampingkan kewajiban pelaksanaan qishash dan hudud. Kewajiban membentuk Negara dan pemerintahan Islam juga tampak dari kewajiban menjaga integritas wilayah Islam.
Negara, menurut Imam Khomeini adalah instrument bagi pelaksanaan undang-undang Tuhan di muka bumi. Tidak seperti dalam Negara demokrasi (murni), pada dasarnya tak ada hak Negara yakni lembaga legislative, sebagai wakil rakyat (demos) untuk emmbuat undang-undang. Otoritas membuat undang-undang dan kedaulatan ada di tangan Allah.
Gagasan-gagasan Imam Khomeini tidak sekedar untuk masyarakat syiah dan Iran. Imam Khomeini percaya bahwa Islam satu-satunya yang dapat menyelamatkan
kehidupan ummat manusia dari keterbelakangan dan kehancuran. Islam bukan hanya
hubungan mahkluk dengan khaliqnya saja atau ibadah mahdhah, tetapi sekaligus
mencakup berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk masalah kekuasaan dan
negara. Imam percaya hadis-hadis sosial politik lebih banyak dari hadis-hadis
ibadah mahdhah. Imam percaya bahwa agama dan politik tidak dapat dipisahkan,
bahkan politik adalah bagian dari agama itu sendiri. Imam menganggap pemisahan
agama dan politik adalah politik musuh-musuh Islam untuk memperlemah posisi
Islam dan bahwa kemunduran islam dewasa ini karena melepaskan agama dari
kehidupan politiknya.
Imam khomeini meyakini bahwa musuh terbesar Islam dan kaum muslimin, bahkan ummat manusia, adalah kaum mustakbirin, yaitu para pecongkak dunia yang
menguasai sentra-sentra kekuasaan di berbagai belahan dunia dan memaksakan
kehendaknya terhadap orang-orang lemah. Untuk itu imam mengajak seluruh
masyarakat muslimin untuk bersatu melawan mereka.
7. GAMAL ABDUL NASER
A. Biografi
Gamal Abdel Nasser atau Jamal ‘Abd an-Nasir, adalah presiden ke-22 Mesir dan salah satu tokoh yang paling penting di dunia modern. Gamal Abdel Nasser lahir pada 15 Januari 1918 di sebuah desa kecil Bani Morr, di lembah Sungai Nil. Ia adalah putra pertama dari Fahima dan Abdel Nasser dan kemudian diikuti oleh dua saudaranya yaitu, Izz al-Arab dan al-Leithi.
Ayah Gamal, Abdel Nasser Hussein, lahir pada 11 Juli 1888 di Beni Mur, sebuah desa dekat kota Asyut di selatan Mesir, Khalil Sultan Hussein. Abdel Nasser Hussein memiliki enam saudara laki-laki dan satu saudara perempuan. Pada bulan Maret tahun 1904 Abdel Nasser Al-Najah Al-Ahlya sekolah dasar di Alexandria. Dengan ijazah SD ia masuk layanan pos pada tahun 1908 atau 1910 dan menikah pada tahun 1917 Fahima Hamad, putri Muhammad Hamad, [1] pedagang batu bara dan kontraktor berasal dari Mallawi, Minya.
Nasser menikah dengan Tahia Kazim, 22 tahun, putri seorang kaya raya di Iran ia seorang pedagang teh dan ibu Mesir, pada tahun 1944. Orang tua Tahia telah meninggal dalam kehidupan awal Tahia dia diperkenalkan kepada Nasser melalui kakaknya Kazim Abdel Hamid, seorang pedagang teman Nasser, pada tahun 1943. Setelah pernikahan mereka, pasangan itu kemudian pindah ke sebuah rumah di Manshiyat al-Bakri, pinggiran kota Kairo, di mana mereka tinggal selama sisa hidup mereka. Gamal masuk ke korps perwira kehidupannya terjamin dia dibayar relatif baik pekerjaan di masyarakat di mana kebanyakan orang hidup dalam kemiskinan. Namun, Nasser masih jauh di katakana sebagai orang kaya elit di Mesir dan meneruskan kebencian mereka yang dilahirkan dalam kekayaan dan kekuasaan. Mereka memiliki lima anak-tiga putra dan dua putri-yaitu:
• Hoda (lahir 1946)
• Mona (lahir 1947)
• Khaled (lahir 1948)
• Abdel Hamid
• Abdel Hakim (lahir 1955)
Gamal Abdul Nasser meninggal disebabkan karena penyakit jantung dua minggu setelah peperangan usai pada 28 September 1970. Sepeninggalnya Gamal Abdul Nasir sebagai presiden lalu kedudukannya digantikan oleh Anwar Sadat sebagai presiden Mesir.
B. Karir Pendidikan dan Politik
Gamal memulai sekolah dasar untuk anak-anak karyawan kereta api sampai ia dikirim pada tahun 1924 untuk tinggal bersama paman dari pihak ayah, Khalil Hussein, di Kairo. Gamal saling berkirim surat dengan ibunya dan mengunjunginya di hari libur. Ketika Gamal kembali ke Khatatba, ia mengetahui bahwa ibunya telah meninggal.
Pendidikan Gamal Abdul Naser berlangsung di sekolah Banny Mur’s Alquran dan kemudian dilanjutkan di Ras el Tin sekolah di Alexandria. Nasser juga menghabiskan 10 tahun di Kairo, ibukota Mesir sampai dia menerima ijazah SMA-nya dari “Nahda” sekolah pada tahun 1937.
Karir pendidikan dan politik Gamal Abdul Naser saling berdampingan karena karir politik Gamal sudah dimulai sejak ia duduk dibangku sekolah. Seperti pada waktu di sekolah dasar Nasser telah mulai berpartisipasi dalam demonstrasi politik sementara dia adalah seorang anak laki-laki yang masih kecil. Pada demonstrasi pertama, ia dilaporkan memukul di wajah oleh tongkat polisi dan ditahan selama dua hari. Pada bulan Maret 1937, Nasser dikirim ke Akademi Militer Mesir di mana ia lebih berkonsentrasi pada studi untuk menjadi seorang perwira tentara. Selama pelatihan di Akademi Militer, Nasser bertemu Abdel Hakim Amer dan Anwar Sadat dan mengembangkan persahabatan. Setelah selesai latihan, Nasser telah diposting di Mankabad kota.
Pada tahun 1943, setelah beberapa tahun dinas di Mesir Hulu dan Sudan, ia menjadi instruktur di akademi militer dan kemudian di sekolah staf angkatan bersenjata. Ia aktif dalam gerakan Mesir menentang penjajahan dan kekuasaan asing ketika di Akademi Militer. Gamal Abdul Nasser berpangkat Mayor ketika terlibat dalam Perang Kemerdekaan Israel pada tahun 1948. Selama tahun 1948-1949 ia ikut mengambil bagian dalam perang kemerdekaan Israel yang membawa kegagalan melawan negara baru Israel. Dalam konflik ini, ia memerintahkan posisi dari “saku Faludja,” selatan-barat Yerusalem, di mana tiga batalyon Mesir itu dikepung selama lebih dari 2 bulan oleh pasukan Israel. Nasser dengan berani menolak dengan pasukannya sampai gencatan senjata dinyatakan. Ketika perdamaian tercapai, Gamal Abdel Nasir kembali ke Mesir. Pada tahun 1952, Gamal Abdel Nasser memimpin Angkatan Bersenjata Mesir dalam kudeta yang menggulingkan Raja Farouk I.
Gamal Abdul Nasser muncul di peta politik ketika Mesir dilanda kesulitan ekonomi. Pada waktu itu Amerika Serikat dan Uni Soviet mencari pengikut di Timur Tengah. Di Mesir rakyat di desa menyerbu kota untuk mencari pekerjaan. Sementara pemerintah disibukkan oleh pergulatan politik yang tiada habis-habisnya. Sedang Raja Farouk yang memerintah terlalu boros dan suka berfoya-foya. Dalam situasi yang demikian, muncul Nasser yang membantu Jenderal Mohammad Naguib menggulingkan Sang Raja. Pada waktu itu usia Nasser baru 34 tahun. Mereka melancarkan pemberontakan dan menangkap Raja Farouk besserta keluarganya, lalu diasingkan. Tahun 1958 Nasser mencabut kewarganegaraan Farouk dan membekukan hartanya. Ironis bagi bekas Sang Raja, karena setelah itu masyarakat internasional meninggalkannya. Tapi Naguib hanya berkuasa sekitar 10 bulan karena digulingkan oleh Nasser sendiri. Ia dikenakan tahanan rumah sampai 1973. Naguib kemudian hidup sebagai orang biasa di Kairo dan meninggal tahun 1965. Dengan janji akan memberikan kesejahteraan, Nasser berhasil menanamkan pengaruh di kalangan rakyat. Apalagi ia juga mendapat dukungan dari Angkatan bersenjata.
Tahun 1956 Nasser benar-benar membuat kejutan yang di kelak kemudian hari membawa Mesir menjadi salah satu Negara Arab yang diperhitungkan. Mesir menasionalisasikan Terusan Suez. Tindakan ini membuat Barat marah besar karena dengan sendirinya kapal-kapal mereka tidak bebas lagi lalu lalang di terusan itu. Inggris, Perancis dan dibantu Israel punya alasan untuk menyerang Mesir. Inggris dan Perancis ingin mengambil keuntungan dengan mengawasi Terusan Suez. Sedang Israel ingin ”menghukum” Nasser karena mengizinkan pejuang Palestina membangun kekuatan di Jalur Gaza. Hanya dalam waktu dua hari pasukan Israel berhasil menduduki Terusan Suez. Tetapi Amerika Serikat melihat situasi tersebut cukup membahayakan. Presiden Eisenhower menuntut pasukan Inggris dan Perancis segera ditarik mundur dari wilayah Mesir dan digantika pasukan PBB. Nasser menang, apalgi salah satu keputusan berbunyi, ”Semua negara boleh menggunakan Terusan Suez kecuali Israel !” Bangsa Arab memberi penghormatan tinggi kepada Nasser dan keneradaannya bisa mengangkat harga diri, harkat dan martabat mereka. Bisa dibilang Nasser adalah pemimpin Arab modern pertama yang menempuh jalan sosialis.”
Pada masa pemerintahannya, Gamal Abdul Nasser membangkitkan Nasionalisme Arab dan Pan Arabisme, menasionalisasi terusan Suez yang mengakibatkan krisis Suez yang membuat Mesir berhadapan dengan Perancis, Inggris dan Israel yang memiliki kepentingan terhadap terusan itu. Krisis ini berakhir dengan keputusan dunia Internasional yang menguntungkan Mesir serta terusan Suez resmi berada dalam kedaulatan Mesir. Kemudian mengadakan proyek infrastruktur besar-besaran diantaranya adalah proyek Bendungan Aswan dengan bantuan pemerintah Uni Soviet.
Setelah kalah dalam Perang Enam Hari dengan Israel pada tahun 1967, Gamal Abdul Nasser ingin menarik diri dari dunia politik tetapi rakyat Mesir menolaknya. Gamal Abdul Nasser sekali lagi memimpin Mesir dalam Peperangan 1969-1970.
C. Pemikiran
Pemikiran Gamal Abdul Naser terutama dalam hal politik ia termasuk pemikir yang pragmatis, setia di atas semua untuk Mesir patriotisme. Dia tidak menyukai kekerasan dan ekstrim kegiatan revolusioner. Meskipun ia tertarik selama beberapa waktu oleh mimpi hegemoni politik atas dunia Arab, dengan keinginan itu tetap marah dengan kebutuhan dan keadaan pada saat itu. Tujuan utamanya selalu perkembangan Mesir menjadi bangsa modern tanpa mengorbankan kemerdekaan penuh.
Gamal merupakan seorang tokoh yang dengan pemikiran sosialisme Islamnya di Mesir. Presiden Gamal Abdul Nasser ketika ia menjadi pemimpin di Mesir mengubah titik berat kebijaksanaannya dari cita-cita persatuan Arab menuju masalah-masalah dalam negeri. Nasser menunjuk sosialisme sebagai cara yang paling efektif untuk mengubah Mesir menjadi negara industri modern yang menjamin keadilan dan persamaan bagi semua warganya. Nasser kemudian menjadikan sosialisme Islam sebagai ideologi resmi negara. Itulah sebabnya dia disebut sosialisme Islam versi resmi.
Gamal mengklaim sosialismenya di Mesir bertujuan menghapus perbedaan kelas, membebaskan kaum tertindas, serta mengamankan hak-hak mereka. Berkaitan dengan kelas, tujuan sosialisme Islam di Mesir bukanlah menciptakan masyarakat tanpa kelas, tetapi menciptakan kondisi ketika kelas-kelas yang berbeda di dalam masyarakat menjalankan fungsinya secara sah, bebas dari dominasi dan pemerasan, serta hidup berdampingan secara damai. Dengan singkat sosialisme Islam ala Mesir bisa dirumuskan sebagai ideologi yang menjamin keadilan sosial dengan memupuk kesetiakawanan dan saling menolong di antara individu, melarang penumpukan kekayaan, dan penghormatan hak-hak kaum fakir miskin.
8. TAQIYYUDDIN AN-NABHANI
A. Biografi
Syaikh Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Musthafa bin Ismail bin Yusuf An Nabhani. Dikenal dengan nama An-Nabhani. Nama An Nabhani dinisbahkan kepada kabilah Bani Nabhan, satu kabilah Arab penghuni padang sahara di Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim, wilayah Haifa, Palestina Utara.
Syaikh Taqiyuddin An Nabhani dilahirkan di daerah Ijzim pada tahun 1909. Beliau mendapat didikan ilmu dan agama di rumah dari ayah beliau sendiri, seorang syaikh yang faqih fid din. Ayah beliau seorang pengajar ilmu-ilmu syariah di Kementerian Pendidikan Palestina. Ibu beliau juga menguasai beberapa cabang ilmu syariah, yang diperolehnya dari ayahnya, Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf An Nabhani. Beliau ini adalah seorang qadhi (hakim), penyair, sastrawan, dan salah seorang ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyah.
Syaikh Yusuf, seperti yang dimuat di dalam buku ¬At-Tarâjum adalah: Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan bin Muhammad an-Nabhani asy-Syafi‘i, Abu al-Mahasin, seorang sastrawan, penyair dan sufi. Beliau termasuk qadhi senior. Beliau memangku jabatan sebagai qâdhî di Qishbah Jenin, termasuk provinsi Nablus. Beliau berpindah ke Konstantinopel. Lalu beliau diangkat menjadi qâdhî di Kiwi Sanjaq, termasuk provinsi Moushul. Berikutnya beliau menjabat sebagai kepala Mahkamah al-Jaza’ di Ladzaqiyah, kemudian di al-Quds. Lalu beliau menjabat kepala Mahkamah al-Huquq di Beirut. Beliau memiliki banyak karya yang jumlahnya mencapai 48 buah karya (buku).
Pertumbuhan Syaikh Taqiyuddin dalam suasana keagamaan yang kental seperti itu, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan kepribadian dan pandangan hidup beliau. Syekh Taqiyyuddin an-Nabhani telah hafal Al-Quran seluruhnya dalam usia yang relaif muda, ketika usianya di bawah usia 13 tahun.
B. Karir Pendidikan dan Politik
Pendidikan Taqiyyuddin kurang lebihnya banyak dipengaruhi oleh kakeknya Syaikh Yusuf an-Nabhani, dan menimba ilmu beliau yang luas. Syaikh Taqiyuddin juga sudah mulai mengerti masalah-masalah politik yang penting, mengingat kakek beliau mengalami langsung peristiwa-peristiwanya karena mempunyai hubungan erat dengan para penguasa Daulah Utsmaniyah saat itu. Beliau banyak menarik pelajaran dari majelis-majelis dan diskusi-diskusi fiqih yang diselenggarakan oleh kakek beliau, Syaikh Yusuf An Nabhani. Kecerdasan dan kecerdikan Syaikh Taqiyuddin yang nampak saat mengikuti majelis-majelis ilmu tersebut telah menarik perhatian kakeknya. Oleh karenanya, kakek beliau begitu memperhatikan Syaikh Taqiyuddin dan berusaha meyakinkan ayah beliau –Syaikh Ibrahim bin Musthafa– mengenai perlunya mengirim Syaikh Taqiyuddin ke Al Azhar untuk melanjutkan pendidikan beliau dalam ilmu syariah
Syaikh Taqiyuddin menerima pendidikan dasar-dasar ilmu syariah dari ayah dan kakek beliau, yang telah mengajarkan hafalan Al Qur’an sehingga beliau hafal Al Qur’an seluruhnya sebelum baligh. Di samping itu, beliau juga mendapatkan pendidikannya di sekolah-sekolah negeri ketika beliau bersekolah di sekolah dasar di daerah Ijzim. Kemudian beliau berpindah ke sebuah sekolah di Akka untuk melanjutkan pendidikannya ke sekolah menengah. Sebelum beliau menamatkan sekolahnya di Akka, beliau telah bertolak ke Kairo untuk meneruskan pendidikannya di Al Azhar, guna mewujudkan dorongan kakeknya, Syaikh Yusuf An Nabhani.
Syaikh Taqiyuddin kemudian meneruskan pendidikannya di Tsanawiyah Al Azhar pada tahun 1928 dan pada tahun yang sama beliau meraih ijazah dengan predikat sangat memuaskan. Lalu beliau melanjutkan studinya di Kulliyah Darul Ulum yang saat itu merupakan cabang Al Azhar. Di samping itu beliau banyak menghadiri halaqah-halaqah ilmiah di Al Azhar yang diikuti oleh syaikh-syaikh Al Azhar, semisal Syaikh Muhammad Al Hidhir Husain –rahimahullah– seperti yang pernah disarankan oleh kakek beliau. Hal itu dimungkinkan karena sistem pengajaran lama Al Azhar membolehkannya. Meskipun Syaikh Taqiyuddin menghimpun sistem Al Azhar lama dengan Darul Ulum, akan tetapi beliau tetap menampakkan keunggulan dan keistimewaan dalam kesungguhan dan ketekunan belajar.
Syaikh Taqiyuddin telah menarik perhatian kawan-kawan dan dosen-dosennya karena kecermatannya dalam berpikir dan kuatnya pendapat serta hujjah yang beliau lontarkan dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi pemikiran, yang diselenggarakan oleh lembaga-lembaga ilmu yang ada saat itu di Kairo dan di negeri-negeri Islam lainnya. Syaikh Taqiyuddin An Nabhani menamatkan kuliahnya di Darul Ulum pada tahun 1932. Pada tahun yang sama beliau menamatkan pula kuliahnya di Al Azhar Asy Syarif menurut sistem lama, di mana para mahasiswanya dapat memilih beberapa syaikh Al Azhar dan menghadiri halaqah-halaqah mereka mengenai bahasa Arab dan ilmu-ilmu syariah seperti fiqih, ushul fiqih, hadits, tafsir, tauhid (ilmu kalam), dan yang sejenisnya.
Dalam forum-forum halaqah ilmiah tersebut, An Nabhani dikenal oleh kawankawan dan sahabat-sahabat terdekatnya dari kalangan Al Azhar, sebagai sosok yang mempunyai pemikiran yang genial, dengan pendapat yang kokoh, pemahaman dan pemikiran yang mendalam, serta berkemampuan tinggi untuk meyakinkan orang dalam perdebatan-perdebatan dan diskusi-diskusi pemikiran. Demikian juga beliau sangatlah bersungguh-sungguh, tekun, dan bersemangat dalam memanfaatkan waktu guna menimba ilmu dan belajar.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Syaikh Taqiyuddin An Nabhani kembali ke Palestina untuk kemudian bekerja di Kementerian Pendidikan Palestina sebagai seorang guru di sebuah sekolah menengah atas negeri di Haifa. Di samping itu beliau juga mengajar di sebuah Madrasah Islamiyah di Haifa. Beliau sering berpindah-pindah lebih dari satu kota dan sekolah semenjak tahun 1932 sampai tahun 1938, ketika beliau mengajukan permohonan untuk bekerja di Mahkamah Syariah. Beliau lebih mengutamakan bekerja di bidang peradilan (qadha’) karena beliau menyaksikan pengaruh imperialis Barat dalam bidang pendidikan yang lebih besar daripada bidang peradilan, terutama peradilan syar’iy.
Dalam karir politiknya Taqiyyuddin sudah memulai aktivitas sejak remaja karena pengaruh kakeknya juga, yang pernah terlibat diskusi-diskusi dengan orang-orang yang terpengaruh peradaban Barat. Perdebatan-perdebatan politik dan aktivitas geraknya di antara mahasiswa di Al-Azhar dan di kuliyah Darul Ulum, telah menyingkapkan pula kepeduliannya akan masalah-masalah politik.
Aktivitas politiknya juga dilakukan ketika ia melakukan khutbah-khutbah karena disetiap khutbahnya sering melontarkan berbagai masalah politik yang disampaikan apda acra-acara keagmaan di masjid-masjid. Dalam kesempatan itu ia selalu meyerang system-sistem pemerintahan yang keliru, dengan menyatakan bahwa semua itu merupakan rekayasa penajjah Barat, agar dapat terus mencengkram negeri-negeri Islam. Ia tak segan-segan untuk emmbongkar strategi-strategi politik Negara-negara Barat dan membeberkan niat-niat mereka untuk menghancurkan Islam dan umatnya. Taqiyyuddin juga berpandangan bahwa kaum muslimin berkewajiban mendirikan partai politik yang berasaskan Islam.
Ketika beliau pindah pekerjaan ke bidang peradilan, beliau pun lalu mengadakan kontak dengan para ulama yang pernah beliau kenal dan beliau temui di Mesir. Kepada mereka beliau mengajukan ide untuk membentuk sebuah partai politik yang berasaskan Islam untuk membangkitkan kaum muslimin dan mengembalikan kemuliaan dan kejayaan mereka. Untuk tujuan ini pula, beliau berpindah-pindah dari satu kota ke kota lain di Palestina dan mengajukan ide yang sudah mendarah daging dalam jiwa beliau itu kepada tokoh-tokoh terkemuka, baik dari kalangan ulama maupun para pemikir. Kedudukan beliau di Mahkamah Isti’naf di Al Quds sangat membantu aktivitas beliau tersebut. Dengan demikian, beliau dapat menyelenggarakan berbagai seminar dan mengumpulkan para ulama dari berbagai kota di Palestina. Dalam kesempatan itu, beliau mengadakan dialog dengan mereka mengenai metode kebangkitan yang benar. Beliau banyak berdebat dengan para pendiri organisasi-organisasi sosial Islam (Jam’iyat Islamiyah) dan partai-partai politik yang bercorak nasionalis dan patriotis. Beliau menjelaskan kekeliruan langkah mereka, kesalahan pemikiran mereka, dan rusaknya kegiatan mereka.
Beliau terus mengadakan kontak-kontak dan diskusi-diskusi, sehingga akhirnya beliau berhasil meyakinkan sejumlah ulama dan qadhi terkemuka serta para tokoh politikus dan pemikir untuk membentuk sebuah partai politik yang berasaskan Islam. Beliau lalu menyodorkan kepada mereka kerangka organisasi partai dan pemikiran-pemikiran yang dapat digunakan sebagai bekal tsaqafah bagi partai tersebut. pemikiran-pemikiran beliau ini dapat diterima dan disetujui oleh para ulama tersebut. Maka aktivitas beliau pun menjadi semakin padat dengan terbentuknya Hizbut Tahrir. Publikasi pembentukan partai ini secara resmi tersiar pada tahun 1953, pada saat Syaikh Taqiyuddin An Nabhani mengajukan permohonan resmi kepada Departemen Dalam Negeri Yordania sesuai Undang-Undang Organisasi yang diterapkan saat itu.
C. Pemikiran
Mengetahui pemikiran Taqiyyuddin An-Nabhani tercermin dari apa yang dilakukan partainya Hizbuttahrir. Seperti halnya pemikiran ia tentang ketatanegaraan Islam baginya jelas konsep itu ada di dalam Islam. Islam membawa aturan pemimpin yang mampu menyelesaikan seluruh problem interaksi di dalam negara dan masyarakat baik dalam masalah pemerintahan, ekonomi, sosial, pendidikan maupun politik, di dalam maupun di luar negeri.
Hal itu dapat dilihat dari karya An-Nabhani yang berjudul Nidzamul Hukmi fil Islam diterjemahkan oleh Moh. Maghfur Wachid menjadi Sistem Pemerintahan Islam Doktrin Sejarah dan Realitas Empirik.
Buku yang pertama kali terbit pada 1950 ini, oleh Amir kedua Hizbut Tahrir Syaikh Abdul Qadim Zallum, dikatakan muncul di saat pemikiran barat sangat mencengkeram pemikiran kaum terpelajar putra-putri Muslim, bahwa Islam adalah agama monastisme (kependetaan) bahwa Islam tidak punya sistem pemerintahan bagi sebuah negara dan negaranya merupakan negara yang religius spriritualis.
Dalam buku tersebut ditegaskan bahwa bentuk pemerintahan Islam bukan monarki karena tidak ada pewarisan kepada putra mahkota juga bukan sistem republik dengan pilar sistem demokrasi yang kedaulatannya di tangan rakyat.
Pemerintahan Islam juga bukan kekaisaran yang memberi keistimewaan dalam bidang pemerintahan, keuangan dan ekonomi di wilayah pusat. Juga bukan sistem federal yang membagi wilayah dalam otonomi.
Sistem pemerintahan dalam Islam adalah khilafah. Ijma’ shahabat pun telah sepakat bahwa khilafah adalah negara kesatuan, tidak boleh berba’iat selain kepada khalifah dan bila dibai’at dua orang khalifah, maka yang pertamalah yang sah.
Pilar-pilar pemerintahan Is-lam ada empat. Pertama, kedau-latan di tangan syara’ , bukan di tangan umat. Yang menangani dan mengendalikan aspirasi individu adalah syara’ berupa perintah dan larangan Allah SWT. bukan dikendalikan individu itu sendiri dengan sesukanya.
Kedua, kekuasaan di tangan umat dengan cara bai’at yang diberikan oleh kaum Muslim, bukan oleh khalifah kepada kaum Muslim, karena kaum Muslimlah yang sebenarnya mengangkat khalifah sebagai penguasa mereka. An-Nabhani mendeskrip-sikan sistem khalifah dengan segala persyaratan, bentuk, struk-tur, dan tata cara mengangkat, menurunkan khalifah yang meru-pakan salah satu upaya menjawab kebutuhan umat akan adanya konsepsi utuh tentang ketata-negaraan yang sebenarnya sudah menjadi keyakinan umat Islam. Bukan hanya itu, ia pun berjuang untuk membumikan sistem itu hingga akhir hayatnya dengan terus berdakwah. Karena dakwah adalah cara yang tepat untuk terus menyamakan persepsi umat.
9. MUAMMAR AL-QADDAFI
A. Biografi
Muammar al-Qaddafi adalah pemimpin di negeri Libya. Nama lengkap yaitu Mu’ammar Muhammad Abu Minyar al-Qaddafi. Beliau lahir di Sert, Tripolitania, pada 19 Juni 1942. Muammar merupakan anak tunggal dari orang tuanya yang bernama Abu Minyar dan Aisya al-Qaddafi, berasal dari suku Qaddafi yang bermukim di padang pasir. Keduanya sangat bangga dengan kesukuannya sebab merasa masih mempunyai pertalian darah dengan Nabi Muhammad SAW.
Qaddafi adalah anak termuda dari sebuah keluarga miskin Badawi (Bedouin) yang nomadik di daerah gurun pasir di Sirte. Ibunya adalah seorang Yahudi yang mulai memeluk agama Islam sejak usia 9 tahun. Hal ini secara teknis membuat Khadafi seorang Yahudi menurut Judaisme.
Abu Minyar, ayah Qaddafi adalah bekas pejuang yang bertempur melawan kolonialis italia. Ayah Qaddafi berfrofesi sebagai petani yang membiayai keluarganya dari panen yang tidak mencukupi dan dari ternak lembu dan unta yang jumlahnya tidak begitu banyak. Ketika Qaddhafi sudah beranjak dewasa, dia membantu ayahnya di lading dan mengembalakan ternak. Qaddafi tumbuh menjadi pemuda yang keras dan bebas. Qaddafi juga dikenal tak mau kenal kompromi terhadap kawan, baik laki-laki maupun perempuan. Qaddafi juga keras dalam hal moralitas, hidup puritan, dan memiliki kepekaan sosial yang sangat tinggi. Cerdas adalah karakter Qaddafi yang lain.
Qaddafi mempunyai delapan anak, tujuh di antaranya lelaki. Putranya yang paling tua, Muhammad Khadafi adalah ketua Komite Olimpiade Libya. Putra tertua kedua Al-Saadi Khadafi, adalah ketua Federasi Sepak Bola Libya, bermain di tim Seri A, Perugia, dan juga bermain film. Satu-satunya putrinya, Ayesha Khadafi, adalah seorang pengacara yang telah bergabung dengan tim pengacara Saddam Hussein.
B. Karir Pendidikan dan Politik
Pendidikan yang dialami Qaddafi hingga ia menjadi Presiden termuda di Libya waktu kecilnya adalah sebenarnya ia menunda sekolah formalnya karena keterbatasan keluarganya untuk membiayainya sekolah. Namun Ketika Qaddafi berumur 7 atau 8 tahun, ayahnya memanggil seorang guru untuk menjadi tutornya di rumah sehingga Qaddhafi dapat meneruskan membantu pekerjaan ayahnya setelah selesai belajar. Qaddafi belajar Al-Qur’an dan berhitung. Dua Tahun kemudian, Qaddafi dikirim oleh ayahnya ke sekolah Sert yang berjarak 18 mil dari rumahnya. Sang ayah dengan sangat berat hati melepas Qaddafi namun disisi lain ia harus melakukannya demi masa depan Qaddafi lebih baik.
Qaddafi diberikan pendidikan SD tradisional oleh orang tuanya yang religius ia dapat menyelesaikan pendidikan dasarnya di Sert dalam waktu 4 tahun dari yang seharusnya 6 tahun. Dan ketika umur 14 tahun Qaddafi diajak keluarganya pindah ke Sabha kota utama dekat Fezzan. Tujuannya agar Qaddafi memiliki kesempatan melajutkan pendidikan menengahnya. Akhirnya SMU ia bersekolah di SMU Sebha di Fezzan dari 1956 hingga 1961. Khadafi dan sekelompok kecil teman-temannya yang dia temui di sekolah ini kemudian membentuk kepemimpinan utama dari sebuah kelompok revolusiner militan yang kelak merebut kekuasaan negara Libya.
Akibat aktivitas politiknya bersama teman-temannya Qaddafi dikeluarkan ketika menginjak kelas tiga dari sekolahnya itu karena aktivitas politiknya yang dianggap berbahaya. Sekolah yang terputus ini kemudian dilanjutkan ke Misrata, yang berdekatan dengan Tripoli, selam dua tahun.
Dia kemudian kuliah di Universitas Libya, di mana dia lulus dengan nilai yang sangat baik. Dia lalu bergabung dengan Akademi Militer di Benghazi pada 1963, di mana dia dan beberapa rekan militannya membentuk sebuah kelompok rahasia yang bertujuan menjatuhkan monarki Libya yang pro-Barat. Setelah lulus pada 1965, dia dikirim ke Britania untuk latihan lanjutan, dan kembali pada 1966 sebagai seorang opsir dalam Korps Sinyal.
Membahas karir politiknya Muammar Qaddafi begitu menarik karena aktivitas politik Qaddafi sudah dimulai ketika ia duduk dibangku sekolah menengah yang di mana karena aktivitas politiknya bersama teman-temannya berakibat dikeluarkannya ia dari sekolah karena dianggap berbahaya.
Karir politik Qaddafi semakin cemerlang ketika ia mendapati kedudukan sebagai Pemimpin Libya ia mendapatkan kedudukan itu dengan cara mengambil-alih kekuasaan pada 1969 lewat kudeta militer. Empat bulan setelah kudeta tidak berdarah di Libya, Kolonel Muammar Khadafi mengambil alih jabatan perdana menteri negara minyak tersebut pada tanggal 16 Januari 1970. Tindakan ini dilakukan Khadafi pasca percobaan kudeta yang dilakukan oleh salah seorang menterinya. Khadafi bersama sejumlah perwira muda Libya lainnya naik kekuasaan setelah mengkudeta pemerintahan Raja Idris II pada 1 September 1969. Melalui kup tidak berdarah tersebut, Khadafi menghapus pemerintahan monarki dan menjadikan Libya negara republik.
Setelah memerintah, Khadafi berusaha membebaskan Libya dari pengaruh asing dengan menutup pangkalan militer Inggris. Ia juga mengganti aksara Latin dengan Arab dan mengusir tenaga kerja asing dari Libya. Di bawah Khadafi, Libya tampil sebagai pemimpin terkemuka di dunia Arab dan Muslim. Sebagian kekayaan minyak Libya digunakan untuk mendanai berbagai organisasi perlawanan, mulai dari PLO (Organisasi Perlawanan Palestina), gerakan anti-apartheid di Afrika Selatan, hingga organisasi pro-kemerdekaan Irlandia IRA.
Karir politik Qaddafi terutama sebagai pemimpin revolusi Libya dipengaruhi oleh sang ayah dan Gamal Abdul Naser, presiden Mesir. Dari ayahnya, Qaddafi rutin mendengarkan cerita perlawanan keluarganya melawan penjajah italia setiap petang hari ketika anak-anak seumurannya lebih bermain-main. Cerita tersebut menanamkan sikap anti kolonialisme dalam diri Qaddafi sehingga Qaddafi memilih sikap bermusuhan dengan pihak Barat yang kolonialisme melebihi kawan-kawanya yang lain. Karir politiknya disamping dipengaruhi orang-orang yang menjadi inspirasinya juga didukung dengan bakatnya dalam memimpin. Kualitas seorang Qaddafi teruji lagi dalam menunujkan rasa tidak sukanya kepada orang-orang asing yang disebut sebagai penjajah.
C. Pemikiran
Qaddafi didalam pemikirannya dianggap sebagai pemikir yang menggabungkan antara sosialisme dan Islam. Seperti dalam hal system politiknya di Libya ia membuat sistemnya sendiri, yang diklaimnya sebagai gabungan dari sosialisme dan Islam, yang disebut oleh Khadafi sebagai Teori Internasional Ketiga (The Third International Theory). Khadafi membentuk dirinya sebagai pemimpin Revolusi. Selama tahun 1970-an sampai 80-an, dia menggunakan dana minyak untuk mempromosikan ideologinya keluar Libya. Dia juga banyak dituduh membantu tindakan-tindakan terorisme dan subversi di luar negeri. Dukungan Libya terhadap teroris berkurang setelah mendapat sanksi PBB tahun 1992 yang kemudian dibekukan pada April 1999.
Khadafi sebagai penganut ideologi sosialisme tampak jelas dalam “kitab suci”-nya, Kitab Hijau. Namun demikian, sama seperti pemimpin-pemimpin sosialis Arab lainnya, Khadafi memanipulasi Islam untuk mendapat dukungan dari rakyat Libya yang mayoritas Muslim. Memang, banyak retorika-retorika Khadafi yang sepertinya sejalan dengan Islam. Namun demikian, Buku Hijau-nya membuktikan bahwa dia tidak lebih daripada seorang sosialis. Dia berusaha menggabung-gabungkan ide Islam dengan sosialisme, namun hasilnya adalah tetap saja ide sosialisme yang bertentangan dengan Islam. Bahkan, Khadafi banyak melakukan pembantaian terhadap aktivis Islam yang dia anggap mengancam kedudukannya.
Konsep sosialisme menjadi lebih detfinitif setelah konsep sosialisme yang diluncurkan oleh Qaddafi tanggal 16 September 1969. Pemikiran sosialisme Islam Qaddafi sangat terbuka terhadap perubahan dan inovasi radikal sepanjang al-Qur’an menjadi dasar penutun dan hukum masyarakat. Al-Qur’an menjadi dasar yang mendesak prinsip dasar sosialisme, inilah yang disebut dengan sosialisme Islam Baru.
Qaddafi menyakini bahwa terdapat satu sosialisme sejati yang bukan sosialisme Timur maupun sosilaisme Barat, tetapi sosialisme yang berdasarkan Islam. Meskipun islam merupakan sumber utama gagasan sosial Qaddafi, ia meliahat sosialisme sebagai sebuah kebenaran yang tidak tergantung kepada Islam dan sudah eksis sebelum Islam, meskipun al-Qur’an sendiri mengakui dan meneguhkan sosialisme itu. Selain itu, Qaddafi menegaskan bahwa Islam adalah agama sosialisme sejati.
Islam bagi Qaddafi menyediakan pencapaian keadilan dan kesetaraan. Islam melarang orang kaya untuk menggunakan kekayaannya sebagai alat opresi atau ekspolitasi rakyat. Untuk itulah diadakan pembatasan hak milik. Kebijakan ini dilakukan ketika operasi modal muncul dan Negara merupakan pihak yang paling berhak untuk mengekangnya. Menurut Qaddafi, Nabi Muhammad SAW pernah melakukan nasionalisasi dalam bentuk pertambangan garam demi kepentingan umat.
10. ALI SYA’RIATI
A. Biografi
Ali Syari’ati berasal dari keluarga religius-profesional di Iran. Keluarga ini terkenal saleh, zuhud dan suka membantu masyarakat. Akhund Mulla Qurban‘Ali yang lebih dikenal dengan sebutan Akhund-e Hakim, atuk Ali Syari’ati semula diundang untuk tinggal di Mazinan sebagai otoriti keagamaan di sana. Mazinan masa itu merupakan sebuah desa yang kecil, terletak di pinggir kurun Provinsi Khurasan.
Syariati, anak pertama Muhammad Taqi dan Zahra, lahir pada 24 November 1933. Bertepatan dengan periode ketika ayahnya menyelesaikan studi keagamaan dasarnya dan mulai mengajar di sebuah sekolah dasar, Syerafat. Ayah Syari’ati bernama Muhammad Taqi Mazinani. Dia datang ke kota suci Masyhad antara tahun 1927 dan 1928 untuk belajar agama di Hawzah ‘Ilmiyyah Masyhad. Setelah menyelesaikan studi teologi dasarnya (muqaddamat) dan memulai studi menengahnya (sath), Muhammad Taqi meninggalkan perguruan agama dan menjadi guru dalam sistem pendidikan nasional. Ia percaya bahawa kaum muda terpelajar yang akan menjadi warga Negara bertanggung jawab di masa hadapan harus diperkenalkan dengan ajaran Islam yang sesuai dengan zaman moden.
Dengan demikian, Muhammad Taqi mematahkan dua tradisi yang sudah lama. Pertama, setelah menyelesaikan belajarnya, ia tidak kembali ke Mazinan, tempat tinggal tadisional keluarganya. Kedua, sekalipun ia memiliki syarat untuk menjadi ulama’, seperti para atuknya, dia melepaskan pakaian keagamaannya dan menggantinya dengan Barat. Dia bertekad untuk mendidik generasi yang diyakininya sebagai agen-agen perubahan di masa hadapan.
Di Universiti, Ali bertemu Pouran. Mereka menikah di Masyhad pada 15 Juli 1958. Lima bulan setelah menikah, Ali mendapat gelar BA dibidang sastera Persia.
Kematian Syari’ati misterius yaitu Pada bulan Mei 1977, ia terpaksa meninggalkan Iran menuju Inggris untuk menghindarkan diri dari kejaran penguasa. Namun, rezim Syah tidak mengizinkannya ke luar negeri untuk berbicara serta menulis secara bebas, serta menawan istri dan anak Ali Syari’ati. Tidak lama setelah itu, tepatnya tanggal 21 Juni 1977, Ali Syari’ati ditemukan tewas di rumah kerabatnya di Southampton, Inggris. Meskipun berita resmi menyatakan bahwa ia terkena serangan jantung, namun banyak orang percaya bahwa ia diracuni oleh agen rahasia pemerintah Iran. Jenazahnya kemudian dikebumikan di Damaskus, Suriah. Setahun setelah kematian Ali Syari’ati, Dinasti Pahlevi runtuh dan lahirlah Republik Islam Iran pada 16 Januari 1979. Ia dinilai memainkan peran penting menjelang Revolusi Iran yang dipimpin Ayatullah Ruhollah Khomeini pada tahun 1978, yang melahirkan berdirinya Republika Islam Iran.
B. Karir Pendidikan dan Politik
Dalam hal pendidikan Guru pertama Ali Syari’ati adalah Taqi Syari’ti yang di mana ia merupakan ayahnya sendiri. Sang ayah adalah ulama yang berbeda dari ulama tradisional. Sang ayah ini mempunyai perpustakaan lengkap dan besar yang selalu di kenang Syari’ati, yang secara metaforis dilukiskan sebagai mata air yang terus menyinari pikiran dan jiwanya.
Ketika dia sudah memasuki masa-masa sekolah Ali termasuk murid yang pendiam, tak mau di atur dan rajin. Dia dipandang sebagai penyendiri, tidak mempunyai hubungan dengan dunia luar. Karena itu, dia tampak tidak bermasyarakat. Yang dia lakukan menghabiskan waktunya bersama ayahnya sambil membaca buku-buku yang ada di perpusatakaan ayahnya. Sampai-sampai bacaan yang diwajibkan sekolahnya pun tidak ia baca dan tugas sekolah pun tidak ia kerjakan ia lebih tertarik menghabiskan bacaan bukunya tentang filsafat dan mistisisme.
Pada usia 17 tahun, Ali Syari’ati telah belajar pada sebuah lembaga pendidikan, Primary Teacher’s Training College. Masa belajar tersebut dimanfaatkannya untuk mengajar. Pada usia 20 tahun, ia mendirikan organisasi Persatuan Pelajar Islam di Mashad, Iran. Pada tahun 1958 (ketika berusia 25 tahun) ia meraih gelar sarjana muda dalam ilmu bahasa Arab dan Perancis. Kemudian ia melanjutkan pendidikannya di Sorbonne, Paris, setelah berhasil memenangkan beasiswa untuk belajar di negara itu. Ia belajar di Perancis sampai meraih gelar doktor pada tahun 1963.
Setahun kemudian, ia pulang ke negara kelahirannya. Setibanya di Iran, ia mengawali langkahnya dengan menyampaikan ilmu yang diperolehnya dari berbagai sekolah dan akademi. Kemudian ia mengadakan perjalanan keliling dalam rangka mendirikan Husyaimiah Irsyad, sebuah lembaga pendidikan pengkajian Islam yang kelak menjadi wadah pembinaan kader militan pemuda-pemuda revolusioner.
Ali Syari’ati pun memiliki beberapa buku karangannya.Berikut ini beberapa buku Syari’ati diantaranya: On The Sociology of Islam, buku ini telah diterjemahkan oleh Hamid Alghar dalam bahasa Inggris. Ia mengandungi idea-idea Ali Syari’ati tentang cara memahami Islam, insan kamil dan tauhid, The Vissage of Muhammad, karya ini merupakan refleksi historis dari pada diutusnya Nabi, What is’t be Done; The Enlightened Thinkers and Islamic Renaissence, berisi huraian Ali tentang tanggung jawab intelektual muslim, Man and Islam, buku yang menjelaskan tentang konsep manusia, penciptaan, eksistensinya dalam pandangan Tuhan dan tugas yang harus diemban intelektual muslim, Hajj, sebuah buku tentang interpretasi simbolik mengenai ritual-ritual haji, Marxism and Other Western Fallacies, buku yang menggugat secara tajam terhadap Marxisme dan falsafah Barat yang mewakili ideologi humanisme, Al-ummah wa al-Imamah, koleksi lengkap tentang pemikiran Syari’ati tentang ummah dan imamah dilihat dari aspek sosiologis, Martyrdom; Ariise and Bear Witness, huraian Syari’ati yang mendalam tentang perjuangan Imam Husayn di Karbala.
Karir politik Syari’ati sudah dimulai Sejak ia muda Ali Syari’ati sudah terlibat dalam berbagai organisasi dan gerakan yang menentang kediktatoran Syah Iran. Semangat juang yang mengalir dalam diri Ali Syari’ati, tak lain diwarisi dari ayahnya, Muhammad Taqi Syari’ati, yang merupakan seorang pengajar di sekolah lanjutan atas dan ahli dalam ilmu keislaman (Islamologi). Sang ayah juga merupakan pendiri Gerakan Sosialis Penyembah Tuhan, sebuah organisasi yang bergerak di bidang dakwah Islamiah.
Ketika masa-masa tumbuhnya Ali Syari’ati yang sedang berkuasa di Iran adalah Mossadeq, masa inilah pada tahun 1950-1951 bagi Syari’ati merupakan di mana badai datang mengusik kedamaian dunia, badai yang dimaksud Syari’ati adalah gerakan nasionalis Dr. Mosaddeq. Syari’ati pun pada saat itu ikut dalam berbagai demonstrasi dan rapat umum pro-Mossadeq, serta berbagai pertemuan dan diskusi partai.
Begitupun ketika dalam pemerintahan Muhammad Reza Pahlevi, Syari’ati merupakan salah satu orang yang menentang terhadap pemerintahnya yang dikenal sebgai rezim tiranik (zalim) telah membawa keberhasilan kaum revolusioner Iran dalam Revolusi Islam Iran di Abad XX Masehi. Karena itulah Syari’ati dianggap sebagai salah seorang yang menegakkan kembali nilai-nilai Islam agar terbebas dari hegemoni dan dominasi dari kekuatan maupun kekuasaan tertentu.
Dalam konteks revolusi Islam Iran, Syariati tidak hanya berperan sebagai “arsitek” Revolusi Islam Iran yang menyuntikkan spirit perlawanan kaum tertindas (mustadhafin) terhadap pemerintah zalim dan sistem kekuasaan yang menindas (mustakbarin), bahkan telah mengupayakan adanya proses integratif antara khazanah Islam dan Barat sehingga menjadi satu kesatuan yang melahirkan gagasan-gagasan baru.
Karena aktivitas politiknya yang menentang kediktatoran Syah Iran, Ali Syari’ati mengalami banyak kesulitan dalam hidupnya. Ia sudah harus menjalani kehidupan di belakang terali besi dalam usia muda. Namun, hal tersebut tidak membuatnya mundur sama sekali.
Periode kedua tahun 1960-an, Ali Syari’ati bergabung dengan Universitas Mashad. Kuliah-kuliahnya di masjid kampus ini sangat diminati oleh sejumlah besar mahasiswa. Karena ada kekhawatiran akan meningkatnya pengaruh Ali Syari’ati, pada tahun 1968 pemerintah Iran memaksanya menjalani masa pensiun pada usia yang relatif masih muda, 35 tahun. Setelah pensiun Ali Syari’ati giat mengajar di Husyaimiah Irsyad. Aktivitas-aktivitasnya di Husyaimiah Irsyad ini dinilai membahayakan penguasa, sehingga lembaga tersebut ditutup oleh pemerintah pada tahun 1972. Walaupun demikian, ia tetap sering berceramah di berbagai perguruan tinggi dan masjid di kota-kota besar Iran.
Kuliah-kuliahnya yang simpatik dan berbobot menimbulkan kepercayaan diri bagi jutaan muslimin di Iran. Sejumlah intelektual Islam, para mahasiswa, dan masyarakat Iran tertarik kembali untuk mengkaji Islam yang memberikan potensi besar dalam upaya memberi makna bagi kehidupan pribadi dan nasib bangsa. Ali Syari’ati adalah seorang orator luar biasa, lidahnya setajam penanya. Dengan kelihaiannya, kampus dan masjid-masjid di Iran menjadi pusat kegiatan organisasi revolusioner. Ia juga tampil memimpin perlawanan terhadap pemerintahan Syah Iran. Oleh karena aktivitas politiknya, pada tahun 1974, Ali Syari’ati ditangkap. Ia kemudian menjalani tahanan rumah sampai tahun 1977.
C. Pemikiran
Pemikiran Syari’ati kurang lebih banyak terpengaruh pola pikir ayahnya Muhammad Taqi Mazinani tetapi bukan hanya ayahnya saja yang membentuk pola pikirnya tokoh yang mempengaruhi pemikirinnya juga ada Abu Dzar-e Ghifari. Bagi Syari’ati Abu Dzar adalah sinyal dan tanda mengenai Islam yang taat, tegar, revolusioner yang berbicara tentang persamaan, persaudaraan, keadilan dan pembebasan. Lebih jauh lagi, dengan watak Abu Dzar yang seperti itu, membuat Syari’ati yakin bahwa konsep-konsep seperti keadilan sosial, persamaan, kebebasan dan sosialisme yang sampai ke Iran melalui intelektual Barat merupakan bagian integral warisan Islam. Kerana itu, Syari’ati dengan bangga mengatakan: ‘Abu Dzar adalah leluhur segenap mazhab egaliter pasca-Revolusi Perancis’.
Ali Syari’ati Sebagai pemikir, ia punya pandangan bahwa Islam adalah agama progresif. Yakni sebuah sikap dari ketidaktundukkan pada kemapanan dan anti kezaliman yang kemudian melakukan resistensi dengan apa yang disebutnya sebagai Islam protes. Islam versi penafsiran Syariati ini sangat yakin bahwa Islam itu bersifat dinamis dan dalam mewujudkannya harus disesuaikan dengan tingkat kebutuhan zaman. Karenanya, untuk mewujudkannya umat Islam harus berani melakukan penafsiran terhadap nash-nash agama (al-quran dan tradisi kenabian) secara kontekstual atau sesuai dengan jiwa zamannya. Hal yang demikian, menurut Syariati, apabila dilakukan oleh kaum intelektual Muslim yang tercerahkan dapat membangkitkan dan menumbuhkan kembali khazanah Islam yang sudah dilupakan umatnya.
Sebagai seorang muslim, Ali Syari’ati percaya Islam sejalan dengan pemikiran yang modern dan progresif. Untuk itu ia mengembangkan sebuah filsafat yang menggabungkan agama dan etika sosialisme. Dalam karyanya, Eslamshenasi (Islamologi), ia melakukan pembedaan atas Islam, yakni Islam asli dan murni yang menganjurkan agar manusia mengembangkan ilmu pengetahuan, kebebasan, intelektual, dan demokrasi, serta Islam masa kini yang pasif sebagaimana ditawarkan oleh ulama konservatif. Menurutnya, seluruh kaum muslim wajib untuk meneguhkan kembali Islam yang asli. Karena pandangannya ini, ia dimusuhi baik oleh pemerintah Syah maupun ulama konservatif, dan karya-karyanya dilarang beredar.
Ali Syari’ati menyebut Islam sebagai agama pembebasan. Islam, menurutnya, bukanlah agama yang hanya memperhatikan aspek spiritual dan moral atau hubungan individual dengan Sang Pencipta, melainkan lebih merupakan ideologi emansipasi dan pembebasan. Syari’ati juga mengatakan masyarakat Islam sejati tak mengenal kelas. Islam menjadi sarana bagi orang-orang yang tercerabut haknya, yang tersisa, lapar, tertindas, dan terdiskriminasi, untuk membebaskan diri mereka dari ketertindasan itu. Syariati mendasarkan Islamnya pada kerangka ideologis. Dia memahami Islam sebagai kekuatan revolusioner untuk melawan segala bentuk tirani, penindasan, dan ketidakadilan menuju persamaan tanpa kelas. Syari’ati bahkan mencetuskan formula baru: ”Saya memberontak maka saya ada.”
Syari’ati memandang massa sebagai kekuatan revolusioner. Menurut Syaria’ti, massa sebagai kekuatan revolusioner digerakkan oleh rausyanfikr: pemikir yang tercerahkan yang mengikuti ideologi yang dipilihnya secara sadar. Rausyanfikr bukan sekadar menemukan kenyataan, tetapi juga kebenaran. (Ali Syari’ati, Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam, Mizan, Bandung, 1985).
Sebagai penganut paham Syiah, dalam banyak hal ia memegang prinsip-prinsip keyakinan Syiah. Kecuali dalam masalah imamah (pemimpin), ia berbeda pendapat dengan pendapat umum kalangan Syiah. Dalam hal imamah, ia berupaya memadukan teori musyawarah Suni dan wasiat Syiah dalam pengangkatan pemimpin. Ia mencoba menghapus kesan bahwa para khalifah Suni telah merampas hak Ali bin Abi Thalib dalam imamah. Pemikirannya ini didukung dengan teori sosiologi-politik yang memang merupakan keahliannya.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU:
Ahmad Amin, Husayn. Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam). Bandung: Remaja Rosdakarya. 1999.
Amin, Ahman. Za’ama Al-Ishlah fi Al-Asyr Al-hadits . Cairo: Maktabah An-Nahdah Al-Misriyah. 1979.
Eksiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Depatemen Agama RI. 1993.
Gunadi, RA., Shoelhi, M (Penyunting). Dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol. Jakarta: Penerbit Republika. 2002.
Kartanegara, Mulyadi. dkk. Antara Al-Farabi dan Khomeini: Filsafat Politik Islam. Bandung: Mizan. 2002.
Lewis, Bernard. The Encyclopaedia of Islam, jilid II. Leiden: E.J Brill. 1965.
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta: Logos Wacana Ilmu. 1997.
Mohammad, Herry. dkk, Tokoh-tokoh Islam yang Berpengaruh Abad 20. Jakarta: Gema Insani. 2006.
Nasution, Harun. Pembaharuan dalam Islam; Sejarah Pemikiran dan Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang. 1975.
Rais, Amien. Kata Pengantar: Khilafah dan Kerajaan. Bandung: Mizan, 1988.
Sajdzali,Munawir. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah dan Pemikiran. Jakarta: UI Press. 1993.
Syari’ati, Ali. Ideologi Kaum Intelektual: Suatu Wawasan Islam . Mizan: Bandung, 1985.
Syariati, Ali. Penerjemah M.S Nasrullah, Islam Mazhab Pemikiran dan Aksi. Bandung: Mizan, 1992.
INTERNET (ARTIKEL-ARTIKEL):
Ahmad, Abu. Mengenal Sosok Muda Imam Hassa al-Banna, Diakses pada 07 Desember 2009, Dari http://www.ikhwanonline.com.123
Al-Banna, Hassan. Kumpulan Risalah Dakwah Hassan Al-Banna jilid 2, I’tishom Cahaya Ummat cet 1. Bab Risalah Nizhmul Hukam.
al-Banna,Hassan. Tokoh Pembaharu Islam Abad ke-20. Diakses pada 08 Desember 2009, Dari Republika Online.
Ali Syari’ati, Simbol Kaum Muda Iran Abad 20, Diakses Pada 21 November 2009, Dari Republika Newsroom.
Atharfekonak. Muhammad bin Abdul Wahab dan Gerakan Wahabi. Diakses pada 05 Desember 2009, Dari Http://www.magfhira.wordpress.com.
Biografi Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab, Dari Majalah Asy SyariahVol II/No 21/1427 H/2006.
Hadjiry, Farid. Tata Negara Islam Menurut Taqiyyuddin An-Nabhani, diakses pada 10 Desember 2009, Dari http://www.mediaumat.com.
Hayatulislam , Mengenal Syeikh Taqiyyuddin an-Nabhani: Pendiri Hizbuttahrir, Diakses pada 10 Desember 2009, Dari http://www.multiply.com.
M.H. Ni’am, Gamal Abdul Naseer (Saladin Abad Duapuluh), Diakses pada 14 Desember 2009, Dari http://www.blogger.com.
Mubarak, Mustafa Kemal Ataturk (Tokoh Pendiri Republik Turki), Diakses pada 05 Desember 2009, dari http://bacabukublog.blogspot.com.
Mustafa Kemal Ataturk, diakses pada 05 Desember 2009, dari http://www://id.wikipedia.org.
Mustafa Kemal Attaturk. Diakses pada 05 Desember 2009, Dari Http://www.blogspot.com.
Novianti, Nenden. Solahuddin, Edwin. Khadafi Menjabat Perdana Mentri Libya, Diakses pada 11 Dec. 09, Dari VivaVews-Dunia.
Sahidin, Ahmad. Teologi Sejarah: Konsep Sejarah Menurut Ali Syari’ati, Diakses Pada 21 November 2009, Dari http://www://plasa.com
Sopandi,Cecep. Islam Agama Pembebasan; Ali Syari’ati. Diakses Pada 21 November 2009. Dari http://dunia.pelajar-islam.or.id.
Sudibjo, Wisnu. Libya: Negeri Muslim di Bawah Diktatoren Barat. Diakses pada 11 December 2009. Dari http://www.blog at wordpress.com.
Syaifuddin Sutrisno, Imam Khomeini dan Irfan, Diakses pada 10 Desember 2009, Dari Catatan Mazhab Cinta.
Usman.Ks, Dari Gamal Abdul Naser Sampai Hassan Hanafi, Dikases pada 4 Desember 2009, Dari Koran tempo on the web.
Sourche: http://shanteeve.blogspot.co.id