1. Asal Mula Bahasa Melayu
Teori mereka menyatakan bahawa bangsa Melayu berasal daripada kelompok Austronesia, iaitu kelompok manusia yang berasal dari daerah Yunan di China yang kemudiannya berhijrah dalam bentuk beberapa gelombang pergerakan manusia dan akhirnya menduduki wilayah Asia Tenggara.
Gelombang pertama dikenali sebagai Melayu-Proto dan berlaku kira-kira 2500 tahun sebelum Masehi Kira-kira dalam tahun 1500 tahun Sebelum Masehi, datang pula gelombang kedua yang dikenali sebagai Melayu-Deutro. Mereka mendiami daerah-daerah yang subur di pinggir pantai dan tanah lembah Asia Tenggara. Kehadiran mereka ini menyebabkan orang-orangMelayu-Proto seperti orang-orang Jakun, Mahmeri, Jahut, Temuan, Biduanda dan beberapa kelompok kecil yang lain berpindah ke kawasan pedalaman. Justeru itu, Melayu-Deutro ini merupakan masyarakat Melayu yang ada pada masa kini.
Bahasa Melayu berasal daripada rumpun bahasa Austronesia, manakala bahasabahasa Austronesia ini berasal daripada keluarga bahasa Austris. Selain daripada rumpun bahasa Austronesia, rumpun bahasa Austro-Asia dan rumpun bahasa Tibet Cina.
Rumpun bahasa Austronesia ini pula terbahagi kepada empat kelompok yang lebih kecil :
Contoh : bahasa Melayu, Aceh, Jawa, Sunda, Dayak, Tagalog, Solo, Roto, Sika dan lain-lain.
2. Bahasa-bahasa Polinesia
Contoh : bahasa Hawaii, Tonga, Maori, Haiti
3. Bahasa-bahasa Melanesia
Contoh : bahasa-bahasa di Kepulauan Fiji, Irian and Kepulaun Caledonia
4. Bahasa-bahasa Mikronesia
Contoh : bahasa-bahasa di Kepulauan Marianna, Marshall, Carolina dan Gilbert.
Bahasa Melayu tergolong dalam cabang Bahasa-bahasa Nusantara yang mempunyai bahasa yang paling banyak, iaitu kira-kira 200 hingga 300 bahasa. Bentuk Bahasa Melayu yang dituturkan di Kepulauan Melayu pada zaman dahulu dikenali sebagai Bahasa Melayu Kuno dan jauh berbeza dengan Bahasa Melayu yang moden. Bentuk Bahasa Melayu Kuno hanya dapat dilihat melalui kesan tinggalan sejarah seperti batu-batu bersurat.
Batu-batu bersurat yang menggunakan Bahasa Melayu dipercayai ditulis bermula pada akhir abad ke-7. Sebanyak empat batu bersurat telah dijumpai yang mempunyai tarikh tersebut :
Istilah “Melayu” timbul buat pertama kali dalam tulisan Cina pada tahun 644 dan 645 Masehi. Tulisan ini menyebut mengenai orang “Mo-Lo-Yue” yang mengirimkan utusan ke Negeri China untuk mempersembahkan hasil-hasil bumi keada Raja China. Letaknya kerajaan “Mo-Lo-Yue” ini tidak dapat dipastikan dengan tegas. Ada yang mencatatkan di Semenanjung Tanah Melayu dan di Jambi, Sumatera. Selain daripada empat batu bersurat yang disebutkan tadi, terdapat juga bahan-bahan lain yang dihasilkan dalam zaman kerajaan Srivijaya pada abad ke-7 hingga ke-13.Masehi.
• Bahasa Melayu Kuna (abad ke-7 hingga abad ke-13)
Bahasa Melayu mudah dipengaruhi Sanskrit kerana:
• Susunan ayat bersifat Melayu
• Bunyi b ialah w dalam Melayu kuno (Contoh: bulan – wulan)
• bunyi e pepet tidak wujud (Contoh dengan – dngan atau dangan)
• Awalan ber- ialah mar- dalam Melayu kuno (contoh: berlepas-marlapas)
• Awalan di- ialah ni- dalam bahasa Melayu kuno (Contoh: diperbuat – niparwuat)
• Ada bunyi konsonan yang diaspirasikan seperti bh, th, ph, dh, kh, h (Contoh: sukhatshitta)
• Huruf h hilang dalam bahasa moden (Contoh: semua-samuha, saya: sahaya)
• mengandungi prosa melayu kuno dan beberapa baris sajakm Sanskrit.
• bahasanya berbeza sedikit daripada bahasa batu bersurat abad ke-7.
• masih memakai abjad India
• buat pertama kalinya terdapat penggunaan kata-kata Arab seperti kalimat nabi, Allah dan rahmat
• ditulis dalam tulisan Jawi
• membuktikan tulisan Arab telah telah digunakan dalam bahasa Melayu pada abad itu.
• Zaman kerajaan Melaka
• Zaman kerajaab Acheh
• Zaman kerajaan Johor-Riau
tokoh-tokoh penulis yang penting ialah Hamzah Fansuri, Syamsuddin
al-Sumaterani, Syeikh Nuruddin al-Raniri dan Abdul Rauf al-Singkel. Ciri-ciri bahasa klasik:
• ayat: panjang, berulang, berbelit-belit.
• banyak ayat pasif
• menggunakan bahasa istana
• kosa kata klasik: ratna mutu manikam, edan kesmaran (mabuk asmara), sahaya, masyghul (bersedih)
• banyak menggunakan perdu perkataan (kata pangkal ayat): sebermula, alkisah, hatta, adapun.
• ayat songsang
• banyak menggunakan partikel “pun” dan `’lah”
Selepas masa Sriwijaya, catatan tertulis tentang dan dalam bahasa Melayu baru muncul semenjak masa Kesultanan Malaka (abad ke-15). Laporan Portugis dari abad ke-16 menyebut-nyebut mengenai perlunya penguasaan bahasa Melayu untuk bertransaksi perdagangan. Seiring dengan runtuhnya kekuasaan Portugis di Malaka, dan bermunculannya berbagai kesultanan di pesisir Semenanjung Malaya, Sumatera, Kalimantan, serta selatan Filipina, dokumen-dokumen tertulis di kertas dalam bahasa Melayu mulai ditemukan. Surat-menyurat antarpemimpin kerajaan pada abad ke-16 juga diketahui telah menggunakan bahasa Melayu. Karena bukan penutur asli bahasa Melayu, mereka menggunakan bahasa Melayu yang “disederhanakan” dan mengalami percampuran dengan bahasa setempat, yang lebih populer sebagai bahasa Melayu Pasar (Bazaar Malay). Tulisan pada masa ini telah menggunakan huruf Arab (kelak dikenal sebagai huruf Jawi) atau juga menggunakan huruf setempat, seperti hanacaraka.
Rintisan ke arah bahasa Melayu Modern dimulai ketika Raja Ali Haji, sastrawan istana dari Kesultanan Riau Lingga, secara sistematis menyusun kamus ekabahasa bahasa Melayu (Kitab Pengetahuan Bahasa, yaitu Kamus Loghat Melayu-Johor-Pahang-Riau-Lingga penggal yang pertama) pada pertengahan abad ke-19. Perkembangan berikutnya terjadi ketika sarjana-sarjana Eropa (khususnya Belanda dan Inggris) mulai mempelajari bahasa ini secara sistematis karena menganggap penting menggunakannya dalam urusan administrasi. Hal ini terjadi pada paruh kedua abad ke-19. Bahasa Melayu Modern dicirikan dengan penggunaan alfabet Latin dan masuknya banyak kata-kata Eropa. Pengajaran bahasa Melayu di sekolah-sekolah sejak awal abad ke-20 semakin membuat populer bahasa ini.
Dalam masa 20 tahun berikutnya, “bahasa Melayu van Ophuijsen” ini kemudian dikenal luas di kalangan orang-orang pribumi dan mulai dianggap menjadi identitas kebangsaan Indonesia. Puncaknya adalah ketika dalam Kongres Pemuda II (28 Oktober 1928) dengan jelas dinyatakan, “menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Sejak saat itulah bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa kebangsaan.
Pemeliharaan bahasa Melayu baku (bahasa Melayu Riau) terjaga akibat meluasnya penggunaan bahasa ini dalam kehidupan sehari-hari. Sikap orang Belanda yang pada waktu itu tidak suka apabila orang pribumi menggunakan bahasa Belanda juga menyebabkan bahasa Melayu menjadi semakin populer.
Bahasa Melayu sangat bervariasi. Penyebab yang utama adalah tidak adanya institusi yang memiliki kekuatan untuk mengatur pembakuannya. Kerajaan-kerajaan Melayu hanya memiliki kekuatan regulasi sebatas wilayah kekuasaannya, padahal bahasa Melayu dipakai oleh orang-orang jauh di luar batas kekuasaan mereka. Akibatnya muncul berbagai dialek (geografis) maupun sosiolek (dialek sosial). Pemakaian bahasa ini oleh masyarakat berlatar belakang etnik lain juga memunculkan berbagai varian kreol di mana-mana, yang masih dipakai hingga sekarang. Bahasa Betawi, suatu bentuk kreol, bahkan sekarang mulai memengaruhi secara kuat bahasa Indonesia akibat penggunaannya oleh kalangan muda Jakarta dan dipakai secara meluas di program-program hiburan televisi nasional.
kesulitan dalam mengelompokkan bahasa-bahasa Melayu. Sebagaimana
beberapa bahasa di Nusantara, tidak ada batas tegas antara satu varian
dengan varian lain yang penuturnya bersebelahan secara geografis.
Perubahan dialek seringkali bersifat bertahap. Untuk kemudahan, biasanya
dilakukan pengelompokan varian sebagai berikut:
2. Bahasa-bahasa Melayu Kerabat (Paramelayu, Paramalay = Melayu “tidak penuh”)
3. Bahasa-bahasa kreol (bukan suku/penduduk melayu)
- Dialek Tamiang : dituturkan di kabupaten Aceh Tamiang, Nanggroe Aceh Darussalam
- Dialek Langkat : dituturkan di kawasan Langkat, Sumatera Utara
- Dialek Deli : dituturkan di Medan, Deli Serdang dan Serdang Bedagai
- Dialek Asahan : dituturkan di sepanjang wilayah pesisir kabupaten Asahan
- Dialek Kualuh : dituturkan di sepanjang wilayah aliran hulu sampai hilir sungai Kualuh kabupaten Labuhanbatu Utara
- Dialek Bilah : dituturkan di sepanjang wilayah hilir aliran sungai Bilah kabupaten Labuhanbatu
- Dialek Panai : dituturkan di sepanjang wilayah hilir aliran sungai Barumun kabupaten Labuhanbatu
- Dialek Kotapinang : dituturkan di sepanjang wilayah aliran sungai Barumun kabupaten Labuhanbatu Selatan
- Dialek Melayu Riau : dituturkan di kawasan Kepulauan Riau
- Dialek Melayu Riau Daratan : terbagi atas beberapa dialek lainnya tergantung wilayah (Siak, Rokan, Inderagiri, Kuantan)
- Dialek Anak Dalam : kemungkinan termasuk kelompok Kubu, Talang Mamak di kawasan Riau dan Jambi
- Dialek Melayu Jambi : dituturkan di provinsi Jambi
- Dialek Melayu Bengkulu : dituturkan di kota Bengkulu
- Dialek Melayu Palembang : dituturkan di kota Palembang dan Kota Muara Enim dan sekitarnya
- Dialek Bangka-Belitung : dituturkan di provinsi Bangka-Belitung sedikit perbedaan antara pengucapan kata sebagai contoh kata “APA-Ind” bangka menggunakan “APE” seperti mengucapkan kata “PEPES” dan Belitung “APE” seperti mengucapkan kata “Remang”.
- Dialek Bahasa Melayu Pontianak : dituturkan di kabupaten Pontianak, Kabupaten Kubu Raya dan kota Pontianak, Kalimantan Barat
- Dialek Landak : kabupaten Landak dan sekitarnya, Kalimantan Barat
- Dialek Sambas : dituturkan di kabupaten Sambas dan sekitarnya,Kalimantan Barat
- Dialek Ketapang : dituturkan di kabupaten Ketapang dan sekitarnya, Kalimantan Barat terdiri 2 dialek kota Ketapang dan Balai Berkuak.
- Dialek Berau : dituturkan di kabupaten Berau dan sekitarnya, Kalimantan Timur
- Dialek Kutai : dipakai di kabupaten Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur
- Dialek Loloan : dituturkan di kota Negara, Jembrana, Bali.
- Dialek Riau Kepulauan dan beberapa kawasan di Riau Daratan dituturkan sama seperti Dialek Johor.
kerabat” adalah bahasa-bahasa lain yang serupa dengan Bahasa Melayu,
namun masih ada perbedaan pendapat mengenai soal itu. Mereka adalah :
2. Bahasa Banjar (bjn) di Kalimantan Selatan
3. Bahasa Kedayan (kxd) (Suku Kedayan) di Brunei, Sarawak
4. Dialek Melayu Kedah (meo) (Melayu Satun)
5. Dialek Melayu Pulau Kokos (coa)
6. Dialek Melayu Pattani (mfa)
7. Dialek Melayu Sabah (msi)
8. Dialek Melayu Bukit(Bahasa Bukit) (bvu) (Suku Dayak Bukit) di Kalimantan Selatan
9. Bahasa Serawai (srj) di Bengkulu
10. Bahasa Rejang (rej) di Rejang Lebong, Bengkulu
11. Bahasa Lebong di Lebong, Bengkulu
12. Bahasa Rawas (rws) di Musi Rawas, Sumatera Selatan
13. Bahasa Penesak (pen) di Prabumulih, Sumatera Selatan
14. Bahasa Komering di Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan
15. Bahasa Enim (eni)
16. Bahasa Musi (mui)
17. Bahasa Kaur (vkk)
18. Bahasa Kerinci/(Kerinci-Sakai-Talang Mamak)(vkr)
19. Bahasa Kubu (kvb)
20. Bahasa Lematang (lmt)
21. Bahasa Lembak (liw)
22. Bahasa Lintang (lnt)
23. Bahasa Lubu (lcf)
24. Bahasa Loncong/Orang Laut (lce)
25. Bahasa Sindang Kelingi (sdi)
26. Bahasa Semendo (sdd)
27. Bahasa Rawas (rws)
28. Bahasa Ogan (ogn)di Ogan Ilir, Ogan Komering Ulu dan Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan
29. Bahasa Pasemah ( pse) di Sumatera Selatan
30. Bahasa Suku Batin [sbv] di Jambi
31. Bahasa Kutai di Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur
Di pulau Jawa, terutama di Jakarta, bahasa Melayu mengalami proses kreolisasi yang unsur dasar bahasa Melayu Pasar tercampur dengan berbagai bahasa di sekelilingnya, khususnya bahasa Tionghoa, bahasa Sunda, bahasa Jawa, bahasa Bali, bahasa Bugis, bahkan unsur bahasa Belanda dan bahasa Portugis. Melayu dalam bentuk kreol ini banyak dijumpai di Kawasan Indonesia Timur yang terbentang dari Manado hingga Papua.
Bentuk Melayu Kreol tersebut antara lain :
- Dialek Melayu Jakarta bahasa Betawi : dituturkan di Jakarta dan sekitarnya
- Dialek Melayu Indonesia Peranakan: banyak dituturkan oleh kalangan orang Tionghoa di pesisir Jawa Timur dan Jawa Tengah.
- Dialek Melayu Manado (bahasa Manado): dipakai sebagai lingua franca di Sulawesi Utara
- Dialek Melayu Maluku Utara (max): dipakai di hampir seluruh Maluku Utara
- Dialek Melayu Bacan (btj): dipakai di kawasan pulau Bacan, Maluku Utara
- Dialek Melayu Ambon : dipakai sebagai bahasa ibu bagi warga kota Ambon, dan bahasa kedua bagi warga sekitarnya
- Dialek Melayu Banda : berbeda dengan Melayu Ambon, dan digunakan di kawasan Kepulauan Banda, Maluku
- Dialek Melayu Larantuka : dipakai di kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur
- Dialek Melayu Kupang : menjadi lingua franca di wilayah Kupang dan sebagian Pulau Timor
- Dialek Melayu Papua : Papua, Papua Barat
- Dialek Melayu Makassar (mfp) : Sulawesi Selatan
Bahasa apa yang umum digunakan di Riau? Bahasa Melayu kah? Jika berkaca dari “pusat budaya melayu” sudah barang tentu jawabannya adalah benar. Tapi mari kita lihat rincian peta penggunaan bahasa-bahasa di Riau.
Pekanbaru
Mengenai Bahasa ocu, belum ada riset resmi darimanakah asal bahasa ocu ini. Apakah lebih dekat dengan bahasa Melayu kerajaan Riau-Lingga atau bahasa Minangkabau. Jika anda bertanya ke beberapa orang ocu, maka anda akan menemukan pengakuan beragam. Ada yang mengaku ocu itu bahasa melayu tapi yang lain berkata ocu lebih dekat ke bahasa minangkabau, Bahasa kerajaan Pagaruyung.
Bisa diambil kesimpulan bahasa ocu lah yang berkuasa di ibukota provinsi Riau ini. Bisa dilihat dari posisi kota sendiri, diselubungi oleh Kabupaten Kampar, rumahnya orang ocu. Tapi jika anda pergi ke pasar-pasar tradisional jangan harap ada bahasa melayu disana, karena bahasa pasar di Pekanbaru adalah bahasa minang
Hampir 90 persen orang-orang kabupaten Kampar menggunakan bahasa ocu.
minang. Bahasa umum digunakan kabupaten ini disebut juga bahasa Pasir
(Pasir Pengaraian).
Inilah daerah yang kuat bahasa melayunya karena betul-betul berada di
pantai timur Sumatera. Namun etnis Batak dan Tiong Hoa juga tidak
sedikit di-daerah-ini.
Bahasa disini apa yang banyak orang bilang bahasa Taluk atau bahasa
Taluk Kuantan. Bahasa Taluk nyaris sama dengan bahasa Ocu hanya berbeda
di beberapa suku kata. Namun bahasa taluk juga dekat dengan bahasa
minang karena memang daerah ini dekat dengan wialayah minangkabau,
Sumatra Barat. Lihat persamaan mitologi antara ketiga bahasa
dibandingkan bahasa Melayu (Johor-Riau/Riau-Lingga):
Ocu : Bondau
Taluk : Bondar
Minangkabau : Banda
Siak, Meranti, Bengkalis, Pelalawan, Indragiri Hulu dan Hilir
Walaupun dikuasai satu bahasa, Melayu, tapi untuk dialek setiap daerah berbeda-beda. Namun bahasa-bahasa lainnya seperti banjar, bugis, jawa juga tidak kecil jumlahnya di daerah-daerah tersebut. Selain itu bahasa etnis Tiong Hoa juga cukup besar jumlahnya terutama di daerah-daerah tepi sungai dan pesisir pantai timur Sumatera seperti Inhil, Bengkalis dan Meranti.
Provinsi Riau terdiri dari enam kabupaten dan dua kotamadya, yaitu Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Riau, Kotamadya Pekanbaru, dan Kotamadya Batam. Berdasarkan keadaan alamnya, provinsi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Riau Daratan dan Riau Kepulauan. Riau Daratan meliputi Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kotamadya Pekanbaru, sedangkan Riau Kepulauan meliputi gugusan pulau-pulau yang menyebar sampai ke perbatasan perairan Malaysia di Laut Cina Selatan dan perbatasan Kalimantan Barat.
Daerah seluas itu didiami oleh berbagai subdialek Melayu, yang seperti sudah dijelaskan dapat dibagi menjadi dua subdialek, yaitu subdialek Daratan dan subdialek Kepulauan. Subdialek Daratan mempunyai ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Minangkabau, sedang subdialek Kepulauan mempunyai ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Malaysia. Di samping berbagai ciri khas lain, kedua subdialek ini ditandai dengan kata-kata yang dalam bahasa Indonesia merupakan kata-kata yang berakhir dengan vokal /a/; pada subdialek Daratan diucapkan dengan vokal /o/, sedang pada subdialek Kepulauan diucapkan /?/ (Hasan, 1976: 50).
Jadi, kesan pertama bila berhadapan dengan dialek Melayu Riau (Kepulauan) adalah tingginya frekuensi kemunculan vokal /e/ pada kata-kata bersuku terbuka dan tiadanya vokal yang sama pada suku yang tertutup konsonan, seperti bahasa Indonesia dialek Jawa. Vokal yang lain juga memiliki distribusi yang khas, yang akan penulis perlihatkan pada bagian belakang. Kelompok konsonan yang paling mengesankan ialah konsonan getar uvular /R/ yang berbeda dengan getar ujung lidah yang terdapat dalam bahasa Indonesia.
Seperti umumnya yang terjadi pada bahasa lisan, dalam dialek ini banyak kata yang muncul dalam bentuk singkat seperti lah untuk sudah atau telah, na‘ untuk hendak, ta‘ untuk tidak. Bahkan, kata ta‘ yang dalam bahasa Indonesia hanya muncul dalam bentuk terikat, dalam dialek ini dapat berdiri sendiri sebagai kalimat minim.
Dalam bidang kosakata, tidak terlihat adanya perbedaan yang mencolok, namun juga dapat dicatat beberapa kata khas yang tidak biasa dipergunakan dalam bahasa Indonesia modern. Untuk mempersilakan tamu-tamu minum atau makan dipergunakan kata jemput, ‘silakan ambil‘, untuk tetangga digunakan rumah sebelah, kata patek ae patikae digunakan bila orang ingin merendahkan diri, dan untuk panggilan guru dipakai cek gu.
Dalam bertutur dan berkata,banyak dijumpai nasihat, karena kata sangat berpengaruh dalam pergaulan, “Bahasa menunjukkan Bangsa.” Kata Bangsa disini berarti orang berderajat atau orang baik-baik. Orang-orang yang menggunakan kata yang tidak senonoh, dia tentu orang yang tidak berbangsa dan derajatnya rendah.
Bahasa selalu dikaitkan dengan budi, maka ketinggian budi seseorang juga diukur dari kata-katanya, seperti ungkapan :
Tidak boleh tengking-menengking
Tidak boleh tindih-menindih
Tidak boleh dendam kesumat
Pantang membuka aib orang
Pantang merobek baju dibadan
Pantang menepuk air didulang
Hilang budi karena bahasa
Habis daulat karena kuasa
Pedas lada hingga ke mulut
Pedas kata menjemput maut
Bisa ular pada taringnya
Bisa lebat pada sengatnya
Bisa manusia pada mulutnya
Bisa racun boleh diobat
Bisa mulut nyawa padanya
Oleh karena itu, kata dan ungkapan memegang penting dalam pergaulan,maka selalu diberikan tuntunan agar kerukunan tetap terpelihara.
sumber : http://diasdiari.blogspot.co.id/2013/09/asal-usul-bahasa-melayu-riau.html