Suku Bentong merupakan salah satu suku yang berasal dari Sulawesi selatan. Etnis ini mendiami desa Bulo-bulo, kecamatan Pujananting kabupaten Barru. Suku ini termaksud suku terasing, karena keberadaannya yang jauh dari perkotaan. Mereka lebih suka berkelana di hutan semak sambil mencari dan berburu untuk kebutuhan hidup.
Nuru Rrein, warga To Bentong Foto: Sofyan Syamsul/mongabay.co.id
Sejarah asal usul suku Bentong
Terdapat dua versi yang menjelaskan tentang asal-usul suku Bentong yaitu :
1. Menurut suku Bentong
Mereka dahulunya adalah keturunan putra Raja Bone yang kawin dengan putri Raja Ternate.
2. Menurut orang Bugis
Menurut orang bugis, bahwa suku Bentong ini adalah merupakan keturunan campur dari orang Bugis dan Makassar karena terdapat kemiripan adat dan budaya suku Bentong dengan adat dan budaya suku Bugis dan suku Makassar.
Dahulu suku Bentong merupakan bangsa nomaden, yang selalu mencari pemukiman baru, berpindah-pindah sambil membuka ladang dengan pola tebang-tebas-bakar sekaligus membuka pemukiman sementara mengolah tanaman di ladang.
Bahasa
Nama dari suku Bentong diperoleh karena suku ini menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa masyarakat Barru yang merupakan komunitas Bugis. Bahasa suku Bentong menggunakan perpaduan dari beberapa bahasa daerah yang ada di Sulawesi selatan yaitu Makassar, Konjo, Bugis dan Mandar. Arti kata Bentong sendiri dalam bahasa Indonesia diartikan “cadel”.
Adat perkawinan
Adat perkawinan orang Bentong bersifat endogamy. Yang artinya perkawinan dilakukan di antara orang-orang satu kelompok. Mereka sangat memegang teguh peraturan adat sehingga tidak melakukan perkawinan dengan suku lain di luar kelompok mereka. Namun terdapat kebijakan tersendiri bagi mereka yang ingin menikah diluar kelompok. Yaitu apabila ada seorang laki-laki yang ingin kawin dengan perempuan di luar kelompok suku mereka, maka pemuda tersebut harus kawin dengan perempuan dari kelompok mereka terlebih dahulu. Syarat perkawinan atau semacam mas kawin, berupa ladang atau kain. Setelah acara pernikahan mereka harus tinggal di rumah kerabat istri atau kerabat suami terlebih dahulu selama beberapa tahun, barulah mereka diperbolehkan tinggal di rumah sendiri.
Sistem kepercayaan
Mayoritas masyarakat suku Bentong memeluk agama Islam. Hal ini dapat terlihat dari setiap tradisi acara adat mereka, banyak mengandung unsur Islami. Sebelum menganut agama islam, masyarakat Bentong menganut sistem kepercayaan animisme dengan pemujaan terhadap roh nenek moyang dan benda-benda yang dikeramatkan. Mereka percaya bahwa pemujaan (arajang) akan mendatangkan keselamatan dan harus dilakukan untuk menghindari kutukan. Benda-benda arajang, seperti keris, tombak, perisai, payung, dan lain-lain, hanya dikeluarkan untuk dipuja pada saat pelantikan raja, perkawinan, bencana alam, dan peristiwa-peristiwa lain yang dianggap penting.
Selain itu pemujaan juga dilakukan terhadap Pantansa. Pantansa adalah rumah-rumahan kecil berwarna kuning yang dipercaya sebagai lambang dewa. Berbagai upacara juga dilakukan terutama pada saat penyebaran bibit padi dan masa panen di ladang mereka. Upacara dipimpin oleh pinati atau dukun sebagai perantara manusia dengan roh nenek moyang.
Pencaharian
Mata pencaharian suku Bentong kebanyak dibidang pertanian, nelayan dan berburu. Mereka membuka ladang-ladang di dekat hutan sekitar perkampungan dengan menanam padi, kacang, jagung, kelapa dan beberapa jenis sayur-sayuran dan buah-buahan. Selain bertani mereka juga berburu dan sebagian memilih profesi sebagai nelayan.
Sumber referensi :
http://protomalayans.blogspot.com/2012/10/suku-bentong-sulawesi_9.html diakses tanggal 10 april 2015
http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Bentong diakses tanggal 10 april 2015