Pengertian Ilmu dan Filsafat, Menurut para Ahli, Perbedaan Ilmu dan Filsafat, dan Hubungan Ilmu dan Filsafat
Sepanjang sejarahnya manusia dalam usahanya memahami dunia sekelilingnya mengenal dua sarana, yaitu pengetahuan ilmiah (scientific knowledge) dan penjelasan gaib (mystical exploitation). Kini di satu pihak manusia memiliki sekelompok pengetahuan yang sistematis dengan berbagai hipotesis yang telah dibuktikan kebenarannya secara sah, tetapi dipihak lain sebagian mengenal pula aneka keterangan gaib yang tidak mungkin diuji sahnya untuk menjelaskan rangkaian peristiwa yang masih berada di luar jangkauan pemahamannya. Di antara rentangan pengetahuan ilmiah dan penjelasan gaib itu terdapatlah persoalan ilmiah yang merupakan kumpulan hipotesis yang dapat diuji, tetapi belum secara sah dibuktikan kebenarannya.
Ilmu sebagai aktivitas ilmiah dapat berwujud penelaahan (study), penyelidikan(inquiry), usaha menemukan (attempt to find), atau pencarian (search). Oleh karena itu, pencarian biasanya dilakukan berulang kali, maka dalam dunia ilmu kini dipergunakan istilah research (penelitian) untuk aktivitas ilmiah yang paling berbobot guna menemukan pengetahuan baru. Dari aktivitas ilmiah dengan metode ilmiah yang dilakukan para ilmuwan dapatlah dihimpun sekumpulan pengetahuan yang baru atau disempurnakan pengetahuan yang telah ada, sehingga di kalangan ilmuwan maupun para filsuf pada umumnya terdapat kesepakatan bahwa ilmu adalah sesuatu kumpulan pengetahuan yang sistematis.
Pengetahuan yang telah disempurnakan atau yang dikenal dengan sebutan ilmu itu bermacam-macam. Oleh karena itu, dalam makalah ini kami akan membahas berbagai macam ilmu yang dikemukakan para ilmuwan guna mengingat pentingnya mengetahui dan mempelajari ilmu tersebut.
1. Pengertian Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘alama. Arti dasar dari kata ini adalah pengetahuan. Penggunaan kata ilmu dalam proposisi bahasa Indonesia sering disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris. Kata science itu sendiri memang bukan bahasa Asli Inggris, tetapi merupakan serapan dari bahasa Latin, Scio, scire yang arti dasarnya pengetahuan. Ada juga yang menyebutkan bahwa science berasal dari kata scientia yang berarti pengetahuan. Scientia bersumber dari bahasa Latin Scire yang artinya mengetahui.1 Terlepas dari berbagai perbedaan asal kata, tetapi jika benar ilmu disejajarkan dengan kata science dalam bahasa Inggris, maka pengertiannya adalah pengetahuan. Pengetahuan yang dipakai dalam bahasa Indonesia, kata dasarnya adalah “tahu”.2 Secara umum pengertian dari kata “tahu”
2. Pengertian Filsafat
Filsafat berasal dari bahasa Yunani, philosophia dan philoshophos. Menurut bentuk kata, philosophia diambil dari kata philos dan shopia atau philos dan sophos. Philos berarti cinta dan shopia atau shopos berarti kebijaksanaan, pengetahuan, dan hikmah. Dalam pengertian ini seseorang dapat disebut telah berfilsafat apabila seluruh ucapannya dan perilakunya mengandung makna dan ciri sebagai orang yang cinta terhadap kebijaksanaan, terhadap pengetahuan dan terhadap hikmah.
Ali Mudhafir berpendapat bahwa kata filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padanan kata Falsafah (Arab), Phyloshophy (Inggris), Philosophie (Jerman, Belanda dan Perancis). Semua kata itu, berasal dari bahasa Yunani Philosphia. Kata philosophia sendiri terdiri dari dua suku kata, yaitu Philien, Philos dan shopia. Philien berarti mencintai, philos berarti teman dan sophos berarti bijaksana, shopia berarti kebijaksanaan. Dengan demikian, menurut Ali Mudhafir ada dua arti secara etimologi dari kata filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata philien dan shopos, maka ia berarti mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana
(Plato) Filsafat adalah pengetahuan yang berminat mencapai pengetahuan kebenaran yang asli.
(Aristoteles) Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilm -ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika.
(Al Farabi) Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) tentang alam maujud bagaimana hakikat yang sebenarnya.
(Aristoteles ( (384 – 322 SM)Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
Cicero ( (106 – 43 SM )Filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga
Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) Filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
Paul Nartorp (1854 – 1924 )Filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
3. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
4. Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
Notonegoro Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
Driyakarya Filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
Sidi GazalbaBerfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
Harold H. Titus (1979 ) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi;
Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
Hasbullah Bakry Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.
Prof. Mr.Mumahamd Yamin Filsafat ialah pemusatan pikiran , sehingga manusia menemui kepribadiannya seraya didalam kepribadiannya itu dialamiya kesungguhan.
Prof.Dr.Ismaun, M.Pd. Filsafat ialah usaha pemikiran dan renungan manusia denganakal dan qalbunya secara sungguh-sungguh , yakni secara kritis sistematis, fundamentalis, universal, integral dan radikal untuk mencapai dan menemukan kebenaran yang hakiki (pengetahuan, dan kearifan atau kebenaran yang sejati.
Bertrand Russel Filsafat adalah sesuatu yang berada di tengah-tengah antara teologi dan sains. Sebagaimana teologi , filsafat berisikan pemikiran-pemikiran mengenai masalah-masalah yang pengetahuan definitif tentangnya, sampai sebegitu jauh, tidak bisa dipastikan;namun, seperti sains, filsafat lebih menarik perhatian akal manusia daripada otoritas tradisi maupun otoritas wahyu.
3. Hubungan Antara Ilmu Dan Filsafat
Berbagai pengertian tentang filsafat dan ilmu sebagaimana telah dijelaskan di atas, maka berikutnya akan tergambar pula. Pola relasi (hubungan) antara ilmu dan filsafat. Pola relasi ini dapat berbentuk persamaan antara ilmu dan filsafat, dapat juga perbedaan di antara keduanya.
Di zaman Plato, bahkan sampai masa al Kindi, batas antara filsafat dan ilmu pengetahuan boleh disebut tidak ada. Seorang filosof pasti menguasi semua ilmu. Tetapi perkembangan daya pikir manusia yang mengembangkan filsafat pada tingkat praksis, berujung pada loncatan ilmu dibandingkan dengan loncatan filsafat. Meski ilmu lahir dari filsafat, tetapi dalam perkembangan berikut, perkembangan ilmu pengetahuan yang didukung dengan kecanggihan teknologi, telah mengalahkan perkembangan filsafat. Wilayah kajian filsafat bahkan seolah lebih sempit dibandingkan dengan masa awal perkembangannya, dibandingkan dengan wilayah kajian ilmu. Oleh karena itu, tidak salah jika kemudian muncul suatu anggapan bahwa untuk saat ini, filsafat tidak lagi dibutuhkan bahkan kurang relevan dikembangkan ole manusia. Sebab manusia hari ini mementingkan ilmu yang sifatnya praktis dibandingkan dengan filsafat yang terkadang sulit “dibumikan”. Tetapi masalahnya betulkah demikian?
Ilmu telah menjadi sekelompok pengetahuan yang terorganisir dan tersusun secara sistematis. Tugas ilmu menjadi lebih luas, yakni bagaimana ia mempelajari gejala-gejala sosial lewat observasi dan eksperimen.13 Keinginan-keinginan melakukan observasi dan eksperimen sendiri, dapat didorong oleh keinginannya untuk membuktikan hasil pemikiran filsafat yang cenderung Spekulatif ke dalam bentuk ilmu yang praktis. Dengan demikian, ilmu pengetahuan dapat diartikan sebagai keseluruhan lanjutan sistem pengetahuan manusia yang telah dihasilkan oleh hasil kerja filsafat kemudian dibukukan secara sistematis dalam bentuk ilmu yang terteoritisasi.14 Kebenaran ilmu dibatasi hanya pada sepanjang pengalaman dan sepanjang pemikiran, sedangkan filsafat menghendaki pengetahuan yang koprehensif, yakni; yang luas, yang umum dan yang universal (menyeluruh) dan itu tidak dapat diperoleh dalam ilmu..
B. PENGERTIAN ILMU DAN PENGETAHUAN
Dalam hal ini Pengertian Ilmu dan Ilmu pengetahuan menurut beberapa ahli:
Mohammad Hatta Ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut hubungannya dari dalam.
Ralp Ross dan Ernest Van Den HaagIlmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan keempatnya serentak.
Karl PearsonIlmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah sederhana.
Ashely Montagu, Guru Besar Antropolo di Rutgers UniversityIlmu adalah pengetahuan yang disususn dalam satu system yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menetukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
Harsojo, Guru Besar antropolog di Universitas PajajaranIlmu adalah:
Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematisasikan
Suatu pendekatan atau mmetode pendekatan terhadap seluruh duniaempirisyaitu dunia yang terikat oleh factor ruang dan waktu yang pada prinsipnya dapat diamati panca indera manusia.
Suatu cara menganlisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk: “jika,….maka…”
Afanasyef, seorang pemikir Marxist bangsa RusiaIlmu adalah pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat, dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, kategori dan hukum-hukum, yang ketetapnnya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Communality, The Liang Gie 1991Sekumpulan proposisi sistematis yang terkandung dalam pernyataan-pernyataan yang benar dengan ciri pokok yang bersifat general, rational, objektif, mampu diuji kebenarannya (verifikasi objektif), dan mampu menjadi milik umum .
J. Haberer 1972 Suatu hasil aktivitas manusia yang merupakan kumpulan teori, metode dan praktek dan menjadi pranata dalam masyarakat.
J.D. Bernal 1977Suatu pranata atau metode yang membentuk keyakinan mengenai alam semesta dan manusia.
E. Cantote 1977Suatu hasil aktivitas manusia yang mempunyai makna dan metode.1977 -1992
Cambridge-Dictionary 1995
Ilmu Pengetahuan adalah kumpulan pengetahuan yang benar, mempunyai objek dan tujuan tertentu dengan sistim, met ode untuk berkembang serta berlaku universal yang dapat diuji kebenarannya.
1. PERBEDAAN FILSAFAT DAN ILMU PENGETAHUAN
a. Dilihat dari obyek material (lapangan)
Filsafat itu bersifat universal [umum], yaitu segala sesuatu yang ada [realita] sedangkan obyek material ilmu [pengetahuan ilmiah] itu bersifat khusus dan empiris. Artinya, ilmu hanya terfokus pada disiplin bidang masing-masing secra kaku dan terkotak-kotak, sedangkan kajian filsafat tidak terkotak-kotak dalam disiplin tertentu
b. Obyek formal (sudut pandangan)
Filsafat itu bersifat non fragmentaris, karena mencari pengertian dari segala sesuatu yang ada itu secara luas, mendalam dan mendasar. Sedangkan ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif. Di samping itu, obyek formal itu bersifatv teknik, yang berarti bahwa cara ide-ide manusia itu mengadakan penyatuan diri dengan realita.
· Filsafat dilaksanakan dalam suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error. Oleh karena itu, nilai ilmu terletak pada kegunaan pragmatis, sedangkan kegunaan filsafat timbul dari nilainnya.
· Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif, yaitu menguraikan secara logis, yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu. Filsafat memberikan penjelasan yang terakhri, yang mutlak, dan mendalam sampai mendasar [primary cause] sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, yang lebih dekat, yang sekunder
· Filsafat = berpikir kritis atau selalu mempertanyakan segala hal tanpa ada eksperimen. Sedangkan ilmu pengetahuan = selalu dengan eksperiman untuk menemukan jawaban dari pertanyaannya
2. Pengertian dan Kriteria Ilmu
Kata “ilmu” merupakan terjemahan dari kata science, yang secara etimologis berasal dari kata latin scinre, artinya to know. Dalam pengertian yang sempit science diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif dan obyektif. Harold H. Titus mengartikan ilmu (science) sebagai common sense yang diatur dan diorganisasikan, mengadakan pendekatan terhadap benda-benda atau peristiwa-peristiwa dengan menggunakan metode-metode observasi, yang teliti dan kritis. Menurut Prof. Dr. Mohammad Hatta, tiap-tiap ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam satu golongan masalah yang sama tabiatnya maupun menurut kedudukannya tampak dari luar maupun menurut bangunnya dari dalam.
Prof. Dr. A. Baiquni merumuskan bahwa science merupakan general consensus dari masyarakat yang terdiri dari para scientist. Sedangkan Prof. Drs. Harsojo menyatakan bahwa ilmu itu adalah :
1. Merupakan akumulasi pengetahuan yang disistematiskan.
2. Suatu pendekatan atau suatu metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris, yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia.
3. Suatu cara menganalisis yang mengizinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan sesuatu proposisi dan bentuk: “Jika…, maka…!”
Jadi ilmu pada prinsipnya merupakan usaha untuk mengorganisasikan dan mensistematisasikan common sense, suatu pengetahuan yang berasal dari pengalaman dan pengamatan dalam kehidupan sehari-hari, namun dilanjutkan dengan suatu pemikiran secara cermat dan teliti dengan menggunakan berbagai metode. Ilmu dapat merupakan suatu metode berpikir secara obyektif, tujuannya untuk menggambarkan dan memberi makna terhadap dunia faktual. Pengetahuan yang diperoleh dengan ilmu, diperolehnya melalui observasi, eksperimen, klasifikasi dan analisis. Ilmu itu obyektif dan mengesampingkan unsur pribadi, pemikiran logika diutamakan, netral, dalam arti tidak dipengaruhi oleh sesuatu yang bersifat kedirian, karena dimulai dengan fakta, ilmu merupakan milik manusia secara komprehensif.
Syarat-syarat ilmu yaitu :
1. ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti, baik yang berhubungan dengan alam (kosmologi) maupun tentang manusia (Biopsikososial). Ilmu mensyaratkan adanya obyek yang diteliti. Lorens Bagus (1996) menjelaskan bahwa dalam teori skolastik terdapat pembedaan antara obyek material dan obyek formal. Obyek formal merupakan obyek konkret yang disimak ilmu. Sedang obyek formal merupakan aspek khusus atau sudut pandang terhadap ilmu. Yang mencirikan setiap ilmu adalah obyek formalnya. Sementara obyek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain.
2. ilmu mensyaratkan adanya metode tertentu, yang di dalamnya berisi pendekatan dan teknik tertentu. Metode ini dikenal dengan istilah metode ilmiah. Dalam hal ini, Moh. Nazir, (1983:43) mengungkapkan bahwa metode ilmiah boleh dikatakan merupakan suatu pengejaran terhadap kebenaran yang diatur oleh pertimbangan-pertimbangan logis. Karena ideal dari ilmu adalah untuk memperoleh interrelasi yang sistematis dari fakta-fakta, maka metode ilimiah berkehendak untuk mencari jawaban tentang fakta-fakta dengan menggunakan pendekatan kesangsian sistematis. Almack (1939) mengatakan bahwa metode ilmiah adalah cara menerapkan prinsip-prinsip logis terhadap penemuan, pengesahan dan penjelasan kebenaran. Sedangkan Ostle (1975) berpendapat bahwa metode ilmiah adalah pengejaran terhadap sesuatu untuk memperoleh sesutu interrelasi. Selanjutnya pada bagian lain Moh. Nazir mengemukakan beberapa kriteria metode ilmiah dalam perspektif penelitian kuantitatif, diantaranya: (a) berdasarkan fakta, (b) bebas dari prasangka, (c) menggunakan prinsip-prinsip analisa, (d) menggunakan hipotesa, (e) menggunakan ukuran obyektif dan menggunakan teknik kuantifikasi. Belakangan ini berkembang pula metode ilmiah dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1996:9-12) mengemukakan ciri-ciri metode ilimiah dalam penelitian kualitatif, diantaranya : (a) sumber data ialah situasi yang wajar atau natural setting, (b) peneliti sebagai instrumen penelitian, (c) sangat deskriptif, (d) mementingkan proses maupun produk, (e) mencari makna, (f) mengutamakan data langsung, (g) triangulasi, (h) menonjolkan rincian kontekstual, (h) subyek yang diteliti dipandang berkedudukan sama dengan peneliti, (i) mengutama- kan perspektif emic, (j) verifikasi, (k) sampling yang purposif, (l) menggunakan audit trail, (m)partisipatipatif tanpa mengganggu, (n) mengadakan analisis sejak awal penelitian, (o) disain penelitian tampil dalam proses penelitian.
3. Pokok permasalahan(subject matter atau focus of interest). Ilmu mensyaratkan adanya pokok permasalahan yang akan dikaji. Mengenai focus of interest ini, Husein Al-Kaff dalam Kuliah Filsafat Islam di Yayasan Pendidikan Islam Al-Jawad menjelaskan bahwa ketika masalah-masalah itu diangkat dan dibedah dengan pisau ilmu maka masalah masalah yang sederhana tidak menjadi sederhana lagi. Masalah-masalah itu akan berubah dari sesuatu yang mudah menjadi sesuatu yang sulit, dari sesuatu yang sederhana menjadi sesuatu yang rumit (complicated). Oleh karena masalah-masalah itu dibawa ke dalam pembedahan ilmu, maka ia menjadi sesuatu yang diperselisihkan dan diperdebatkan. Perselisihan tentangnya menyebabkan perbedaan dalam cara memandang dunia (world view), sehingga pada gilirannya muncul perbedaan ideologi (Husein Al-Kaff, Filsafat Ilmu,).
Di samping memiliki syarat-syarat tertentu, ilmu memiliki pula karakteristik atau sifat yang menjadi ciri hakiki ilmu. Randall dan Buchler mengemukakan beberapa ciri umum ilmu, yaitu : (1) hasil ilmu bersifat akumulatif dan merupakan milik bersama, (2) Hasil ilmu kebenarannya tidak mutlak dan bisa terjadi kekeliruan, dan (3) obyektif tidak bergantung pada pemahaman secara pribadi. Pendapat senada diajukan oleh Ralph Ross dan Enerst Van den Haag bahwa ilmu memiliki sifat-sifat rasional, empiris, umum, dan akumulatif.
Sementara, dari apa yang dikemukakan oleh Lorens Bagus (1996:307-308) tentang pengertian ilmu dapat didentifikasi bahwa salah satu sifat ilmu adalah koheren yakni tidak kontradiksi dengan kenyataan. Sedangkan berkenaan dengan metode pengembangan ilmu, ilmu memiliki ciri-ciri dan sifat-sifat yang reliable, valid, dan akurat. Artinya, usaha untuk memperoleh dan mengembangkan ilmu dilakukan melalui pengukuran dengan menggunakan alat ukur yang memiliki keterandalan dan keabsahan yang tinggi, serta penarikan kesimpulan yang memiliki akurasi dengan tingkat siginifikansi yang tinggi pula. Bahkan dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
Sementara itu, Ismaun (2001) mengetengahkan sifat atau ciri-ciri ilmu sebagai berikut : (1) obyektif; ilmu berdasarkan hal-hal yang obyektif, dapat diamati dan tidak berdasarkan pada emosional subyektif, (2) koheren; pernyataan/susunan ilmu tidak kontradiksi dengan kenyataan; (3) reliable; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keterandalan (reabilitas) tinggi, (4) valid; produk dan cara-cara memperoleh ilmu dilakukan melalui alat ukur dengan tingkat keabsahan (validitas) yang tinggi, baik secara internal maupun eksternal, (5) memiliki generalisasi; suatu kesimpulan dalam ilmu dapat berlaku umum, (6) akurat; penarikan kesimpulan memiliki keakuratan (akurasi) yang tinggi, dan (7) dapat melakukan prediksi; ilmu dapat memberikan daya prediksi atas kemungkinan-kemungkinan suatu hal.
Achmad Sanusi,.(1998), Filsafah Ilmu, Teori Keilmuan, dan Metode Penelitian : Memungut dan Meramu Mutiara-Mutiara yang Tercecer, Makalah, Bandung PS-IKIP Bandung.
3. Klasifikasi Ilmu Pengetahuan
Klasifikasi atau penggolongan ilmu pengetahuan mengalami perkembangan atau perubahan sesuai dengan zaman. Terdapat banyak pandangan yang terkait dengan klasifikasi ilmu pengetahuan yang dapat kita temui. Pada makalah ini kami akan mengklasifikasikan ilmu pengetahuan menurut subyeknya dan obyeknya.
Menurut subyeknya dibagi menjadi :
1. Teoritis
a. Nomotetis
Ilmu yang menetapkan hukum-hukum yang universal berlaku, mempelajari obyeknya dalam keabstrakannya dan mencoba menemukan unsur-unsur yang selalu terdapat kembali dalam segala pernyataannya yang konkrit bilamana dan dimana saja, misalnya ilmu alam, ilmu kimia, sosiologi, ilmu hayat dan sebagainya.
b. Ideografis (ide: cita-cita, grafis: lukisan)
Ilmu yang mempelajari obyeknya dalam konkrit menurut tempat dan waktu tertentu, dengan sifat-sifatnya yang menyendiri (unik). Misalnya ilmu sejarah, etnografi (ilmu bangsa-bangsa), sosiologi dan sebagainya.
2. Praktis (applied science/ ilmu terapan)
Ilmu yang langsung ditujukan kepada pengalaman pengetahuan itu, jadi menentukan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu, maka ini pun diperinci lebih lanjut yaitu :
a. Normatif yaitu ilmu yang mengajarkan bagaimanakah kita harus berbuat, membebankan kewajiban-kewajiban dan larangan-laramgan misalnya: etika (filsafat kesusilaan/filsafat moral).
b. Positif, (applied dalam arti sempit) yaitu ilmu yang mengatakan bagaimanakah orang harus berbuat sesuatu untuk mencapai hasil tertentu. Misalnya ilmu pertanian, ilmu teknik, ilmu kedokteran dan sebagainya.
Kedua macam ilmu pengetahuan ini saling melengkapi, jadi walaupun dibedakan tetap tidak boleh dipisahkan. Kebanyakan ilmu pengetahuan mempunyai bagian teoritis disamping bagian praktis, sehingga sering sulit diterapkan dimana suatu ilmu harus dimasukkan dalam pembagian ini, ilmu teoritis, biasanya dapat berdiri sendiri terlepas dari ilmu praktis, akan tetapi ilmu praktis selalu mempunyai dasar yang teoritis.
Menurut obyeknya (terutama obyek formalnya atau sudut pandangnya) dibagi menjadi :
1. Universal atau umum
Meliputi keseluruhan yang ada, seluruh hidup manusia, misalnya: teologi/agama dan filsafat.
2. Khusus
Hanya mengenai salah satu ilmu tertentu dan kehidupan manusia, jadi obyeknya terbatas, hanya ini saja atau itu saja. Inilah yang biasanya disebut” ilmu pengetahuan”.
Selain itu ilmu juga dibagi menjadi :
1. Ilmu-Ilmu Alam
Ilmu yang mempelajari barang-barang menurut keadaanya di alam kodrat saja, terlepas dari pengaruh manusia dan mencari hukum-hukum yang mengatur apa yang terjadi di dalam alam, jadi terperinci lagi menurut obyeknya. Termasuk di dalamnya adalah: ilmu alam, ilmu fisika, ilmu kimia, ilmu hayat dan sebagainya.
2. Ilmu Pasti
Ilmu yang memandang barang-barang, terlepas dari isinya hanya menurut besarnya. Jadi mengadakan abstaraksi barang-barang itu. Ilmunya dijabarkan secara logis berpangkal pada beberapa asas-asas dasar (axioma). Termasuk di dalamnya adalah ilmu ukur, ilmu hitung, ilmu aljabar dan sebagainya.
3. Ilmu-ilmu kerohanian / kebudayaan
Ilmu yang mempelajari hal-hal dimana jiwa manusia memegang peranan yang menentukan. Yang dipandang bukan barang-barang seperti di alam dunia, terlepas dari manusia, melainkan justru sekadar mengalami pengaruh dari manusia. Misalnya ilmu sejarah, , ilmu hukum , ilmu ekonomi, ilmu sosiologi, ilmu bahasa dan sebagainya.
Ketiga macam ilmu pengetahuan ini juga dibeda-bedakan tetapi jangan sampai dipisah-pisahkan, karena memang berhubungan satu sama lain dan saling mempengaruhi dan melengkapi.
Klasifikasi Ilmu Pengetahuan Menurut Para Filsuf :
1. Cristian Wolff
Cristian Wolff mengklasifikasikan ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelompok besar, yakni ilmu pengetahuan empiris, matematika, dan filsafat. Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Cristian Wolff dapat dibagi menjadi :
a. Ilmu pengetahuan empiris
Kosmologis empiris, psikologis empiris
b. Matematika
Murni : aritmatika, geometri, aljabar
Campuran : mekanika, dan lain-lain
c. Filsafat
Spekulatif: metafisika
Umum: ontologi
Khusus: psikologi, kosmologi, theologi
d. Praktis
Intelek: logika
Kehendak: ekonomi, etika, politik
Pekerjaan fisik: tekhnologi
2. Auguste Comte
Pada dasarnya penggolongan ilmu pengetahuan yang dikemukakan Auguste Comte sejalan dengan sejarah ilmu pengetahuan itu sendiri, yang menunjukkan bahwa gejala-gejala dalam ilmu pengetahuan yang paling umum akan tampil terlebih dahulu. Kemudian disusul dengan gejala pengetahuan yang semakin lama semakin rumit atau kompleks dan semakin kongkret. Karena dalam mengemukakan penggolongan ilmu pengetahuan, Auguste Comte memulai dengan mengamati gejala-gejala yang paling sederhana, yaitu gejala yang letaknya paling jauh dari suasana kehidupan sehari-hari. Urutan dalam penggolongan ilmu pengetahuan Auguste Comte yaitu ilmu pasti (matematika), ilmu perbintangan (astronomi), ilmu alam (fisika), ilmu kimia, ilmu hayat (fisiologi atau biologi), fisika sosial (sosiologi).
Klasifikasi ilmu pengetahuan menurut Auguste Comte secara garis besar dapat diklasifikasikan sebagi berikut:
a. Ilmu pengetahuan
Logika (matematika murni), ilmu pengetahuan empiris (astronomi, fisika, biologi, sosiologi)
b. Filsafat, (Metafisika, Filsafat ilmu pengetahuan)
4. Kaitan Ilmu-Ilmu dengan Kehidupan Saat ini
Hal yang paling menggelisahkan dunia yang semakin bertambah secara tidak stabil melalui berbagai cara adalah musnahnya ras manusia. Hal ini tampak seperti kata-kata klise, namun kenyataan menunjukkan bahwa ilmu modern yang berhubungan secara kompleks dengan militer industrial melalui penemuan-penemuannya telah mengadakan suatu perubahan kualitatif terhadap hubungan-hubungan internasional yang sukar dijangkau. Pertumbuhan perlombaan persenjataan nuklir yang terus berlangsung dibenarkan secara resmi dari segala segi dengan adanya keinginan untuk mempertahankan “keseimbangan”, namun berbagai pendapat mempertimbangkan untuk mengambil resiko dalam perang dunia tanpa mengurangi kemungkinannya.
Sedikitnya ancaman, tetapi besarnya keseriusan pada akhirnya merupakan ketidakstabilan pada landasan masyarakat yang muncul sebagai pengaruh yang kuat dari ilmu. Perkembangan standar obat-obatan dan kesehatan masyarakat menyebabkan pertumbuhan populasi dunia dengan menurunnya penyakit dan kematian anak-anak. Sementara itu ilmu pertanian telah menaikkan produksi pangan untuk mencukupi seluruh populasi dunia – dengan perkecualian pada standar beberapa macam makanan dan beberapa hal yang menakutkan yang tidak begitu mengalami pertambahan. Di bagian dunia yang lebih makmur, masyarakat teknologi telah menaikkan keinginan akan adanya standar hidup yang tinggi. Tetapi melalui alokasi dan pemakaian sumber yang tidak seimbang menyebabkan adanya ketegangan hubungan antara negara-negara berkembang dan belum berkembang (negara-negara Utara dan Selatan). Secara khusus ilmu dan teknologi semakin memusatkan perhatiannya pada produksi barang-barang mewah bagi kemakmuran sedikit orang juga bagi perlengkapan militer untuk melindungi kekayaannya, dengan mengabaikan kebutuhan dasar seperti makanan, perumahan, pakaian, kesehatan, pendidikan dan pekerjaan bagi mayoritas golongan lemah. Selanjutnya dengan memaksakan nilai-nilai teknologi pada dunia kaya, prinsip-prinsip demokratis dasar telah digali di negara-negara miskin di Afrika, Asia dan Amerika Latin dimana keahlian canggih yang dibutuhkan dipusatkan pada buruh tani.
Banyak ilmu modern yang berhubungan dengan industri menimbulkan ancaman baru, yaitu polusi yang membahayakan keseimbangan ekologi alam yang mungkin tidak dapat diubah dan dipindahkan lagi. Misalnya DDT membunuh serangga pembawa penyakit dan perusak tanaman, kemudian karena tidak selektif, maka DDT juga mematikan serangga-serangga lain. Hal ini terus berlanjut dan telah menyebar melalui air dan udara ke seluruh bagian bumi. DDT ini mengumpul pada makanan dan telah diketahui mempunyai pengaruh terhadap kesuburan burung, walaupun belum tampak pengaruh buruknya pada manusia bila berkumpul pada jaringan tubuhnya. Banyak contoh penting lainnya, seperti bahaya radiasi matahari yang menakutkan sebagai akibat habisnya lapisan ozon dari atmosfer-atas karena penggunaan flourokarbon sebagai bahn bakar alat penyemprot aerosol, atau endapan “hujan asam” yang dapat mengganggu keseimbangan danau dan sungai dan diperkirakan sebagai akibat dari produksi belerang pada atmosfer, khususnya dari stasiun-stasiun pembakaran batubara. Hal-hal seperti di atas mempunyai dua arti menurut konteks etis, sebab mereka yang menderita sebagai akibat polusi bukanlah mereka yang menyebabkannya.
Masalah polusi sangat erat kaitannya perkembagan teknologi dan juga dengan keletihan laju perkembangan sumber-sumber alam, khususnya berkurangnya mineral dan bahan bakar. Diperkirakan pemakaian mineral lebih banyak pada lima puluh tahun pertama abad ini daripada selama tahun-tahun sebelumnya dan antara tahun 1950 dan 1975. Pemakaian bahan bakar minyak meningkat paling sedikit 100 kali lipat selama abad dua puluh ini.
C. SIFAT-SIFAT DAN ASUMSI ILMU
Secara umum, filsafat ilmu pengetahuan adalah sebuah upaya untuk memahami makna, metode, struktur logis dari ilmu pengetahuan, termasuk juga di dalamnya kriteria-kriteria ilmu pengetahuan, hukum-hukum, dan teori-teori di dalam ilmu pengetahuan. Supaya lebih fokus, perlu dipertegas beberapa poin tentang filsafat ilmu pengetahuan.
Ada berbagai konsep yang digunakan secara khusus oleh seorang ilmuwan, tetapi tidak dianalisis oleh ilmuwan tersebut. Misalnya, ilmuwan seringkali menggunakan konsep-konsep seperti kausalitas, hukum, teori, dan metode.[1]
Ada berbagai macam definisi atau pengertian dari ilmu, yaitu:
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari ‘alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui, sementara itu secara istilah ilmu diartikan sebagai Idroku syai bi haqiqotih(mengetahui sesuatu secara hakiki). Dalam bahasa Inggeris Ilmu biasanya dipadankan dengan kata science, sedang pengetahuan dengan knowledge. Dalam bahasa Indonesia kata science(berasal dari bahasa lati dari kata Scio, Scire yang berarti tahu) umumnya diartikan Ilmu tapi sering juga diartikan dengan Ilmu Pengetahuan, meskipun secara konseptual mengacu pada makna yang sama.[2]
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia memiliki dua pengertian[3] :
1. Ilmu Pengetahuan diartikan sebagai suatu pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerapkan gejala-gejala tertentu dibidang (pengetahuan) tersebut, seperti ilmu hukum, ilmu pendidikan, ilmu ekonomi dan sebagainya.
2. lmu pengetahuan diartikan sebagai pengetahuan atau kepandaian, tentang soal duniawi, akhirat, lahir, batin, dan sebagainya, seperti ilmu akhirat, ilmu akhlak, ilmu batin, ilmu sihir, dan sebagainya.
Dari kedua pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Ilmu merupakan kumpulan pengetahuan yang disusun secara sistematis, dengan menggunakan metode-metode tertentu.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang diakui dalam
bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.[4]
Setiap aktivitas ilmiah tentu bertolak dari konsep, karena konsep merupakan sebuah struktur pemikiran. Sontag[5] menyatakan bahwa setiap pembentukan konsep selalu terkait dengan empat komponen, yaitu, kenyataan (reality), teori (teori), kata-kata (words), dan pemikiran (thought). Kenyataan hanya akan merupakan sebuah misteri manakala tidak diungkapkan ke dalam bahasa. Teori merupakan tingkat pengertian tentang sesuatu yang sudah teruji, sehingga dapat dipakai sebagai titik tolak bagi pemahaman hal lain. Kata-kata merupakan cerminan ide-ide yang sudah diverbalisasikan. Pemikiran merupakan produk akal manusia yang diekspresikan ke dalam bahasa. Kesemuanya itu akan membentuk pengertian pada diri manusia, pengertian ini dinamakan konsep.
Daoed Joesoef menunjukkan bahwa pengertian ilmu mengacu pada tiga hal, yaitu: produk-produk, proses, masyarakat. Ilmu pengetahuan sebagai Produk yaitu pengetahuan yang telah diketahui dan diakui kebanarannya oleh masyarakat ilmuwan. Pengetahuan ilmiah dalam hal ini terbatas pada kenyataan-kenyataan yang mengandung kemungkinan untuk disepakati dan terbuka untuk diteliti, diuji, dan dibantah oleh seseorang.
Ilmu pengetahuan sebagai Prosesartinya kegiatan kemasyarakatan yang dilakukan demi penemuan dan pemahaman dunia alami sebagaimana adanya, bukan sebagaimana yang kita kehendaki. Metode ilmiah yang khas dipakai dalam proses ini adalah analisis-rasional, objektif, sejauh mungkin “impersonal” dari masalah-masalah yang didasarkan pada percobaan dan data yang dapat diamati. Bagi Thomas Khun “normal science” adalah ilmu pengetahuan dalam artian proses.
Ilmu pengetahuan sebagai Masyarakatartinya dunia pergaulan yang tindak-tanduknya, perilaku dan sikap serta tutur katanya diatur oleh empat ketentuan (imperative) yaitu universalisme, komunalisme, tanpa pamrih (disinterstedness), dan skeptisisme yang teratur.[6]
Van Meslen[7] mengemukakan beberapa ciri yang menandai ilmu pengetahuan yaitu: (1) Ilmu pengetahuan secara metodis harus mencapai suatu keseluruhan yang secara lohis koheren. Itu berarti adanya sistem dalam penelitian (metode) maupun harus (susunan logis). (2) Ilmu pengetahuan tanpa pamrih, karena hal itu erat kaitannya dengan tanggung jawab ilmuwan. (3) universalitas ilmu pengetahuan. (4) Objektivitaas, artinya setiap ilmu terpimpin oleh objek dan tidak didistorsi oleh prasangka-prasangka subjektif (5) Ilmu pengetahuan harus dapat diverifikasi oleh semua peneliti ilmiah yang bersangkutan, karena itu ilmu pengetahuan harus dapat dikomunikasikan. (6) progresivitas artinya suatu jawaban ilmiah baru bersifat ilmiah sungguh-sungguh, bila mengandung pertanyaan-pertanyaan baru dan menimbulkan problem-problem baru lagi. (7) Kritis, artinya tidak ada teori ilmiah yang difinitif, setiap teori terbuka bagi suatu peninjauan kritis yang memanfaatkan data-data baru. (8) Ilmu pengetahuan harus dapat digunakan sebagai perwujudan kebertautan antara teori dengan praktis.
Aktivitas ilmiah tergantung pada sarana ilmiah berupa bahasa, pernyataan ilmiah. Lyotard mengajukan beberapa argumentasi yang disyaratkan bagi sebuah pernyataan ilmiah, yaitu Pertama, diakuinya aturan-aturan yang telah ditentukan alat argumentasi, yakni fleksibilitas sarana itu berupa pluralitas bahasannya. Kedua, karakternya sebagai bentuk permainan pragmatis yakni diakuinya “gerak” yang berlangsung tergantung pada suatu rangkaian kontrkak di antara para ilmuwan sebagai partner dialog. Akibatnya ada dua jenis kemajuan yang berbeda dalam pengetahuan: pertama, kesesuaian pada suatu gerak baru (argumen baru) di dalam aturan-aturan yang pasti; kedua, menemukan aturan-atuaran baru yakni perubahan pada suatu permainan baru.[8]
Hakekat ilmu pengetahuan dapat ditelusuri dari 4 (empat) hal, yaitu:
1. Sumber ilmu pengetahuan
Sumber ilmu pengetahuan mempertanyakan dari mana ilmu pengetahuan itu diperoleh. Ilmu pengetahuan diperoleh dari pengalaman (emperi) dan dari akal (ratio). Sehingga timbul faham atau aliran yang disebut empirisme dan rasionalisme. Aliran empirisme yaitu faham yang menyusun teorinya berdasarkan pada empiri atau pengalaman. Tokoh-tokoh aliran ini misalnya David Hume (1711-1776), John Locke (1632-1704), Berkley. Sedang rasionalisme menyusun teorinya berdasarkan ratio. Tokoh-tokoh aliran ini misalya Spinoza, Rene Descartes. Metode yang digunakan aliran emperisme adalah induksi, sedang rasionalisme menggunakan metode deduksi. Immanuel Kant adalah tokoh yang mensintesakan faham empirisme dan rasionalisme.
2. Batas-batas Ilmu Pengetahuan
Menurut Immanuel Kant apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu hanya terbatas pada gejala atau fenomena, sedang substansi yang ada di dalamnya tidak dapat kita tangkap dengan panca indera disebut nomenon. Apa yang dapat kita tangkap dengan panca indera itu adalah penting, pengetahuan tidak sampai disitu saja tetapi harus lebih dari sekedar yang dapat ditangkap panca indera.
Yang dapat kita ketahui atau dengan kata lain dapat kita tangkap dengan panca indera adalah hal-hal yang berada di dalam ruang dan waktu. Yang berada di luar ruang dan waktu adalah di luar jangkauan panca indera kita, itu terdiri dari 3 (tiga) ide regulatif: 1) ide kosmologis yaitu tentang semesta alam (kosmos), yang tidak dapat kita jangkau dengan panca indera, 2) ide psikologis yaitu tentang psiche atau jiwa manusia, yang tidak dapat kita tangkap dengan panca indera, yang dapat kita tangkap dengan panca indera kita adalah manifestasinya misalnya perilakunya, emosinya, kemampuan berpikirnya, dan lain-lain, 3) ide teologis yaitu tentang Tuhan Sang Pencipta Semesta Alam.
3. Struktur
Yang ingin mengetahui adalah subjek yang memiliki kesadaran. Yang ingin kita ketahui adalah objek, diantara kedua hal tersebut seakan-akan terdapat garis demarkasi yang tajam. Namun demikian sebenarnya dapat dijembatani dengan mengadakan dialektika. Jadi sebenarnya garis demarkasi tidak tajam, karena apabila dikatakan subjek menghadapi objek itu salah, karena objek itu adalah subjek juga, sehingga dapat terjadi dialektika.
4. Keabsahan
Keabsahan ilmu pengetahuan membahas tentang kriteria bahwa ilmu pengetahuan itu sah berarti membahas kebenaran. Tetapi kebenaran itu nilai (axiologi), dan kebenaran itu adalah suatu relasi. Kebenaran adalah kesamaan antara gagasan dan kenyataan. Misalnya ada korespondensi yaitu persesuaian antara gagasan yang terlihat dari pernyataan yang diungkapkan dengan realita.
2. Sifat Ilmu Pengetahuan
Ciri umum dari kebenaran ilmu pengetahuan yaitu bersifat Rasional, Empiris, dan Sementara.
Rasional artinya kebenaran itu ukurannya akal. Sesuatu dianggap benar menurut ilmu apabila masuk akal. Sebagai contoh dalam sejarah kita menemukan adanya bangunan Candi Borobudur yang sangat menakjubkan. Secara akal pembangunan Candi Borobudur dapat dijelaskan, misalnya bangunan tersebut dibuat oleh manusia biasa dengan menggunakan teknik-teknik tertentu sehingga terciptalah sebuah bangunan yang megah. Janganlah kita menjelaskan bahwa Borobudur dibangun dengan menggunakan kekuatan-kekuatan di luar manusia, misalnya jin, sihir, setan, atau jenis makhluk-makhluk lainnya. Kalau penjelasan seperti ini, maka sejarah bukanlah sebagai ilmu pengetahuan.
Empiris artinya ilmu itu berdasarkan kenyataan. Kenyataan yang dimaksud di sini yaitu berdasarkan sumber yang dapat dilihat langsung secara materi atau wujud fisik. Empiris dalam sejarah yaitu sejarah memiliki sumber sejarah yang merupakan kenyataan dalam ilmu sejarah. Misalnya kalau kita bercerita tentang terjadinya Perang, maka perang itu benar-benar ada berdasarkan bukti-bukti atau peninggalan-peninggalan yang ditemukannya. Kemungkinan masih adanya saksi yang masih hidup, adanya laporan-laporan tertulis, adanya tempat yang dijadikan pertempuran, dan bukti-bukti lainnya.
Dengan demikian, cerita sejarah merupakan cerita yang memang-memang empiris, artinya benar benar terjadi. Kalau cerita tidak berdasarkan bukti, bukan sejarah namanya, tetapi dongeng yang bersifat fiktif. Sementara artinya kebenaran ilmu pengetahuan itu tidak mutlak seperti halnya kebenaran dalam agama. Kemutlakan kebenaran agama misalkan dikatakan bahwa Tuhan itu ada dan memiliki sifat yang berbeda dengan makhluknya. Ungkapan ini tidak dapat dibantah harus diyakini atau diimani oleh manusia.
Lain halnya dengan ilmu pengetahuan, kebenarannya bersifat Sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan teori-teori atau bukti-bukti yang baru. Dalam sejarah, kesementaraan ini dapat dalam bentuk perbedaan penafsiran terhadap suatu peristiwa. Perbedaan ini dapat diterima selama didukung oleh bukti yang akurat. Kesementaraan inilah yang membuat ilmu pengetahuan itu berkembang terus.[9]
Sedangkan syarat ilmu Pengetahuan sebagaimana pendapat Dani Vardiansyah dalam bukunya Filsafat Ilmu Komunikasi, bahwa ilmu pengetahuan ilmiah harus memenuhi tiga syarat, yaitu:[10]
a. Sistematik; yaitu merupakan kesatuan teori-teori yang tersusun sebagai suatu sistem.
b. Objektif; atau dikatakan pula sebagai intersubjektif, yaitu teori tersebut terbuka untuk diteliti oleh orang lain/ahli lain, sehingga hasil penelitian bersifat universal.
c. Dapat dipertanggung jawabkan; yaitu mengandung kebenaran yang bersifat universal, dengan kata lain dapat diterima oleh orang-orang lain atau ahli-ahli lain.
Sebagai pandangan lain, syarat utama berdirinya sebuah ilmu pngetahuan adalah bersifat umum-mutlak dan dapat memberi informasi baru. Teori ini dipakai dikarenakan esensinya bisa dipandang uneversal aau memenuhi syarat kebenaran inter-subjektif. Dan ilmu harus dibangun dan dikembangkan di atas tiga pondasi utama yaitu data, teori/epistemologi dan nilai/etika.[11]
3. Objek ilmu pengetahuan
Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang bertujuan untuk mencapai kebenaran ilmiah tentang objek tertentu, yang diperoleh melalui pendekatan atau cara pandang (approach), metode (method),dan sistem tertentu.
Objek ilmu pengetahuan itu ada yang berupa materi (objek materi) dan ada yang berupa bentuk (objek formal). Objek materi adalah sasaran material suatu penyelidikan,pemikiran, atau penelitian keilmuan bisa berupa benda-benda material maupun yang nonmaterial,bisa pula berupa hal-hal,masalah-masalah,ide-ide dan konsep-konsep.[12]
a. Objek Material: seluruh lapangan atau bahan yang dijadikan objek penyelidikan suatu ilmu.
b. Objek Formal: objek materia yang disoroti oleh suatu ilmu, sehingga membedakan ilmu satu dengan ilmu lainnya,jika berobjek material lsama. Pada garis besarnya, objek ilmu pengetahu-an ialah alam dan manusia.
Dari keterangan diatas dapat dipahami bahwa menurut objek formalnya, ilmu pengetahuan itu justru berbeda-beda dan banyak jenis serta sifatnya. Ada yang tergolong ilmu pengetahuan fisis (ilmu pengetahuan alam), karena pendekatan yang dilakukan menurut segi yang fisis. Ada pula yang tergolong ilmu pengetahuan non-fisis (ilmu pengetahuan sosial dan humaniora serta ilmu pengetahuan ketuhanan),karena pendekatannya menurut segi kejiwaan. Golongan pertama termasuk ilmu pengetahuan yang bersifat kuantitatif, sedangkan golongan kedua merupakan ilmu pengetahuan yang bersifat kualitatif.
4. Sumber ilmu pengetahuan
Dalam hal ini ada beberapa pendapat mengenai sumber ilmu pengetahuan diantaranya:
1. Empirisme
Kata ini berasal dari Yunani Empirikos, yang artinya pengalaman. Menrut aliran ini manusia memperoleh pengetahuan melalui pengalamannya dan bila dikembalikan kepada kata Yunani, pengalaman yang dimaksud ialah pengalaman indrawi.[13]
2. Rasionalisme
Aliran ini menyatakan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan. Pengetahuan yang benar diperoleh dan diukur dengan akal. Manusia memperoleh pengetahuan melalui kegiatan menangkap objek.
Akal menggunakan konsep-konsep rasional atau ide-ide universal. Konsep tersebut mempunyai wujud dalam alam nyata dan bersifat universal.Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip universal adalah abstraksi dari benda-benda konkrit.[14]
3. Intuisi
Menurut Henry Bergson intuisi adalah hasil dari evolusi pemahaman yang tertinggi. Kemampuan ini mirip dengan insting, tetapi berbeda dengan kesadaran dan kebebasannya. Pengembangan kemampuan ini (intuisi) memerlukan suatu usaha. Ia juga mengatakan bahwa intuisi adalah suatu pengetahuan yang langsung, yang mutlak.
Menurutnya, mengatasi sifat lahiriah pengetahuan simbolis, yang pada dasarnya bersifat analis, menyeluruh, mutlak, dan tanpa dibantu penggambaran secara simbolis. Karena itu intuisi adalah sarana untuk mengetahui secara langsung dan seketika.[15]
4. Wahyu
Wahyu adalah pengetahuan yang disampaikan oleh Allah kepada manusia lewat perantara para nabi. Para nabi memperoleh dari Tuhan tanpa upaya, tanpa bersusah payah. Pengetahuan mereka terjadi atas kehendak Tuhan. Tuhan mensucikan jiwa mereka untuk memperoleh kebenaran dengan jalan wahyu.[16]
Pengetahuan dengan jalan ini merupakan kekhususan para nabi. Hal inilah yang membedakan mereka dengan manusia lainnya. Akal meyakinkan bahwa kebenaran pengetahuan mereka berasal dari Tuhan, karena pengetahuan ini memang ada pada saat manusia biasa tidak mampu mengusahakannya, karena hal ini memang diluar kemampuan manusia. Bagi manusia tidak ada jalan lain kecuali menerima dan membenarkan semua yang berasal dari Nabi.[17]
5. Struktur Fundamental Ilmu Pengetahuan
Dalam buku What is Science karya Archei J. Bahm di dalam bukunya Muhammad Muslih bahwa secara umum membicarakan enam komponen dari rancang bangun ilmu pengetahuan, artinya dengan enam komponen itu, sesuatu itu bisa disebut ilmu pengetahuan, yaitu:[18]
a. Adanya masalah (problem)
Dalam persoalan ini, Archei J. Bahm menjelaskan bahwa tidak semua masalah menunjukkan ciri keilmiahan. Suatu masalah disebut masalah ilmiah jika memenuhi ‘persyaratan’, yaitu bahwa masalah itu merupakan masalah yang dihadapi dengan sikap dan metode ilmiah; Masalah yang terus mencari solusi; Masalah yang saling berhubungan dengan masalah dan solusi ilmiah lain secara sistematis (dan lebih memadai dalam memberikan pemahaman yang lebih besar). Untuk itu ia menawarkan, masalah yang dapat dikomunikasikan dan capable, yang disuguhkan dengan sikap dan metode ilmiah sebagai ilmu pengetahuan awal, sudah pantas dikatakan “masalah ilmiah” (scientific problem).
b. Adanya sikap ilmiyah
Sikap ilmiah, menurut Bahm paling tidak, meliputi enam karakteristik pokok, yaitu: keingintahuan, spekulasi, kemauan untuk objektif, kemauan utnuk menangguhkan penilaian, dan kesementaraan.
Pertama, Keingintahuan; Yang dimaksud di sini adalah keingintahuan ilmiah, yang bertujuan untuk memahami. Ia berkembang dan berjalan terus sebagai perhatian bagi penyelidikan, penelitian, pengujian, eksplorasi, petualangan dan eksperimentasi.
Kedua, Spekulatif yang penuh arti; Yaitu diawali dengan keingintahuan untuk mencoba memecahkan semua masalah yang ditandai dengan beberapa usaha, termasuk usaha untuk menemukan solusi, misalnya dengan mengusulkan satu hipotesa atau lebih. Artinya, spekulasi adalah sesuatu hal yang disengaja dan berguna
D. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
4. Banyak pengklasifikasian ilmu yang dikemukakan oleh para ahli dengan cara yang berbeda-beda pula, yaitu: klasifikasi berdasarkan subjek (Francis Bacon), objek (Aristoteles) serta metode (Wilhelm Windelband). Adapun ahli lain seperti The Liang Gie yang mengklasifikasikan ilmu berdasarkan jenis dan ragamnya, Cristian Wolff mengklasifikasikan menjadi tiga kelompok besar, Auguste Comte mengklasifikasikan berdasarkan sejarah ilmu itu sendiri, Karl Raimund Popper membagi menjadi tiga dunia, Thomas S. Kuhn dengan teori paradigmanya serta Jurgen Habermas berdasarkan sifat dan jenis ilmu. Sedangkan menurut Islam yang dikemukakan oleh Al-Ghazali membagi ilmu secara filosofis.
2. Hierarki ilmu yaitu urutan tata jenjang ilmu atau tingkatan-tingkatan dari ilmu yang dimulai dari jenis ilmu kemudian rumpun ilmu selanjutnya cabang ilmu dan terakhir yaitu tangkai ilmu.
3. Dengan demikian penulis dapat menyimpulkan bahwa antara ilmu dan filsafat ada persamaan dan perbedaannya.
Perbedaannya ilmu bersifat Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara berulang-ulang sedangkan filsafat bersifat priori kesimpulan-kesimpulannya ditarik tanpa pengujian, sebab filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti yang dimiliki ilmu karena filsafat bersifat spekulatif.
Di samping adanya perbedaan antara ilmu dengan filsafat ada sejumlah persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran. Ilmu memiliki tugas melukiskan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan aktivitas ilmu digerakan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta, sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya fakta itu dari mana awalnya dan akan ke mana akhirnya
Selanjutnya kritik dan saran kami harapkan dari semua pihak demi perbaikan penulisan selanjutnya.
[1] Reza A. A Wattimena, Filsafat dan Science Sebuah Pengantar, Grasindo: Jakarta, 2008. hlm. 105.
[2] Jujun S, Suriasumantri. Filsafat Ilmu; Sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1998), hal 39
[3] Dep.Dik.Bud. 1988. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. hlm. 231. Baca juga: Burhanuddin Salam, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Renika Cipta, Jakarta hlm. 104
[4] K. Bertens. Susunan Ilmu Pengetahuan Sebuah Pengantar Filsafat Ilmu, Gramedia, Jakarta, 1989 H. 16
[5] Sontag, Element og Philosophy, Charles Schibner’s Son, new York, 1987. hlm. 141.
[6] Daoed Joesoef, “Pancasila Kebudayaan dan Ilmu Pengetahuan”, dalam Pancasila sebagai orientasi Pengembangan lmu, PT Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat: Yogyakarta, 1987, hlm. 25-26.
[7] Van Meslen, Ilmu Pengetahuan dan Tanggung Jawab Kita, Gramedia:Jakarta, 1985, hlm. 65-66.
[8] Rizal Mustansyir, Filsafat Ilmu, Pustaka Pelajar: Yogyakarta, 2006, hlm. 142.
[12] Surajiyo.Ilmu Filsafat Suatu Pengantar,Jakarta.PT Bumi Aksara,2005. hlm. 29
[13] Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya,cet. VII 2007. Hal.24
[14] Harun Nasution, Filsafat Agama Hal.15
[15] Burhanuddin Salam, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, Renika Cipta, Jakarta. hlm. 102
[16] Burhanuddin Salam, Logika Materiil Filsafat Ilmu Pengetahuan, PT. Renika Cipta, Jakarta hlm.103.
[17] H.A. Mustafa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997), cet.1 Hal.106. Baca juga : Imam Wahyudi, Pengantar Epistemologi, Badan Penerbitan Filsafat UGM, Yogyakarta. hlm. 50
[18] Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu; Kajian atas Asumsi Dasar Paradigma dan Kerangka teori Ilmu Pengetahuan, Belukar: Yogyakarta, 2004, hlm. 35.
Sumber:http://mohammadakry.blogspot.co.id/2015/02/ilmu-dan-filsafat.html?m=1