Pengertian Ilmu Jiwa Secara Umum Terlengkap 99% Untuk Anda
Psikologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungannya. Sebagai bagian dari ilmu pengetahuan, psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Konsep psikologi dapat ditelusuri jauh ke masa Yunani kuno. Psikologi memiliki akar dari bidang ilmu filosofi yang diprakarsai sejak zaman Aristoteles sebagai ilmu jiwa, yaitu ilmu untuk kekuatan hidup (levens beginsel). Aristoteles memandang ilmu jiwa sebagai ilmu yang mempelajari gejala – gejala kehidupan. Jiwa adalah unsur kehidupan (Anima), karena itu tiap – tiap makhluk hidup mempunyai jiwa. Dapat dikatakan bahwa sejarah psikologi sejalan dengan perkembangan intelektual di Eropa, dan mendapatkan bentuk pragmatisnya di benua Amerika.
Apa arti kata istilah Ilmu Jiwa dan Psikologi ?Bagaimana kemunculan sejarah singkat Ilmu Jiwa itu sendiri ?Definisi Ilmu Jiwa menurut pendapat Tokoh-tokoh Filsafat dan Teori Psikologi?Mengetahui Istilah Ilmu Jiwa dan PsikologiMengetahui Sejarah Singkat Ilmu Jiwa dan PsikologiMengetahui Definisi Ilmu Jiwa
Istilah “Ilmu Jiwa” umum “Psikologi”.
Arti kata kedua istilah tersebut menurut isinya sebenarnya sama, sebab kata psychology itu mengandung kata psyche, yang dalam bahasa yunani berarti jiwa dan kata logos yang dapat diterjemahkan dengan kata “ilmu”, sehingga istilah “ilmu jiwa” itu merupakan terjemahan belaka dari pada istilah”psychology”. Walaupun demikian, namun kami pergunakan kedua istilah itu dengan berganti-ganti dan dengan kesadaran adanya perbedaan yang jelas dalam artinya. Ialah sebagai berikut:
Ilmu jiwa itu merupakan istilah bahasa Indonesia sehari-hari dan yang dikenal tiap-tiap orang, sehingga kamipun menggunakannya dalam arti yang luas dan telah lazim dipahami orang. Pengetahuan” suatu istilah yang “scientific”, sehingga kami mempergunakannya untuk menunujukan kepada pengetahuan ilmu jiwa yang bercorak ilmiah tertentu.Ilmu-jiwa kami gunakan dalam arti yang lebih luas dari pada istilah “psychology”. Ilmu jiwa meliputi segala pemikiran, pengetahuan, tanggapan, tetapi jugaa segala khayalan dan spekulasi mengenai jiwa itu. Psychology meliputi ilmu pengetahuan mengenai jiwa yang diperoleh secara sistematis dengan metode-metode ilmiah yang memenuhi syarat-syaratnya psychologypada zaman sekarang ini (http: //id.wikipedia.org/wiki/Psikologi, diakses tanggal 29 September 2014).
Dengan demikian kiranya cukup jelas, bahwa apa saja yang kami sebut ilmu-jiwa itu belum tentu ” psikologi “, tetapi psikologi itu senantiasa juga ilmu jiwa. Contoh: Ketika kita secara kebetulan mendapatkan efek umum tentang kecakan dan sifat-sifat kepribadian seseorang, dalam hal itu kita sudah berkegiatan ilmu jiwa. Tapi kegitan tersebut baru dapat kami sebut ” psykhologis “, ketika cara-cara mengumpulkan keterangan tentang kecakapan dan kepribadian orang itu, dilengkapi dengan metode-metode yang lebih obyektif, seperti dengan test-test yang sudah distandarisasi dan dengan wawancara-wawancara dan observasi-observasi yang teratur dan yang dilakukan dengan sengaja oleh orang yang terlatih.
Kegiatan “psikologi” itu merupakan kegiatan yang “baik”, bermutu”, “berhasil”, melawan kegiatan “ilmu jiwa” yang “interior”, kurang “bermutu”, tak dapat “dipercayai”.
Psikologi zaman modern itu tidak dapat disamakan dengan ilmu jiwa, seperti yang dipelajari oleh Platoatau Aristoteles,dua orang filsuf termashur yang juga berilmu-jiwa. Psikologi dalam arti zaman modern itu bukan merupakan cabang dari ilmu filsafat seperti zaman yag lampau. Psikologi dalam arti itu juga bukan sendirinya merupakan ilmu “rohaniah” saja, sejajar dengan ilmu filsafat atau teologi, sebab pandangan demikian bukan lagi memperhatikan perkembangan ilmu pengetahuan modern pada zaman sekarang. Disamping ilmu rohaniah psikologi merupakan juga suatu ilmu pengetahuan alam yang eksata , seperti juga biologi itu merupakan ilmu pengetahuan alam yang eksata.
Hal ini disebabkan oleh karena jiwa manusia seperti yang dipandang oleh psikologi modern itu, bukan merupakan sesuatu yang “rohaniah” terlepas dari pada raga manusia yang “jasmaniah”, seperti pandangan zaman lampau. Pandangan terakhir ini bahwa jiwa adalah terlepas dari raga adalah pandangan ilmu jiwa zaman lampau yang kolot. Menurut psikologi modern maka jiwa manusia itu bersama dengan raganya merupakan satu kesatuan jiwa raga yang tidak dapat dipisah-pisah. Kegiatan jiwa itu tampak juga kepada kegiatan raga. Istilah psikologi menunjukkan kepada ilmu pengetahuan yang sekaligus bercorak ilmu kerohanian, ilmu eksata, dan ilmu sosial zaman modern.
Pandangan terakhir ini bahwa jiwa adalah terlepas dari raga. Begitupun ilmu jiwa (psikologi) dalam artinya yang modern sebenarnya merupakan suatu ilmu jiwa-raga. Dan karena itu pula ilmu jiwa raga itu merupakan juga suatu ilmu-pengetahuan alam yang eksata, sejajar dengan ilmu-pengetahuan biologi atau fisikologi (http: //id.wikipedia.org/wiki/Psikologi, diakses tanggal 29 September 2014).
Maka kiranya sudah cukup jelas maksud dalam penggunaan istilah-istilah ilmu jiwa yang lebih luas dan istilah Psikologi yang lebih terbatas itu. Istilah Psikologi menunjukan kepada ilmu pengetahuan yang sekaligus bercorak ilmu spiritual, ilmu eksata dan ilmu sosial zaman modern.
Sejarah Singkat Ilmu Jiwa
Sebenarnya sejak berabad-abad lamanya manusia telah berilmu jiwa”, telah memikirkan dengan khusus apakah hakekat dari pada jiwa manusia dan jiwa makhluk lainnya. Pemikiran ini bersifat filsafah terutama dalam arti, mencari pengetahuan mengenai dasar-dasarnya dan hakekatnya jiwa itu. Corak pemikiran filsafah zaman lampau itu ialah “atomistis”, dalam arti bahwa jiwa manusia dianggap sebagai sesuat yang constant dan tidak berubah (Brennan, 1991: 5-6).
Pandangan ilmu jiwa zaman lampau itu tidak hanya memisahkan jiwa dari pada raga, melainkan jiwa itu pun dipisah-pisahkan menjadi “daya-daya” tertentu yang bekerja tersendiri secara terbatas tanpa ada saling hubungannya yang dinamis antara yang satu dengan yang lain. Maka pandangan semacam ini disebut pula pandangan “atomistis”. Yang hanya memperhatikan pecahan-pecahan dari pada jiwa-manusia serta fungsi-fungsinya yang terbatas-batas, tanpa memperhatikan saling hubungan serta dinamika ke dalam seluruh jiwa raga itu.
Pandangan atomistis itu yang tampak dengan jelas pada hasil pemikiran kaum filsuf-filsuf sejak Plato sampai kepada pertengahan abad ke-19, merupakan pandangan yang khas daripada ilmu jiwa zaman lampau, Yang sudah kolot itu. Pada akhir abad yang ke-19 ketika lahirnya aliran”experimental psychology” yang tidak hanya bersifilsafah saja mengenai gejala-gejala kejiwaan melainkan juga menelitinya secara empiris dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang subyektif mungkin (Brennan, 1991: 6).
Maka dengan demikian dapatlah kita beda-bedakan dua bagian besar di dalam Meninjau kepada sejarah perkembangan ilmu jiwa pada umumnya, adalah sejarah Ilmu Jiwa ketika masih bertaraf Cabang Ilmu Pengetahuan Filsafat , dan sejarah Ilmu Jiwa ketika sudah menjadi Ilmu Pengetahuan Otonom dan berdiri sendiri seperti yang terjadi pada akhir abad ke-19 itu. Mulai pada akhir abad ke-19, maka ilmu jiwa dapat disebut Psikologi yang di dalam hal isi, metode, dan penggunaannya sudah berbeda dengan taraf ilmu jiwa sebelumnya.
Definisi Ilmu Jiwa menurut Tokoh-tokoh Filsafat dan Teori Psikologi
Plato
Plato berpendapat bahwa jiwa manusia itu terbagi atas dua bagian, adalah jiwa rohaniah dan jiwa badaniah . Jiwa rohaniah berpokok pada ratio dan logika manusia, dan merupakan bagian jiwa yang tertinggi, sebab tak pernah akan mati. JIwa badaniah itu dibagi ke dalam dua bagian lagi, adalah bagian jiwa dan disebutnya kemauan dan bagian yang kedua disebutnya nafsu perasaan . Kemauan itu adalah jiwa badaniah yang berusaha untuk mentaati ratio kecerdasan, sedangkan nafsu perasan merupakan jiwa badaniah yang senantiasa melawan ketentuan-ketentuan dari ratiokecerdasan manusia (Lundin, 1991: 22).
Aristoteles
Pendapat Aristoteles, (tahun 384-323 SM) baginya ilmu jiwa adalah ilmu tentang gejala-gejala hidup. sehingga setiap makhluk hidup itu sebenarnya memiliki jiwa.
Penemuan Aristoteles yang kelak memiliki peran penting dalam perkembangan ilmu jiwa perumusannya tentang dalil-dalil asosiasi dalam ingatan orang. Menurut Aristoteles: “Maka dua atau lebih memori, mudah terasosiasi ketika ingatan-memori tersebut berdasarkan kejadian-kejadian yang sebelumnya telah berlangsung”:
Pada waktu yang samaDengan berurutan waktuDengan persamaan artinyaDengan berlawanan artinya (Lundin, 1991: 23).
Descaster
Menurut Descaster : “Maka manusia itu terdiri atas 2 macam zat yang berbeda secara hakiki, ialah res cogitans atau zat yang dapat berfikir dan res extensaatau zat yang mempunyai luas”.
Menurut pendapat Descartes :“Maka ilmu jiwa adalah pengetahuan tentang gejala-gejala pemikiran atau gejala-gejala kesadaran manusia, terlepas dari badanya. Hubungan jiwa raga adalah demikian erat, sehingga tekanan jiwa yang besar dapat mempengaruhi kesehatan tubuh penyakit yang psychogeen, dan sebaliknya” (Lundin, 1991: 24).
Jonh Locke
Jonh Locke berpendapat bahwa:
Semua pengetahuan, tanggapan dan perasaan jiwa manusia itu diperolehnya karena pengalaman melalui alat-alat indranya.Susunan gejala-gejala manusia menurut J. Locke itu pada akhirnya terdiri atas unsur-unsur pengalaman sederhana yang menggabungkan diri menjadi gejala jiwa yang lebih rumit seperti komplek-komplek perasaan , berteori yang sulit dll.
David hume
Menurut Hume ada pula unsur-unsur pengalaman lainnya adalah : impression (rasa), dan ideas(memori), sehingga kelangsungan-kelangsunagn di dalam jiwa orang itu dapat diuraikan ke dalam dasar unsur-unsurnya sebanyak 4 buah itu. adalah:
Kesan sensasiKesan refrectionsSitus sensasiIde refrections,
Menurut Hume terdapatlah dua dalil asosiasi.ialah:
Asosiasi karena berdekatan dalam waktu dan ruangAsosiasi karena persamaan artiasosiasikarena sebab akibat
Wilhelm Wundt
Bahwa gejala kejiwaan itu mempunayi sifat atau dalil-dalil yang khusus dan yang harus diselidiki oleh sarjana ilmu jiwa secara khusus, mendirikan suatu laboratorium psychology pertama, yang menjadi pusat penelitian psychology secara experimentil. “Bewusztsinspychologie“, atau gejal-gejala psychis yang berlangsung di dalam jiwa yang sadar bagi diri manusia itu, sesuai dengan rumusan Descartes tentang gejala-gejala kesadaran manusia (Lundin, 1991: 25).
Sigmund Freud
Bahwa pergolakan jiwa manusia itu tidak hanya melibatkan kelangsungan yang sadar bagi diri orang yang bersangkutan, melainkan juga melibatkan pergolakan yang tidak sadar atau bawah sadar pada diri orang tersebut. Menurut Freud terdapatlah tiga golongan gejala-gejala jiwa yang membuktikan adanya dinamika dari pada alam taksadar itu. Ialah :
Gejala-gejala tingkah-laku keliruGejala-gejala mimpiGejala Neurose
Szondi
Szondi, seorang Hungaria yang hidup di Swiss, merupakan penemu dari alam tak sadar kekeluargaan atau “das familiaere Unbewusste”. Alam tak sadar keluarga itu merupakan sesuatu yang dimiliki oleh sekeluarga serta turunan-turunannya. Menurut Szondi, alam-tak-sadar-keluarga ini turut menentukan nasib riwayat kehidupan anggota-anggota keluarga yang bersangkutan, oleh karena alam tak sadar ini mempengaruhinya dalam hal memilih kawan-kawan sekelompok. Memilih pendidikan lanjutan, memilih jabatan, memilih jodoh dengan kata pendek, alam tak sadar-keluarga ini mempengaruhi, semua pilihan-pilihan yang menentukan jalan riwayat kehidupan orang.
Carl C. Jung
Menurut Jung disamping adanya alam-tak-sadar individual (Freud) dan alam-tak-sadar keluarga (Szondi) ada pula semacam alam-tak-sadar kollektifyang lebih umum dan yang dimiliki bersama oleh suatu masyarakat, bangsa atau umat manusia.
Iktisar Lapangan psikologi
Pertama-tama dapat kita bedakan I psychology teoretis dan II psychology terlaksana (applied psychology). Psychology teoristis itupun tidak dapat digolongkan kepada dua golongan utama, ialah
psychology Umumpsychology khusus.
Teoretis Psikologi
Psikologi Umum
Menguraikan dan menyelidiki kegiatan-kegiatan psychis pada umunya dari pada umumnya dari pada manusia dewasa dan normal, termasuk kegiatan-kegiatan pengamatan , pemikiran, intelegensi, perasaan, kehendak, motif-motif dan seterusnya.
Psikologi Khusus
Menguraikan dan menyelidiki segi-segi khusus dari pada kegiatan psychis manusia . dan segi-segi khusus itu adalah bermacam—macam. Seperti psychology perkembangan, psychology kepribadian, psychology sosial, psychology pendidikan, dll.
Psikologi Pelaksanaan (praktis).
PsychodiagnosticsPsychology klinis dan bimbingan psychologis.Psychology perusahaan,Psychology pendidikan.
Obyekdari Mortality Psikologi
Obyek dari ilmu jiwa modern adalah manusia serta kegiatan-kegiatannya dalam hubungannya dengan lingkungannya. Tiga hal utama dari pada manusia itu, adalah manusia secara hakiki sekaligus merupakan:
Makhluk individu
Manusia adalah makhluk individual”. Berarti tidak dapat dibagi-bagikan , makhluk yang tidak dapat dibagi-bagikan. (in-dividere).
Baruslah psychologi zaman modern inilah menegaskan bahwa kegiatan jiwa manusia dalam kehidupan sehari-harinya itu merupakan kegiatan keseluruhan jiwaranganya, dan bukan kegiatan alat-alat tubuh saja atau kemampuan-kemampuan jiwa satu persatu terlepas daripada yang lain.
Manusia adalah makhluk sosial
Hal utama lainnya yang perlu diperhatikan adalah bahwa mnusia secara hakiki merupakan makhluk sosial .sejak ia dilahirkan ia membutuhkan pergaulan dengan orang-orang lani untul memenuhi kebutuhan -kebutuhan biologisnya, makan, dan minum dan lain-lainnya.
Pada dasarnya peribadi manusia tak sanggup hidup seorang diri tampa lingkungan pasychis atau rohaniahnya walapun secara biologis- fisiologis ia mugkin dapat mempertahankan pada kehidupan vegetatif.
Manusia sebagai makhluk berke-Tuhanan.
Sebab Bagi-bagi tiap manusia , terutama di Indonesia, yang sudah jelas bahwa sulit sekali untuk menolak adanya kepercayaan akan tuhan , sebagai segi hakiki dalam perikehidupan manusia, dan bahwa segi ini adalah segi khas bagi manusia pada umumnya.
Meskipun begitu secara psychologis dapat diakui bahwa segi manusia mahluk berke-Tuhanan itu dapat pula dengan sadar atau tidak sadar ditunjukan dan digerakan oleh sesuatu obyek yang bukan merupakan Tuhan Yang Maha Esa, pencipta seluruh univerrsum itu, universum yang tak terhingga dan yang menurut anggota ilmu alam sekrang-kurangnya berumur 2000 juta tahun lagi (Lundin, 1991: 26).
Dilihat dari sejarah, psikologi sudah berkembang sejak berabad-abad yang lalu bahkan sebelum masehi (Zaman Yunani) sampai sekarang. Ini dilihat dari sejarah bahwa psikologi yang dimaksud adalah pembahasan tentang jiwa manusia. Bahkan di dalam kitab setiap agama kita akan mendapati istilah psikologi (jiwa). Sehingga sejarah psikologi bisa dilihat dari sudut ini pula. Sebagai catatan bahwa ilmu psikologi modern tidak bisa dipisahkan dengan sejarahnya di Filsafat. Sebagian ahli berpendapat bahwa psikologi berkembang dari ilmu filsafat yang memisahkan diri sebagai ilmu mandiri.
Psikologi melalui sebuah perjalanan panjang. Psikologi memiliki akar dari bidang ilmu filosofi yang diprakarsai sejak zaman Aristoteles sebagai ilmu jiwa, yaitu ilmu untuk kekuatan hidup (levens beginsel). Aristoteles memandang ilmu jiwa sebagai ilmu yang mempelajari gejala – gejala kehidupan. Jiwa adalah unsur kehidupan (Anima), karena itu tiap – tiap makhluk hidup mempunyai jiwa.
Meskipun sejak dulu telah ada pemikiran tentang ilmu yang mempelajari manusia dalam kurun waktu bersamaan dengan adanya pemikiran tentang ilmu yang mempelajari alam, akan tetapi karena kerumitan dan kedinamisan manusia untuk dipahami, maka psikologi baru tercipta sebagai ilmu sejak akhir 1800-an yaitu sewaktu Wilhem Wundt mendirikan laboratorium psikologi pertama didunia.
Source: mochyes