Menu Close

MAKALAH SEJARAH PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH

KATA PENGANTAR

بسم الله الرحمن الحيم

Alhamdulillah puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah–Nya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, dengan kerja keras dan dukungan dari berbagai pihak, saya telah berusaha untuk dapat memberikan yang terbaik dan sesuai dengan harapan, walaupun di dalam pembuatannya saya menghadapi kesulitan, karena keterbasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang saya miliki.
Ucapan terima kasih dan rasa penghargaan saya berikan kepada semua pihak yang telah membantu serta membimbing sehingga tersusunnya makalah ini, khususnya:
1. Ibu Helda Nur Ania, M.Pd.I. selaku dosen pembimbing mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam PAI.
2. Teman-teman yang telah memberikan dukungan dan dorongan kepada saya.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan dalam menyusun makalah ini. Untuk itu kritik dan saran yang membangun saya harapkan, agar dikemudian hari saya dapat menyusun dengan lebih baik, dan saya minta maaf atas kekurangan, walau demikian saya berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca. Aamiin.

Tanah Merah, 10 Oktober
Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………………………. i
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………….. ii
DAFTAR ISI……………………………………………………………………………………………. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………………….. 1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………………………………… 1
C. Tujuan……………………………………………………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Latar Belakang Sosial, Politik, Dan Keagamaan………………………………….. 3
B. Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam………………………………………… 6
C. Madrasah Dan Universitas……………………………………………………………….. 11
D. Tokoh-Tokoh Pendidikan Beserta Kontribusinya………………………………… 13
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………………………………….. 15
B. Saran……………………………………………………………………………………………… 15
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan berakhirnya kekuasaan khalifah Ali ibn Abi Thalib, maka lahirlah kekuasan bani Umayyah. Pada periode Ali dan Khalifah sebelumnya pola kepemimpinan masih mengikuti keteladanan Nabi. Para khalifah dipilih melalui proses musyawarah. Hal ini berbeda dengan masa setelah khulafaur rasyidin atau masa dinasti-dinasti yang berkembang sesudahnya, yang dimulai pada masa dinasti bani Umayyah. Adapun bentuk pemerintahannya adalah berbentuk kerajaan, kekuasaan bersifat feodal (penguasaan tanah/daerah/wilayah, atau turun memurun. Untuk mempertahankan kekuasaan, khilafah berani bersikap otoriter, adanya unsur kekerasan, diplomasi yang diiringi dengan tipu daya, serta hilangnya musyawarah dalam pemilihan khilafah.
Bani Umayyah berkuasa kurang lebih selama 91 tahun. Reformasi cukup banyak terjadi, terkait pada bidang pengembangan dan kemajuan pendidikan Islam. Perkembangan ilmu tidak hanya dalam bidang agama semata melainkan juga dalam aspek teknologinya. Sementara sistem pendidikan masih sama ketika Rasul dan khulafaur rasyidin, yaitu kuttab yang pelaksanaannya berpusat di masjid.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana latar belakang sosial, politik, dan keagamaan pada masa Bani Umayyah?
2. Seperti apa perkembangan lembaga pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah?
3. Apa saja Madrasah dan Universitas yang berdiri pada masa Bani Umayyah?
4. Siapa saja tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah beserta kontribusinya?
C. Tujuan
1. Mengetahui latar belakang sosial, politik, dan keagamaan pada masa Bani Umayyah.
2. Mengetahui perkembangan lembaga pendidikan Islam pada masa Bani Umayyah.
3. Mengetahui Madrasah dan Universitas apa saja yang berdiri pada masa Bani Umayyah.
4. Mengetahui siapa saja tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah beserta kontribusinya.
BAB II
PEMBAHASAN

PENDIDIKAN ISLAM PADA MASA BANI UMAYYAH

A. Latar Belakang Sosial, Politik, Dan Keagamaan Pada Masa Bani Umayyah
Kekhalifahan Bani Umayyah didirikan oleh Muawiyah bin Abi Sufyan pada tahun 41 Hijriah dan berakhir pada tahun 132 H. Dengan demikian, Bani Umayyah berkuasa lebih kurang 91 tahun. Nama-nama khalifah Bani Umayyah yang tergolong menonjol adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (661-680), Abd al-Malik ibn Marwan(685-705 M), al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715 M), Umar ibn Abd al-Aziz(717-720 M), dan Hisyam ibn Abd al-Maalik (724-743 M).[1]
Masa kekhalifahan Bani Umayyah selain banyak diisi dengan program-program besar, mendasar, dan strategis, juga banyak melahirkan golongan dan aliran dalam islam, serta perkembangan ilmu agama, ilmu umum, kebudayaan, dan peradaban.
Diantara program besar, mendasar dan strategis di zaman Bani Umyyah adalah perluasan wilayah Islam. Di zaman Muawiyah Tunisa dapat ditaklukan. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai ke sungai Axus dan Afghanistan hingga ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium dan Konstantinopel. Ekspansi ke timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh Khalifah Abd al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan berhasil menundukan Balkh, Bukhara, Khawarizm, Ferghana, dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punyab sampai ke Maltan.[2]
Selanjutnya ekspensi secara besar-besaran dilanjutkan pada zaman al-Walid bin Abdul Malik. Sejarah mencatat bahwa masa pemerintahan al-Malik adalah masa ketentraman, kemakmuran, kertiban, dan kebahagiaan. Pada masa pemerintahan yang berlangsung lebih kurang 10 tahun itu tercatat suatu ekpedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah Barat Daya, Benua Eropa yaitu pada tahun 711 M. Setelah al-Jazair dan Maroko dapat ditundukan Tariq bin Ziyad pemimpin pasukan islam menyebrangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan benua Erofa, dan mendarat disuatu tempat yang sekarang dikenal dengan Gibraltal. Tentara Spanyol dapat dikalahkan dan dengan demikian ibu kota Spanyol Kordofa dengan cepat dapat dikuasai begitu juga dengan kota-kota lain seperti Seville, Elvira dan Toledo. Di zaman Umar bin Abd Al-Aziz, perluasan wilayah dilanjutkan ke Perancis melalui pegunungan Piranee, dibawah Komandan Abd al-Rahman Ibn Abdullah al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Boredeau, Politiers, dan terus ke Tours. Naamun dalam peperangan yang terjadi dikota Tours, al-Ghafiqi terbunuh, dan tentaranya mundur kembali ke Spanyol.
Melalui berbagai keberhasilan ekspansi tersebut, maka wilayah kekuasaan Islam di zaman Bani Umayyah, di samping Jazirah Arabia dan sekitarnya, juga telah menjangkau Spanyol, Afganistan, Pakistan, Turkemenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.
Dibidang sosial dan pembangunan, Bani Umayyah berhasil mendirikan berbagai banguanan di berbagai bidang. Muawiyah mendirikan dinas pos dan tempat-tempat tertentu dengan menyediakan kuda yang lengkap dengan peralatannya di sepanjang jalan. Dia juga berusaha menertibkan angkatan bersenjata dan mencetak mata uang. Pada masanya, jabatan khusus seorang qadli adalah seorang spesialis dibidangnya. Abd. al-Malik mengubah mata uang Bizantium dan Persia yang dipakai didaerah–daerah yang dikuasai Islam. Untuk itu, dia mencetak mata uang tersendiri pada tahun 659 M dengan memakai kata-kata dan tulisan Arab. Khalifah Abdul Malik juga berhasil melakukan pembenahan-pembenahan administrasi pemerintahan dan memberlakukan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Administrasi pemerintahan Islam. Selanjutnya dizaman al-Walid ibn Abd al-Malik (705-715) seorang yang berkemauan keras dan berkemampaun melaksanakan pembangunan panti-panti untuk orang cacat yang para petugasnya digaji oleh negara. Selain itu, al-Walid juga membangun jalan raya yang menghubungkan suatu daerah dengan daerah lainnya, pabrik, gedung pemerintahan, dan masjid yang megah.
Dalam bidang keagamaan, pada masa Bani Umayyah ditandai dengan munculnya berbagai aliran keagamaan yang bercorak politik ideologis. Mereka itu antara lain golongan Syi’ah, Khawarij dengan berbagai sektenya: Azariqah, Najdat Aziriyah, Ibadiyah, Ajaridah dan Shafariyah, golongan Mu’tazilah, Maturidiyah, Asy’ariyah, Qadariyah, dan Jabariyah. Berbagai aliran dan golongan keagamaan ini terkadang melakukan gerakan dan pemberontakan terhadap pemerintahan yang sah. Dengan terbunuhnya Husein di Karbela, perlawanan orang-orang Syi’ah tidak pernah padam. Banyak pemberontakan yang dipelopori kaum Syi’ah. Yang terkenal diantaranya pemberontakan Mukhtar di Kufah pada tahun 685-687 M. Selain itu, terdapat pula gerakan Abdullah bin Zubair. Ia membina gerakan oposisinya di Mekkah setelah dia menolak sumpah setia terhadap Yazid. Akan tetapi, dia baru menyatakan dirinya secara terbuka sebagai khalifah setelah Husein ibn Ali terbunuh.
Selain gerakan diatas, gerakan anarkis yang dilancarkan kelompok Khawarij dan Syi’ah juga dapat diredakan. Keberhasilan memberantas gerakan itulah yang membuat orientasi pemerintahan dinasti ini dapat diarahkan kepada pengamanan daerah kekuasaan diwilayah timur yang meliputi kota disekitar Asia Tengah dan wilayah Afrika bagian utara, bahkan membuka jalan untuk menaklukkan Spanyol.
Situasi politik, sosial, dan keagamaan mulai membaik terjadi pada masa pemerintahan khalifah Umar ibn Abd. Al-Aziz ( 717-720). Ketika dinobatkan sebagai khalifah, dia menyatakan bahwa memperbaiki dan meningkatkan negeri yang berada dalam wilayah Islam lebih baik daripada menambah perluasannya. Ini berarti bahwa prioritas utama adalah pembangunan dalam negeri. Meskipun masa pemerintahannyas sangat singkat, Umar ibn Abd. Al-Aziz dapat dikatakan berhasil menjalin hubungan baik dengan golongan Syi’ah. Dia juga memberikan kebebasan kepada penganut agama lain untuk beribadah sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya. Pajak diperingan dan kedudukan Mawali (umat Islam yang bukan keturunan Arab, berasal dari Persia, dan Armenia), disejajarkan dengan Muslim Arab.

B. Perkembangan Lembaga Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat, astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan, seni rupa, maupun seni suara.
Pada masa khalifah-khalifah Rasyidin dan Umayyah sebenarnya telah ada tingkat pengajaran, hampir sama seperti masa sekarang. Tingkat pertama ialah Kuttab, tempat anak-anak belajar menulis dan membaca, menghafal Al-Qur’an serta belajar pokok-pokok Agama Islam. Setelah tamat Al-Qur’an mereka meneruskan pelajaran ke masjid. Pelajaran di masjid itu terdiri dari tingkat menengah dan tingkat tinggi. Pada tingkat menengah gurunya belumlah ulama besar, sedangkan pada tingkat tingginya gurunya ulama yang dalam ilmunya dan masyhur ke’aliman dan kesalehannya.
Umumnya pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di Kuttab atau di Masjidpada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran diberikan oleh guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan sederhana, yaitu:
  • Belajar membaca dan menulis
  • Membaca Al-Qur’an dan menghafalnya
  • Belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat, puasa dan sebagainya.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi terdiri dari:
  • Al-Qur’an dan tafsirannya.
  • Hadis dan mengumpulkannya.
  • Fiqh (tasri’).
Pemerintah dinasti Umayyah menaruh perhatian dalam bidang pendidikan. Memberikan dorongan yang kuat terhadap dunia pendidikan dengan penyediaan sarana dan prasarana. Hal ini dilakukan agar para ilmuan, para seniman, dan para ulama mau melakukan pengembangan bidang ilmu yang dikuasainya serta mampu melakukan kaderisasi ilmu. Di antara ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
  1. Ilmu agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis mengalami perkembangan pesat.
  2. Ilmu sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil menulis berbagai peristiwa sejarah.
  3. Ilmu pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu yang mempelajari bahasa, nahu, saraf, dan lain-lain.
  4. Budang filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
  5. Lembaga-lembaga pendidikan yang berkembang pada zaman bani Umayyah, selaibn masjid, kuttab, dan rumah sebagaiman yang telah ada sebelumnya, juga ditambah dengan lembaga pendidikan seperti Istana, Badiah, Perpustakaan, Al-Bimaristan, Kuttab, Masjid, dan Majelis Sastra.
a. Istana
Pendidikan di Istana bukan saja mengajarkan ilmu pengetahuan umum, melainkan juga mengajarkan tentang kecerdasan, jiwa, dan raga anak.
b. Badiah
Lembaga pendidikan Badiah ini muncul seiring dengan kebijakan pemerintah bani Umayyah untuk melakukan program arabisasi yang digagas oleh khalifa Abdul Malik ibn Marwan. Secara harfiah Badiah artinya dusun badui di Padang Sahara yang didalamnya terdapat bahasa Arab yang masih fasih dan murni sesuai dengan kaidah bahasa Arab.
c. Perpustakaan
Perpustakaan tumbuh dan berkembang seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan serta kegiatan penelitian dan penu;isan karya ilmiah. Pada pendidikan dan pengajaran yang berbasis penelitian, perpustakaan memgang peranan yang sangat penting. Ia menjadi jantung sebuah lembaga pendidikan.
d. Al-Bimaristan
Al-Bimaristan adalah rumah sakit tempat berobat dan merawat orang serta sekaligus berfungsi sebagai tempat melakukan magang dan penelitian bagi calon dokter. Di masa sekarang Al-Baristan dikenal dengan istilah Teaching Hospital (rumah sakit pendidikan).
e. Kuttab
Anak memerlukan pendidikan dan pelajaran yang lebih intensif agar memperoleh hasil yang diharapkan, tertib dan teratur. Cara demikian ini tidak mungkin dilakukan dirumah. Karena itu diperlukan tempat dan ruang khusus di luar rumah.
Menempatkan anak-anak belajar di masjid, akan menimbulkan kegaduhan orang lain yang sedang melaksanakan ibadahnya. Selain itu kebersihan mesjid pun tidak terjamin. Sifat daripada anak-anak adalah aktif selalu bergerak tanpa menghiraukan keadaan sekelilingnya.
Jalan keluar dari kesulitan ini adalah mendirikan ruangan khusus di luar rumah dan di luar ruangan masjid. Tempat belajar anak-anakn ini kemudian disebut kuttab.
Dalam perkembangan selanjutnya, kuttab ini mengalami perubahan-perubahan dan perkembangan bentuk serta sistem organisasinya. Akan tetapi bentuk kuttab yang pertama masih tetap menjalankan fungsinya yang semula, dengan guru-gurunya terdiri dari orang-orang dzimmi yang melulu mengajar menulis dan membaca. Kuttab ini mulai muncul pada zaman al-Hajjaj ibn Yusuf Ats-tsaqafi. Dalam kuttab ini anak-anak mulai menghafal al-Qur’an secara teratur, karena ia merupakan sumber kehidupan keagaman dan dasar pembinaan yang dibutuhkan oleh setiap muslim. Menurut Prof, Dr, A Salabi “Kuttab dari jenis ini sebagai suatu rumah perguruan untuk umum, adalah hasil perkembangan dari pendidikan putera raja-raja dan pembesarnya.
f. Masjid
Masjid sangat erat hubungannya dengan sejarah pendidikan Islam, ia merupaka n suatu lembaga pendidikan Islam sejak awal dibangun oleh Nabi Muhammad Saw. dari mesjid ini dikumandangkan seruan iman, taqwa, akhlaq dan ajaran-ajaran kemasyarakatan; baik yang berhubungan dengan individu kenegaraan maupun yang berhubungan dengan sosial ekonomi dan sosial budaya yang adil dan beradab serta diridhai Allah Swt.
Peranan mesjid sebagai pusat pendidikan dan pengajaran senantiasa terbuka lebar bagi setiap orang yang merasa dirinya mampu dan cakap untuk memberikan atau mengajarkan ilmunya kepada orang yang hasus akan ilmu pengetahuan. Setelah pelajaran anak-anak di kuttab berakhir, mereka melanjutkan pendidikannya ke tingkat menengah yang dilakukan di masjid.
Dalam masjid terdapat dua tingkatan sekolah; tingkat menengah dan tingkat perguruan tinggi. Pelajaran yang diberikan dalam tingkat menengah dilakukan secara perorangan. Sedang pada tingkat perguruan tinggi dilakukan secara halaqah, murid duduk bersama mengelilingi gurunya yang memberikan pelajaran kepada mereka. Ditingkat menengah diberikan mata pelajaran al-Quran dan Tafsir, Hadits dan Fiqih. Sedangkan pada tingkat perguruan tinggi diberikan pelajaran Tafsir, Hadits, Fikih, dan Syari’at Islam.

g. Majelis Sastra
Majelis sastra adalah perkembangan dari mesjid yang biasa dilakukan oleh para khulafaur rasyidin bersama para sahabat lainnya untuk bermusyawarah dan diskusi tentang masalah-masalah yang memerlukan pemecahan secara tuntas. Dalam majelis ini para sahabat mempunyai kebebasan yang penuh dalam mengemukakan kritikan-kritikan dan pendapat mereka.
Musyawarah dan diskusi mengandung unsur pendidikan yang meliputi pengunaan dan pengendalian akal pikiran serta perasaan dan tata tertib berdasarkan ketentuan-ketentuan atau dalil-dalil yang berlaku. Selain itu dalam majelis ini juga terjadi proses transformasi ilmu pengetahuan, permasalahan yang dikemukakan dan hasil pemecahannya kepada peserta.[3]
Ada dinemika tersendiri yang menjadi karakteristik pendidikan Islam pada waktu itu, yakni dibukanya wacana kalam (baca: disiplin teologi) yang berkembang ditengah-tengah masyarakat. Sebagaimana dipahami dari konstitusi sejarah Bani Umayyah yang bersamaan dengan kelahirannya hadir pula tentang orang yang berbuat dosa besar, wacana kalam tidak dapat dihindari dari perbincangan kesehariannya, meskipun wacana ini dilatarbelakangi oleh faktor-faktor politis. Perbincangan ini kemudian telah melahirkan sejumlah kelompok yang memiliki paradigmas berpikir secara mandiri.
Pola pendidikan pada periode Bani Umayyah telah berkembang jika dilihat dari aspek pengajarannya, walaupun sistemnya masih sama seperti pada masa Nabi dan khulafaur rasyidin. Pada masa ini peradaban Islam sudah bersifat internasional yang meliputi tiga benua, yaitu sebagian Eropa, sebagian Afrika dan sebagian besar Asia yang kesemuanya itu dipersatukan dengan bahasa Arab sebagai bahasa resmi Negara.
C. Madrasah Dan Universitas Pada Masa Bani Umayyah

Perluasan negara Islam bukanlah perluasan dengan merobohkan dan menghancurkan, bahkan perluasan dengan teratur diikuti oleh ulama-ulama dan guru-guru agama yang turut bersama-sama tentara Islam. Pusat pendidikan telah tersebar di kota-kota besar sebagai berikut:Di kota Mekkah dan Madinah (Hijaz). Di kota Basrah dan Kufah (Irak). Di kota Damsyik dan Palestina (Syam). Di kota Fistat (Mesir).
Madrasah-madrasah yang ada pada masa Bani Umayyah adalah sebagai berikut:
  1. Madrasah Mekkah: Guru pertama yang mengajar di Makkah, sesudah penduduk Mekkah takluk, ialah Mu’az bin Jabal. Ialah yang mengajarkan Al Qur’an dan mana yang halal dan haram dalam Islam. Pada masa khalifah Abdul Malik bin Marwan Abdullah bin Abbas pergi ke Mekkah, lalu mengajar disana di Masjidil Haram. Ia mengajarkan tafsir, fiqh dan sastra. Abdullah bin Abbaslah pembangunan madrasah Mekkah, yang termasyur seluruh negeri Islam.
  2. Madrasah Madinah: Madrasah Madinah lebih termasyur dan lebih dalam ilmunya, karena di sanalah tempat tinggal sahabat-sahabat nabi. Berarti disana banyak terdapat ulama-ulama terkemuka.
  3. Madrasah Basrah: Ulama sahabat yang termasyur di Basrah ialah Abu Musa Al-asy’ari dan Anas bin Malik. Abu Musa Al-Asy’ari adalah ahli fiqih dan ahli hadist, serta ahli Al Qur’an. Sedangkan Abas bin Malik termasyhur dalam ilmu hadis. Al-Hasan Basry sebagai ahli fiqh, juga ahli pidato dan kisah, ahli fikir dan ahli tasawuf. Ia bukan saja mengajarkan ilmu-ilmu agama kepada pelajar-pelajar, bahkan juga mengajar orang banyak dengan mengadakan kisah-kisah di masjid Basrah.
  4. Madrasah Kufah: Madrasah Ibnu Mas’ud di Kufah melahirkan enam orang ulama besar, yaitu: ‘Alqamah, Al-Aswad, Masroq, ‘Ubaidah, Al-Haris bin Qais dan ‘Amr bin Syurahbil. Mereka itulah yang menggantikan Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud menjadi guru di Kufah. Ulama Kufah, bukan saja belajar kepada Abdullah bin Mas’ud. Bahkan mereka pergi ke Madinah.
  5. Madrasah Damsyik (Syam): Setelah negeri Syam (Syria) menjadi sebagian negara Islam dan penduduknya banyak memeluk agama Islam. Maka negeri Syam menjadi perhatian para Khilafah. Madrasah itu melahirkan imam penduduk Syam, yaitu Abdurrahman Al-Auza’iy yang sederajat ilmunya dengan Imam Malik dan Abu-Hanafiah. Mazhabnya tersebar di Syam sampai ke Magrib dan Andalusia. Tetapi kemudian mazhabnya itu lenyap, karena besar pengaruh mazhab Syafi’I dan Maliki.
  6. Madrasah Fistat (Mesir): Setelah Mesir menjadi negara Islam ia menjadi pusat ilmu-ilmu agama. Ulama yang mula-mula madrasah madrasah di Mesir ialah Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘As, yaitu di Fisfat (Mesir lama). Ia ahli hadis dengan arti kata yang sebenarnya. Karena ia bukan saja menghafal hadis-hadis yang didengarnya dari Nabi S.A.W., melainkan juga dituliskannya dalam buku catatan, sehingga ia tidak lupa atau khilaf meriwayatkan hadis-hadis itu kepada murid-muridnya. Oleh karena itu banyak sahabat dan tabi’in meriwayatkan hadis-hadis dari padanya.
Karena pelajar-pelajar tidak mencukupkan belajar pada seorang ulama di negeri tempat tinggalnya, melainkan mereka melawat ke kota yang lain untuk melanjutkan ilmunya. Pelajar Mesir melawat ke Madinah, pelajar Madinah melawat ke Kufah, pelajar Kufah melawat Syam, pelajar Syam melawat kian kemari dan begitulah seterusnya. Dengan demikian dunia ilmu pengetahuan tersebar seluruh kota-kota di Negara Islam.
D. Tokoh-Tokoh Pendidikan Pada Masa Bani Umayyah Beserta Kontribusinya
Tokoh-tokoh pendidikan pada masa Bani Umayyah terdiri dari ulama-ulama yang menguasai bidangnya masing-masing seperti dalam bidang tafsir, hadist, dan Fiqh. Selain para ulama juga ada ahli bahasa/sastra.
  • Ulama-ulama tabi’in ahli tafsir, yaitu: Mujahid, ‘Athak bin Abu Rabah, ‘Ikrimah, Sa’id bin Jubair, Masruq bin Al-Ajda’, Qatadah.Pada masa tabi’in tafsir Al-Qur’an bertambah luas dengan memasukkan Israiliyat dan Nasraniyat, karena banyak orang-orang Yahudi dan Nasrani memeluk agama Islam. Di antara mereka yang termasyhur: Ka’bul Ahbar, Wahab bin Munabbih, Abdullah bin Salam, Ibnu Juraij.
  • Ulama-ulama Hadist: Kitab bacaan satu-satunya ialah al-Qur’an. Sedangkan hadis-hadis belumlah dibukukan. Hadis-hadis hanya diriwayatkan dari mulut ke mulut. Dari mulut guru ke mulut muridnya, yaitu dari hafalan uru diberikannya kepada murid, sehingga menjdi hafalan murid pula dan begitulah seterusnya. Setengah sahabat dan pelajar-pelajar ada yang mencatat hadist-hadist itu dalam buku catatannya, tetapi belumlah berupa buku menurut istillah kita sekarang.
  • Ulama-ulama sahabat yang banyak meriwayatkan hadis-hadis ialah: Abu Hurairah (5374 hadist), ‘Aisyah (2210 hadist), Abdullah bin Umar (± 2210 hadist), Abdullah bin Abbas (± 1500 hadist), Jabir bin Abdullah (±1500 hadist), Anas bin Malik (±2210 hadist)
  • Ulama-ulama ahli Fiqh: Ulama-ulama tabi’in Fiqih pada masa bani Umayyah diantaranya adalah:, Syuriah bin Al-Harits, ‘alqamah bin Qais, Masuruq Al-Ajda’,Al-Aswad bin Yazid Kemudian diikuti oleh murid-murid mereka, yaitu: Ibrahim An-Nakh’l (wafat tahun 95 H) dan ‘Amir bin Syurahbil As Sya’by (wafat tahun 104 H). sesudah itu digantikan oleh Hammad bin Abu Sulaiman (wafat tahubn 120 H), guru dari Abu Hanafiah.
  • Ahli bahasa/sastra: Seorang ahli bahasa seperti Sibawaih yang karya tulisnya Al-Kitab, menjadi pegangan dalam soal berbahasa arab. Sejalan dengan itu, perhatian pada syair Arab jahiliahpun muncul kembali sehingga bidang sastra arab mengalami kemajuan. Di zaman ini muncul penyair-penyair seperti Umar bin Abu Rabiah, Jamil al-uzri, Qys bin Mulawwah yang dikenal dengan nama Laila Majnun, Al-Farazdaq, Jarir, dan Al akhtal. sebegitu jauh kelihatannya kemajuan yang dicapai Bani Umayyah terpusat pada bidang ekspansi wilayah, bahasa dan sastra arab, serta pembangunan fisik. Sesungguhnya dimasa ini gerakan-gerakan ilmiah telah berkembang pula, seperti dalam bidang keagamaan, sejarah dan filsafat. Dalam bidang yang pertama umpamanya dijumpai ulama-ulama seperti Hasan al-Basri, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan Wasil bin Ata. Pusat kegiatan ilmiah ini adalah Kufah dan Basrah di Irak. Khalid bin Yazid bin Mu’awiyah adalah seorang orator dan penyair yang berpikir tajam. Ia adalah orang pertama yang menerjemahkan buku-buku tentang astronomi, kedokteran, dan kimia.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa keadaan pendidikan pada masa kekuasaan bani Umayyah sudah lebih berkembang dibandingkan pada zaman Khulafur Rasyidin. Perkembangan pendidikan tersebut yang paling menonjol adalah pada aspek kelembagaan dan ilmu yang diajarkan. Pada aspek kelembagaan telah muncul dan berkembang lembaga pendidikan baru, yakni istana, badiah, perpustakaan, dan bimaristan. Adapun ilmu yang diajarkan bukan hanya bidang agama saja, melainkan juga ilmu-ilmu umum. Namun demikian, ilmu-ilmu agama masih dominan dibandingkan dengan ilmu umum. Adapun bila kita lihat dari segi sistemnya masih bersifat sederhana dan konvensional, dan belum dapat disamakan dengan sistem pendidikan yang sudah berkembang seperti pada saat ini.
Perkembangan pendidikan yang demikian itu karena dipengaruhi oleh situasi politik, sosial, dan keagamaan yang secara keseluruhan belum mendukung kegiatan pendidikan. secara politik, masa bani Umayyah yang berlangsung lebih kurang 90 tahun terlalu banyak digunakan untuk melakukan perluasan wilayah serta meredam berbagai gejolak dan pemberontakan.
B. Saran
Ada sebuah pepatah yang mengatakan “tidak ada gading yang tak retak”. Karena itulah penulis senantiasa menyadari bahwa begitu banyak kekurangan- kekurangan dan kesalahan-kesalahan yang terdapat dalam makalah ini. Maka dari pada itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sekalian agar kedepannya penulis bisa berusaha menjadi lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA
Nata, Abuddin. 2014. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Pendidikan Pada Zaman Bani Umayyah 
Sejarah Pendidikan Islam Pada Masa Bani Umayah

Leave a Reply