Menu Close

SEJARAH ISLAM DI SPANYOL: Asal-usul, Perkembangan dan Kehancuran Lengkap

SEJARAH ISLAM DI SPANYOL: Asal-usul, Perkembangan dan Kehancuran Lengkap

Drs. H. SUPARMAN USMAN, S.H.

ABSTRAK

Motivasi masuknya Islam ke Spanyol dilatarbelakangi oleh semangat da’wah di samping dipengaruhi oleh faktor materi yang secara universal berlaku waktu itu. Islam di Spanyol telah berjaya selama kurang lebih 700 tahun (711- 1609 M). Spanyol telah menjadi pusat peradaban Islam selain Bagdad dan Mesir. Selama kurun waktu tersebut kemajuan dan perkembangan peradaban Islam di Spanyol tidak hanya memiliki arti penting bagi perkembangan ilmu dan teknologi dalam lingkup peradaban dunia Islam, tapi juga telah tercatat mempunyai arti penting bagi perkembangan peradaban manusia pada umumnya.

Namun kemajuan dan perkembangan peradaban terutama di bidang filsafat, sains dan teknologi, ternyata tidak terbarengi dengan perkembangan kemajuan da’wah yang menanamkan substansi idiologis bagi penduduk setempat. Akibatnya Islam di Spanyol tidak melahirkan tokoh-tokoh putra daerah yang dapat meneruskan dan melestarikan Islam dalam aspek idiologis. Tokoh-tokoh ilmuwan yang muncul di Spanyol umumnya bukan penduduk setempat, mereka imigran dari Afrika atau daerah lain. Hubungan penguasa yang beragama Islam dengan penduduk setempat yang umumnya beragama Nasrani, masih terwarnai oleh hubungan “pendatang” dengan “pribumi”, atau “penjajah” dengan yang “dijajah” (umpama dengan munculnya istilah ibad atau muwalladun, suatu ungkapan yang dinilai merendahkan golongan pribumi atau keturunan mereka). Keadaan lain yang nampak adalah tersimpannya rasa kebencian yang menimbulkan balas dendam dari penguasa setempat sebelum Islam datang, yang beragama Nasrani. Kondisi ini pada saatnya menimbulkan jiwa patriotisme dan kesadaran nasionalisse putra daerah untuk menggusur pendatang. Sedang konflik internal di lingkungan istana baik antara suku Arab, Barbar dan Sicilia atau di antara intern mereka, selalu nampak dalam memperebutkan kursi kekuasaan.

Kondisi di atas secara akumulatif sangat berpengaruh kepada semakin lemahnya wibawa dan kekuatan penguasa Islam, yang memberikan peluang bagi penguasa Kristen untuk mengambil alih kekuasaan di Spanyol. Pada akhirnya ambisi penguasa Kristen untuk mengusir orang Islam setelah berkuasa selama tujuh abad dari bumi Spanyol, menjadi kenyataan. Pilihan yang diberikan kepada orang Islam hanya satu, masuk Kristen atau meninggalkan Spanyol.

I. PENDAHULUAN

Pada masa pemerintahan Usman bin Affan, Islam telah menguasai wilayah Afrika utara sampai ke daerah Tripoli dan Barkah (wilayah sebelah barat Mesir, kini Libia). Namun pasukan Bizantium masih menguasai wilayah Afrika utara bagian barat, dan ini dianggap merupakan ancaman bagi kekuasaan Islam di Afrika utara1[1].

Pada masa Bani Umayyah, Muawiyah bertekad akan mengusir kekuasaan Romawi itu. Untuk itu ia menugaskan Uqbah ibn Nafi al Fihr, yang sudah menetap di Barqah, menyiapkan pasukan dalam rangka mengusir mereka. Akhirnya Uqbah dapat menguasai wilayah Afrika utara bagian barat sampai ke pedalaman bagian selatan yang dikuasai Barbar (daerah Fazzan). Selanjutnya Muawiyah memerintahkan Uqbah untuk membangun kota sebagai pusat kegiatan umat Islam di sana, dan untuk itu dibangunlah kota Qairawan pada tahun 50 H2[2]. Kota ini terletak jauh sebelah Barat Barqah.

Qairawan dan wilayah yang dikuasai Uqbah, sempat direbut kembali oleh Romawi dengan bantuan Barbar. Wilayah ini baru bisa direbut kembali pada masa pemerintahan Abd. Malik bin Marwan, yang direbut oleh pasukan di bawah pimpinan Hasan ibn Nu’man al Ghassani. Hasan dapat membangun daerah itu, dan setelah Hasan, pimpinan wilayah itu diganti oleh Musa ibn Nushair pada akhir masa pemerintahan Abd. Malik bin Marwan atau pada awal pemerintahan Al Walid. Musa memakai gelar Amir Qairawan3[3].

Musa terus memperluas wilayahnya ke Afrika bagian barat, sampai ia bisa menaklukan kota Septah (Ceuta) secara damai. Ceuta kota di bagian ujung bagian barat Afrika utara berhadapan dengan semenanjung Andalusia. Kota ini semula berada di bawah kekuasaan kerajaan Gothia di Andalusia. Islam berhasil mengadakan persekutuan dengan Count Julian, penguasa Ceuta.4[4]

II. PENAKLUKAN SPANYOL OLEH ISLAM

Wilayah Spanyol dan Portugal berada dalam semenanjung yang dulu namanya, Iberia. Sejak abad ke 5 M, daerah ini dikuasai oleh bangsa Vandals, maka wilayah ini, terutama bagian selatan disebut Vandalusia. Menjelang kedatangan Islam, daerah ini dikuasai oleh bangsa Visigoth (atau disebut juga bangsa Gothia, atau bangsa Got5[5]).

Pada awal abad ke 8, menjelang runtuhnya Bani Umayyah, daerah ini sudah dapat dikuasai oleh pemerintahan Islam. Tercatat tiga pahlawan Islam yang terkenal berkaitan dengan penaklukan daerah ini, yaitu Tarif ibn Nalik, Tarik bin Ziyad dan Musa ibn Nushair. Tarif ibn Malik dapat dikatakan sebagai perintis. Ia bersama pasukannya menyeberang selat menuju semenanjung Andalusia, menaiki empat buah kapal yang disediakan Julian, penguasa Ceuta. Dalam penyerbuannya Tarif memperoleh kemenangan dan kembali ke Afrika utara membawa harta rampasan perang yang cukup banyak, peristiwa ini terjadi pada tahun 91 H6[6].

Pada tahun 711 M, kemudian disusul oleh pasukan berikutnya yang lebih besar di bawah pimpinan Tarik bin Ziyad, yang didukung oleh bangsa Barbar.7[7] Tarik bersama pasukannya menyeberang selat dan mendarat di sebuah gunung, yang kemudian nama ini terkenal dengan Gibraltar (Jabal Tarik). Tarik terus memasuki Spanyol dan dalam pertempuran di Bakkah, Raja Roderck, penguasa Spanyol dikalahkan.

Seterusnya, setelah mendapat dukungan dari penduduk setempat, Tarik menaklukan kota-kota berikutnya, seperti Cordova, Granada dan Toledo (ibu kota kerajaan Gothia saat itu).

Sementara Tarik telah memperoleh kemenangan, kemudian pada tahun 712 M, Musa bin Nushair menyusul dengan pasukannya untuk merebut kota-kota lain. Pasukan Musa dapat menaklukan kota-kota Medina, Sidonia, Karmonia, Seville, Merida, pasukan Musa kemudian bergabung dengan Tarik di Toledo, yang kemudian mereka menuju ke utara, menaklukan wilayah Aragon, Castille, Galicia, Sarragosa, Barcelona dan Praus.8[8] Pada waktu Tarik dan Musa memenangkan pertempuran-pertempuran dan menguasai kota-kota di Andalusia, maka sejak itulah Spanyol mulai dikuasai oleh Islam di bawah kekuasaan Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus.

Pemerintahan di Spanyol sejak penaklukan pada awal abad ke-8 sampai jatuhnya Bani Umayyah, dapat dikatakan tidak stabil. Hal ini disebabkan karena berbagai gangguan baik dari luar maupun dari dalam.

Gangguan dari luar datang dari sisa-sisa kerajaan Kristen yang selalu ingin kembali berkuasa. Sedangkan gangguan dari dalam, terutama disebabkan karena pertentangan etnis antara suku Barbar dan suku Arab, serta pertentangan dalam suku Arab sendiri. Di samping itu sering terdapat perbedaan pandangan antara penguasa di Damaskus dan penguasa di Qairawan yang masing-masing merasa paling berhak terhadap daerah Spanyol yang dianggapnya sangat menguntungkan itu. Karena perbedaan pendapat ini telah terjadi lebih dari dua puluh kali pengganti wali (gubernur) dalam waktu yang amat singkat.9[9]

Pertentangna dalam intern suku Arab juga terjadi antara suku Mudhari dengan suku Yamani. Dua suku ini selalu berselisih untuk memperebutkan kekuasaan. Masing-masing selalu berusaha untuk menarik simpati suku Barbar10[10].

Menjelang kedatangan Abdurrahman al Dakhil, Emir terakhir yang berkuasa di Spanyol adalah Amir Yusuf Abdurrahman al Fihri, yang berasal dari suku Mudhari11[11], musuh suku Yamani. Waktu Bani Abbas merebut kekuasaan Bani Umayyah, Amir Yusuf menyatakan tunduk kepada pemerintahan Bani Abbas. Amir Yusuf pemerintahannya berpusat di Toledo.

III. ABDURRAHMAN AL DAKHIL MENGUASAI SPANYOL

Pada tahun 750 M, Bani Abbas menumbangkan Bani Umayyah. Keturunan Bani Umayyah dan pendukungnya dihancurkan oleh Bani Abbas12[12]. Namun ada seorang keturunan Bani Umayah yang lolos dari pengejaran dan pembunuhan Bani Abbas, ia adalah seorang pangeran yang masih muda, berusia 20 tahun, lahir 731 M, namanya, Abdurrahman13[13].

Abdurrahman ibn Muawiyah ibn Hisyam ibn Abd. Malik bersama ajudannya yang bernama Badar, telah dapat meloloskan diri dalam suatu pengejaran yang sangat tragis dan memilukan. Ia seorang pangeran, pamannya, kakeknya, dan moyangnya adalah Khalifah Bani Umayyah, sedang ibunya adalah seorang bangsa Barbar dari Afrika utara14[14].

Abdurrahman bersama Badar melarikan diri dalam situasi yang selalu diancam bahaya, karena Bani Abbas selalu mengejarnya. Ia melarikan diri melalui daerah pegunungan dan padang pasir yang berbelit-belit, akhirnya sampailah ia ke Mesir. Merasa tidak aman di sana ia meneruskan pelariannya ke arah barat menuju Barcah, dan terus ke barat menuju Magribi. Magribi adalah wilayah yang tunduk di bawah kekuasaan pemerintahan Amir Andalusia yang berpusat di Toledo. Berarti ia sudah masuk ke wilayah Andalusia. Karena itulah ia diberi gelar al Dakhil, artinya yang masuk ke Andalusia15[15].

Abdurrahman dengan darah Barbar yang mengalir dari ibunya, meneruskan pelariannya bersama Badar ke sebelah barat dan akhirnya sampai ke kota Melilla, wilayah Ceuta16[16]. Pada saat Abdurrahman datang ke kota tersebut, ia mendapatkan situasi pertentangan yang sengit antara suku-suku Arab di derah kekuasaan Andalusia. Di samping itu terdapat pula sejumlah tokoh Bani Umayyah yang tidak senang kepada pemerintah karena mereka dipecat oleh penguasa pendukung Bani Abbas. Abdurrahman dengan dibantu oleh Badar menghimpun kekuatan yang terdiri dari suku Yamani dan para tokoh Umayyah untuk menggulingkan Amir Yusuf ibn Abdurrahman penguasa di Andalusia. Pada tahun 756 M, para pendukung Abdurramhan membai’atnya dan menyatakan kesetiaan mereka kepada Abdurrahman al Dakhil di kota Melilla, sebuah kota sebelah timur kota Cueta.

Pada tahun itu juga Abdurrahman berhasil menyeberang selat Gibraltar dan pasukannya berhasil menguasai kota Algeciras, sebuah kota di pantai selatan semenanjung Andalusia. Penguasa kota itu menyatakan tunduk kepada Abdurrahman, yang kemudian diikuti oleh penguasa kota Sevilla. Abdurrahman meneruskan serbuannya dan berikutnya beberapa kota dapat ditaklukannya, seperti kota Sidonia, Moron dela Frontera. Pasukan Abdurrahman semakin banyak mendapat dukungan dan ia meneruskan ke kota Cordova. Di sana ia dijemput oleh pembesar suku Yamani17[17].

Waktu itu Amir Yusuf sedang menghadapi kerusuhan di sebelah utara. Mendengar Abdurrahman datang dengan pasukannya, kemudian ia berbalik menuju Cordova. Saat itu Abdurrahman sedang menghimpun kekuatan dari kota Malaga, Ronda dan Xeras. Pertempuran akhirnya pecah di Cordova. Amir Yusuf Al Fikhri dapat dikalahkan. Abdurrahman akhirnya dibai’at menjadi Amir di Andalusia pada tahun tahun 756 M18[18]. Ami Yusuf melarikan diri ke Granada dan terus dikejar dan akhirnya ia menyerah dan minta damai serta minta izin menetap di Cordova. Abdurrahman mengabulkannya, walaupun tiga tahun kemudian Amir Yusuf mencoba lagi mengangkat senjata, menghimpun kekuatan dari kota Toledo. Namun dalam pertempuran terakhir ia mati terbunuh.

Dengan telah dikuasainya kota-kota penting di semenanjung Andalusia dan terbunuhnya Amir Yusuf, maka berarti wilayah Andalusia sudah berada di bawah kendali Abdurrahman al Dakhil. Setelah keamanan pulih, Abdurrahman mulai menata wilayah itu sebagai satu pemerintahan yang stabil. Langkah pertama ia memindahkan ibu kota Toledo ke Cordova dan membagi wilayah negara menjadienam wilayah administratif yang dikepalai oleh seorang penguasa dipanggil Amil. Ia sendiri bergelar Amir Abdurrahman al Dakhil atau Amir Abdurrahman I.

Beberapa kerajaan kecil yang tidak sempat ditaklukkannya, mereka menyatakan takluk dan minta pengakuan dari Abdurrahman dengan membayar upeti tiap tahun. Kerajaan itu umpamanya Raja Fruela I (757-768) dari Austria, putra Alfonso I. Kerajaan Austria ini merupakan penyangga antara daerah kekuasaan Islam di Selatan dengan kerajaan Franks yang beragama Kristen di utara. Kerajaan Kristen di utara sejak raja Pepin III (747-768) dengan ibu kota Narbone diteruskan oleh Charles the Great yang lebih dikenal dengan Charlemagne, merupakan ancaman bagi Islam.

Charlemagne mengadakan ekspansi ke selatan melalui pegunungan Pyreneen. Pasukan Islam di Catalona, Aragon, Navere dan Saragosa berhasil menghancurkan pasukan Charlemagne19[19].

Pada awal pemerintahan Abdurrahman, hubungan Spanyol dengan Bagdad masih status quo. Doa terhadap Khalifah Bani Abbas tetap diucapkan pada khotbah dan hari raya. Setelah stabilitas pulih sepenuhnya, ia memerintahkan menghentikannya. Penguasa Toledo Hisyam bin Abdirrabah al Fikhri pendukung Bani Abbas dan Amir Alla al Mughiz al Yashibi, penguasa wilayah Afrika pernah memberontak. Namun Abdurrahman dapat mematahkannya. Pasukan Al Mughiz hancur dan musuh ditebas kepalanya. Kemudian kepala tersebut disebar ke Qairawan sampai ke Mekkah. Pada kepala al Mughiz diikatkan surat al Mansyur disertai bendera hitam20[20].

Setelah stabilitas benar-benar pulih, kemudian Abdurrahman mencurahkan perhatiannya kepada pembangunan bagi kesejahteraan rakyat. Pembangunan besar-besaran dilaksanakan. Ia membangun masjid Agung di Cordova, yaitu masjid Al Hamra, membangun gedung- gedung pendidikan dan lembaga ilmiah, membangun saluran air dan irigasi bagi pertanian dan menghidupkan perdagangan. Ia pun membangun istana yang megah dan taman yang indah diberi nama al Risafat.

Abdurrahman al Dakhil, seorang pangeran, dari seorang pelarian politik yang masih muda usianya, akhirnya ia bisa menguasai dan memerintah semenanjung Andalusia selama 32 tahun (756-788 M), selanjutnya ia digantikan oleh keturunannya21[21]. Dia bisa meletakkan kembali kekuasaan daulat Bani Umayyah di Andalusia yang kemudian bisa berjaya selama kurang lebih 300 tahun (756-1031 M).

IV. DINASTI BANI UMAYYAH DI SPANYOL

Spanyol ditaklukan oleh Bani Umayyah pada masa pemerintahan Al Walid ibn Abd. Malik pada tahun 711 M dengan pasukan di bawah pimpinan Tarik bin Ziyad. Sejak itu Spanyol menjadi wilayah kekuasaan Islam yang berpusat di Damaskus. Setelah Bani Abbas meruntuhkan Bani Umayyah, pada awal pemerintahan Bani Abbas, penguasa Spanyol tunduk pada pemerintahan Bani Abbas (sekitar 6 tahun) sampai datang Abdurrahman al Dakhil menguasai Spanyol pada tahun 756 M.

Penguasa Bani Umayah di Spanyol sejak ditaklukan oleh Tarik bin Ziyad sampai runtuhnya Dinasti tersebut, dapat dibagi menjadi dua masa. Pertama masa sebelum datang Abdurrahman al Dakhil dan kedua setelah datang Abdurrahman al Dakhil sampai runtuhnya Bani Umayyah di Spanyol.

Pada masa pertama, penguasa Islam di Spanyol dipimpin oleh Al Wali (Gubernur) dengan ibu kota Toledo. Penguasa Islam di Spanyol waktu itu bergelar Amir.Sebagaimana telah dikemukakan di muka, bahwa pada masa ini pemerintahan di Spanyol belum stabil. Hal ini disebabkan berbagai gangguan baik dari luar dan dari dalam. Pada kurun waktu kurang lebih 45 tahun telah terjadi lebih dari dua puluh kali pergantian wali (gubernur)22[22].

Masa kedua yaitu pada masa setelah datangnya Abdurrahman al Dakhil sampai runtuhnya Dinasti Bani Umayyah di Spanyol, yang berlangsung sekitar 300 tahun (756-1031 M).

Sekalipun Abdurrahman telah mengumumkan bebas dari kekuasaan Bani Abbas (763 M), tetapi ia tidak menganggap dirinya sebagai kelanjutan dari Khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus23[23]. Ia tetap memanggil dirinya Amir. Baru 170 tahun kemudian pada pemerintahan Abdurrahman III (912-961) ia memakai gelar Khalifah. Abdurrahaman III pada tahun 929 M mengumumkan dirinya menjadi Khalifah dalam dunia Islam dengan panggilan Amirulmukmin24[24], dengan gelar Kalifah an Nashir li dinillah.25[25] Panggilan Khalifah ini diteruskan oleh para penggantinya sampai hancurnya Bani Umayyah pada tahun 1031 M26[26].

Pada penghujung masa pemerintahan Bani Umayyah menjelang kehancurannya, telah terjadi berbagai pemberontakan yang memperebutkan kekuasaan. Kemelut perebutan kekuasaan ini dimulai sejak wafatnya Mulk Al Manshur.

Khalif Hakam II wafat pada tahun 976 M, digantikan oleh putranya yang baru berumur 10 tahun. Oleh karena ia masih kecil, maka jabatan Pemangku Kuasa Pemerintahan (Mursyid lil Amri) dijabat oleh Amir Mughirah ibn Abdirrahman, saudara Khalif Hakam II. Namun Mughirah tidak lama memegang jabatan, karena ia dibunuh oleh komplotan istana. Kemudian muncul Al Wazir Muhammad ibn Abiamir yang pernah menjabat Pelaksana Kuasa pada masa Hakam II, mengambil alih seluruh kekuasaan. Dia menjalankan Pemangku Kuasa pemerintahan bagi Khalif Hisyam II. Ia belakangan memanggil dirinya dengan Mulk Al Hanshur, literatur lain, menyebut gelarnya Hajib Al Manshur27[27]. Dialah pemegang kekuasaan dengan stempel Bani Umayyah pada masa Hisyam II selama 27 tahun (976-1003 M).

Setelah Al Manshur wafat, ia digantikan oleh putranya, Abd. Malik bin Muhammad bin Abiamir, dengan gelar Mulk Al Muzhaffir. Setelah Al Muzhaffir wafat, ia digantikan oleh saudaranya, yaitu Abdurrahman ibn Muhammmad ibn Abiamir dengan gelar Mulk al Nashir li dinillah. Baik al Muzhaffir maupun Al Nashir kedua-duanya dikukuhkan oleh Khalifah Hisyam III. Hal inilah yang menimbulkan kemarahan di lingkungan Bani Umayyah yang kemudian memecat Khalifah Hisyam II dan tidak mengakui Mulk Al Nashir.

Selanjutnya mereka mengangkat Muhammad ibn Hisyam ibn Abd Jabbar ibn Khalifah Abdurrahman III sebagai Khalifah dengan panggilan Khalifah Muhammad II al Mahdi (1010 M). Sejak itulah terus menerus terjadi perebutan kekusaan di lingkungan Bani Umayyah. Kemelut perebutan kekuasaan tersebut dipengaruhi juga oleh kepentingan suku Barbar yang selalu ingin memanfaatkan situasi dan campur tangan Kerajaan Kristen yang selalu mengadu domba penguasa Islam.

Di tengah perpecahan tersebut muncul juga perlawanan dari Khairan alAmiri di Almeria yang meminta dukungan kepada Amir Ali Ibnu Hamud (pembangun Daulat Bani Hamud).<$FPembangun Bani Hamud ialah Amir Ali ibn Hamud ibn Maimun ibn Ahmad ibn Ali ibn Abdillah ibn Umar dari cabang turunnan Bani Idris yang pernah membangun daulat Idrisiyah (789-924) di Afrika Barat sebelum ditaklukan oleh Abdurrahman III.> Ibnu Hamud menyerang Cordova dan mengalahkan Khalif Sulaiman Al Musta’in pada tahun 1017. Emir Ali ibn Hamud kemudian mengumumkan dirinya Penguasa Mutlak atas nama Khalif Hisyam II, dia memanggil dirinya dengan Mulk Al Mutawakkil dan memerintah selama dua tahun (1017-1018). Pada tahun 1018 Al Mutawakkil dibunuh kemudian adiknya Emir Qasim ibn Hamud menobatkan dirinya menjadi penguasa mutlak dengan gelar Mulk Al Makmun. Dia sempat berkuasa selama lima tahun (1018 – 1023) sampai kekhalifahan bisa direbut kembali oleh Bani Umayyah dengan diangkatnya Emir Muhammad III sebagai Khalifah dengan gelar Khalif Al Mustakfi (1023-1024).

Khalifah terakhir Bani Umayyah adalah Amir Hisyam ibn Muhammad dengan panggilan Khalifah al Mu’tadhi. Ia memerintah selama lima tahun (1027-1031). Selama pemerintahannya sering terjadi pemberontakan hingga terjadi kudeta tentara pada tahun 1031 M. Ia melarikan diri ke sebuah benteng dan minta perlindungan kepada Bani Hud yang menjabat Wali Kota, benteng kota Lerida di wilayah Aragon. Di sana ia wafat pada tahun 1036 H.

Demikianlah kekacauan yang terjadi setelah al Manshur, sehingga ada yang berpendapat, bahwa khalifah-khalifah Bani Umayyah di Spanyol setelah itu menjadi boneka-boneka orang Barbar28[28].

V. KEMAJUAN PERADABAN

Pada saat Islam mencapai puncak kemajuannya, peradaban Islam di Spanyol merupakan salah satu pusat peradaban Islam, disamping pusat peradaban Islam lainnya yaitu di Bagdad dan di Mesir29[29]. Kemajuan peradaban Islam di Spanyol tidak hanya memiliki arti penting bagi perkembangan ilmu dan teknologi dalam lingkup peradaban dunia Islam, namun juga tercatat mempunyai arti penting dalam perkembangan peradaban manusia pada umumnya. Perkembangan dan kemajuan peradaban yang melahirkan kemajuan ilmu dan teknologi pada masa kejayaan Islam di Spanyol, terutama malalui sumbangan berpikir rasional, telah mampu membangkitkan dan mengangkat Eropa dari keterbelakangannya, yang semula dibelenggu oleh cara berfikir dogmatis dan statis yang berlaku di lingkungan gereja. Kebebasan berfikir dalam Islam yang dikembangkan oleh para ulama dan cendekiawan muslim pada masa kemajuan peradaban Islam di Spanyol, merupakan sumbangan besar bagi kemajuan dan perkembangan Eropa khususnya dan kemajuan dunia Barat pada umumnya.

Pada saat Islam sudah mengalami perkembangan dan kemajuan dalam dunia ilmu pengetahuan, bangsa-bangsa di Eropa masih terbelakang, masih berada pada zaman kegelapan30[30]. Mereka yang dipandang terpelajar (intelektual) adalah orang-orang gereja. Sumber kebenaran ilmu adalah gereja (Paus) yang dogmatis. Setiap informasi yang bertentangan dengan dogma gereja, harus ditolak.

Setelah banyak orang Eropa belajar ke Andalus (Spanyol), mereka menyerap pemikiran rational antara lain melalui filsafat Ibn Rusyd (Averroes). Sejak saat itulah muncul bibit-bibit kebangkitan pemikiran rasional di bumi Eropa, sampai berkembangnya dunia sains. Namun pada saat kebenaran ilmu pengetahuan mulai diyakini, ternyata mendapat tantangan dari pihak gereja31[31]. Pertentangan dogma dengan ilmu pengetahuan ini, kelak menjadi bibit penyebab munculnya faham sekuler, karena dogma gereja tidak mau mengakui kebenaran ilmu pengetahuan.

Islam di Spanyol telah melahirkan berbagai kemajuan peradaban, berbarengan dengan kemajuan peradaban yang dicapai oleh Islam di belahan timur, yaitu di Bagdad dan di Mesir. Perkembangan dan kemajuan peradaban Islam di Spanyol, telah nampak sejak Abdurrahman al Dakhil menguasai Spanyol, dan berkembang pesat terutama setelah Abdurrahman III memegang tampuk pemerintahan. Kemajuan pera-daban itu, tercatat antara lain:

1. Pembangunan Fisik

Kegiatan pembangunan fisik dalam upaya memajukan kesejahteraan rakyat antara lain:

a. Pembangunan istana di beberapa kota seperti istana yang indah Al Hamra di Granada, Al Gazar di Seville, dan beberapa istana di kota-kota lain.

b. Pembangunan kota-kota.

Kota Madrid berasal dari kata Majrith, yang berasal dari kata Majri (tempat air/sungai mengalir). Ada dua belas kota besar yang didirikan dan diberi nama dengan menurut istilah bahasa Arab, dan terpakai sampai sekarang32[32].

c. Pembangunan masjid yang megah di beberapa kota, di Cordova terdapat 491 masjid.

d. Pembangunan jalan, taman-taman dan tempat pemandian umum. Di Cordova ada 900 buah tempat pemandian.

e. Pembangunan irigasi, dam dan kanal untuk pertanian

f. Pembangunan sarana air bersih dan penampungan air (konservasi) untuk umum.

g. Pembangunan gedung-gedung pemerintahan dan pendidikan.

h. Pembangunan rumah sakit dan panti asuhan

2. Bidang Ilmu Pengetahuan

Perhatian dan pembangunan di bidang ilmu pengetahuan yang dilakukan di Spanyol dapat mengimbangi kemajuan dan perkembangan yang juga dilakukan di belahan dunia Islam bagian Timur. Perkembangan ilmu pengetahuan itu nampak dari munculnya pusat- pusat kajian keilmuan dan munculnya beberapa tokoh dalam berbagai bidang ilmu seperti:

a. Pembangunan perguruantinggi dan berbagai pusat penelitian ilmu pengetahuan.

b. Pembangunan perpustakaan. Abdurrahman III membangun perpustakaan besar di Granada dengan dilengkapi 600.000 jilid buku. Sedang khalifah Hakam II membangun perpustakaan di Cordova hingga menjadi perpustakaan besar dan menjadi rujukan perpustakaan di Eropa.

c. Kegiatan menyalin naskah ilmiah dari bahasa Grik dan Latin.

d. Beberapa nama tokoh dalam berbagai ilmu pengetahuan yang muncul dari Spanyol antara lain:

(1) Ibn Rusyd (Lahir di Cordova, 1126 M).

Ibn Rusyd di Eropa terkenal dengan Averroes33[33] Dia pengikut Aristoteles yang sangat berjasa dalam membuat ringkasan dan tafsiran filsafat Yunani terutama Aristoteles. Buah pemikiran dan cara berfikir rasional Ibn Rusyd sangat besar pengaruhnya kepada perkembangan pemikiran yang membawa kebangkitan dan kemajuan Eropa.

Dengan hati-hati ia mengkaji Keserasian filsafat dan agama. Karya besar Ibn Rusyd antara lain Tahafut al Tahafut,yang berisikan tanggapan balik terhadap serangan al Ghazali terhadap filsafat dalam Tahafut al Falasifah. Dalam karyanya itu ia bertindak sebagai pembela filsafat.

Ibn Rusyd di samping seorang filosof ia juga seorang dokter, karyanya dalam ilmu kedokteran adalah Kitab al Kulliyat al Thibb. Di samping itu iapun seorang ulama ahli fiqh, karyanya yang terkenal di bidang fiqh adalah Bidayat al Mujtahid wa Nihayat al Muqtashid.

(2) Ibn Bajah (Lahir di Saragosa, 1085 M)

Ibn Bajah di Eropa terkenal dengan nama Avempace. Ia seorang filosof dengan karyanya yang terkenal risalah Tadbir al Mutawahhid.

(3) Ibn Thufail (Lahir di Qadis, Granada, 1110 M)

Ibn Thufail di Eropa terkenal dengan nama Aventofail. Ia seorang filosof, di samping itu ia banyak menulis tentang kedokteran dan astronomi. Pandangan filsafatnya tercermin dalam karyanya yang terkenal yaitu Hay ibn Yaqdzan.

(4) Jabar ibn Aflah (lahir di Seville, 1140 M).

Ia menulis kitab al Hay’ah, yang memuat angka-angka tentang goneometri yang masih digunakan oleh dunia ilmu pengetahuan sampai sekarang.

(5) Selanjutnya nama-nama tokoh ilmuwan lain yang pantas dicatat yang muncul dari bumi Islam di Spanyol, antara lain:

Abbas ibn Farnas. Ia terkenal dalam ilmu kimia dan astronomi, ia juga yang menemukan pembuatan kaca dari batu.

Ibrahim ibn Yahya al Naqqash. Ia seorang yang ahli dalam ilmu astronomi. Ia dapat membuat tropong modern yang dapat menentukan jarak antara matahari dan bintang-bintang. Ia juga dapat menentukan kapan dan berapa lama terjadinya gerhana matahari.

Abdurrahman Ibn Khaldun. Ia seorang sejarawan dan sosiolog dengan karyanya yang terkenal yaitu Muqaddimah.

Abu Ja’far Ahmad ibn Muhammad al Gharfiqi. Ia seorang ahli di bidang farmasi. Bukunya yang terkenal dalam bidang ini adalah Al Adawiyah al Mufradah.

Ibn abd. Aziz al Bakri. Ia seorang ahli di bidang geografi karyanya yang terkenal adalah kitab al Masalik wa al Mamalik. nama lain di bidang ini tercatat Muhammad al Mazinni.

Ibn Hazm seorang ahli fikh dan teolog yang terkenal dengan kitabnya al Muhalladan Kitab Fishal. Ahli fikir lainnya seperti Abu Bakr ibn al Quthiyah, Mundzir ibn Said al Baluthi, dan Yahya ibn Yahya

Ibn al ‘Arabi yang terkenal dengan konsep tasawufnya Wahdah al Wujud, dengan karyanya Hikmah al Israq dan Futuhat al Makkiyah.34[34]

3. Bidang Ekonomi

Sejalan dengan perkembangan dunia Islam baik di belahan barat dan belahan timur dan perkembangan di luar dunia Islam, maka kegiatan ekonomi pun mendapat perhatian dan mengalami kemajuan pesat. Hal ini nampak antara lain dalam kegiatan ekonomi sbb.:

a. Meningkatkan kegiatan perdagangan dengan dunia luar.

b. Cordova, Seville, Granada, Almeria dan kota-kota lainnya menjadi penghasil permadani, wol, katun, sutera, kertas, dan kulit.

c. Pada masa pemerintahan Amir Muhamad I (852-886), Spanyol telah dapat menghasilkan belerang, air raksa, tembaga, dan besi.

d. Pembangunan kilang minyak zaitun.

e. Di bidang pertanian, Spanyol telah mengembangkan sistem irigasi, dan telah mampu menghasilkan berbagai hasilpertanian dan perkebunan seperti kapas, tebu, padi , jeruk dan buah- buahan lainnya. Malaga, Cartagena, dan kota-kota lainnya menjadi penghasil buah-buahan yang cukup besar.

Kegiatan pertanian yang telah dilakukan oleh Islam di Spanyol, telah menimbulkan bekas dalam berbagai istilah di dunia Barat. Seperti istilah arable (yang dapat dibajak), arbareal (pohon- pohonan), arbaretum (hutan bikinan), arbariculture (penanaman kayu), semuanya itu berasal dari suku kata arab yang telah mengalami perubahan ke dalam bahasa Barat.

f. Puncak kemakmuran terutama pada masa pemerintahan Abdurrahman III. Penerimaan tahunan negara sebanyak 6.245.000 (enam juta dua ratus empat puluh lima ribu) keping emas. Dari jumlah tersebut sepertiga dipergunakan untuk anggaran rutin, sepertiga untuk anggaran pembangunan dan sepertiga untuk dana cadangan.

4. Bidang bahasa, seni dan sastra.

a. Penggunaan bahasa Arab digalakkan.Bahasa Arab mengalahkan bahasa latin, yang juga digunakan di gereja-gereja. Sampai dengan abad ke-13 orang-orang Kristen dan Yahudi di Spanyol menulis buku-buku ilmiah dengan bahasa Arab.

b. Muncul beberapa ahli bahasa Arab seperti Abu al Hasan ibn Usfur, Abu Hayyan al Garnathi dan Ibn Malik, pengarang kitab Alfiyah.

c. Munculnya berbagai karya sastra seperti Al ‘Iqad al Farid, buah karya Ibn Abi Rabith. Kitab al Qalaid, buah karya Al Fath ibn Khaqam.

d. Pada masa Emir Muhammad I, seni puisi berkembang dan ia sangat menggemarinya, bahkan ia sendiri banyak menghasilkan karya seni ini.

e. Pada masa Abdurrahman II telah berkembang seni tari dan nyanyi. Waktu itu ada seorang penyanyi terkenal Ibrahim al Mosuli yang diberi gelar Amirul Ghina. Dia melahirkan penyanyi keliling dari istana ke istana dengan sebutan Troubadour yang cepat terkenal dan menyebar ke daerah-daerah lain, seperti ke Perancis.

f. Khalif Hakam II amat menyenangi kesusasteraan dan kesenian. Pada masa pemerintahannya kumpulan sajak dan lagu dalam kitab al Aglani yang terdiri dari 20 jilid tebal yang disusun oleh pujangga Abu al Farj al Asfihanidi Bagdad telah disiarkan terlebih dahulu di Spanyol dari pada di daerah lainnya.

g. Sejalan dengan perkembangan kegiatan pembangunan fisik, maka pada saat itu berkembang pula seni arsitektur bangunan yang indah.

5. Bidang Militer.

Pembangunan dan perkembangan militer pada masa kejayaan Islam di Spanyol, nampak pesat seperti juga perkembangan di wilayah Islam lainnya. Hal ini berkaitan dengan upaya pertahanan negara menghadapi dunia luar. Pembangunan dan perkembangan itu antara lain:

a. Pembangunan pangkalan armada dan pabrik senjata di Cartagena dan Cadiz.

b. Membangun benteng-benteng pertahanan di beberapa kota.

c. Pembentukan birokrasi kepolisian sampai ke distrik yang jauh terpencil.

d. Membangun angkatan bersenjata yang kuat, terutama pembangunan armada angkatan laut yang mampu berhadapan dengan daulat Fathimiyah dan merupakan yang terbesar di seluruh dunia waktu itu (masa pemerintahan Abdurrahman III).

VI. KEMUNDURAN DAN KEHANCURAN

Dinasti Bani Umayyah di Spanyol dapat mempertahankan kekuasaannya sampai tahun 1031. Sesudah itu kekuasaan Islam di semenanjung Andalusia terpecah ke dalam beberapa kerajaan kecil yang selalu berperang di antara mereka. Kerajaan-kerajaan kecil itu umpamanya Dinasti Ibadiyah, Murabit (Murabitun), Muwahid (Muwahidun), Bani Nashiriyah (Bani al Ahmar), Hamudiyah, Jahwariyah, Amiriyah35[35]. Jumlah kerajaan kecil ini sangat banyak. Menurut A.R. Nykl ada dua puluh tiga, yang sebagian di antaranya hanyalah penguasa-penguasa kota tertentu di wilayah bekas Dinasti Umayah36[36]. Mereka terdiri dari kelompok Barbar, Sicilia dan Arab37[37]. Masa ini disebut masa Muluk al Thowaif38[38]. Kerajaan-kerajaan kecil tersebut menyatakan berdiri sendiri, bebas dari kerajaan pusat.

Mereka hidup secara terpisah di daerah-daerah kecil dengan kekuatan yang sangat kecil pula, mereka selalu berperang, saling berebut pengaruh. Keadaan ini akhirnya menjadi mangsa kerajaan Kristen Spanyol di bagian utara yang waktu itu sudah mulai kuat. Mereka sibuk melakukan pertempuran internal. Orang Kristen mengulurkan tangan untuk memberikan bantuan dalam memenangkan peperangan yang terjadi antara sesama mereka. Merekapun saling berebut untuk mendapatkan bantuan dari pihak Kristen39[39].

Ancaman dari utara itu lebih nampak setelah dua kerajaan Katholik di utara yaitu kerajaan Castilla dan Aragon, ratu dan rajanya, yaitu Ratu Isabella dan Raja Ferdinand, mengikat perkawinan. Cita-cita yang mengiringi perkawinan dua raja Katholik ini pada malam peresmiannya ialah menyerbu Granada. Mereka ingin menghabiskan bulan madunya di Al Hamra dan mengangkat salib di atas benteng terbesar al Harasahdi Granada. Maka menjadi semakin kuatlah kerajaan Katholik tersebut. Hal ini secara langsung merupakan ancaman bagi kerajaan-kerajaan kecil di bagian selatan, yang selalu minta bantuan kepada mereka. Ferdinand dan Isabella akhirnya tidak puas dengan hanya memecah belah kerajaan- kerajaan Islam tersebut, mereka menginginkan kekuasa-an yang lebih besar atas wilayah tersebut.

Pada penghujung abad ke-15 M, Islam hanya berkuasa di daerah Granada yaitu di bawah Dinasti Bani Ahmar. Abu Abdullah Muhammad (salah seorang anak raja Bani Ahmar) merasa tidak senang kepada ayahnya, karena menunjuk anaknya yang lain (Muhammad ibn Sa’ad) sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak pada ayahnya. Dalam pemberontakan itu Abu Abdullah dibantu oleh Ferdinand dan Isabella. Ayah Abdullah terbunuh dan Muhammad ibn Sa’ad di-singkirkan. Akhirnya atas bantuan Ferdinand dan Isabella, Abu Abdullah naik takhta menjadi raja.

Namun seperti yang sudah bisa diperkirakan, Ferdinand dan Isabella tidak puas dengan hanya menguasai Abu Abdullah, tapi mereka ingin merebut kekuasaan Islam terakhir di Spanyol tersebut. Akhirnya mereka menyerangnya dan Abu Abdullah kalah. Ia kemudian menyerahkan kekuasaannya kepada musuh dan selanjutnya ia pindah ke Afrika utara.

Granada jatuh pada tahun 1491, dan kota lain telah lebih dahulu dikuasai oleh kerajaan Kristen, seperti Cordova jatuh pada tahun 1238, Seville tahun 1248. Dengan jatuhnya kota-kota penting di Spanyol, maka berakhirlah kekuasaan Islam di Spanyol, hal ini terjadi pada tahun 1492 M.

Pada tahun 1492 M, umat Islam dihadapkan pada dua pilihan, memeluk agama Kristen dengan tetap tinggal di Spanyol, atau meninggalkan Spanyol. Pada tahun 1501 diumumkan suatu pernyataan raja yang mengharuskan semua muslimin di Castile dan Leon, bertobat kembali. Maksudnya agar mereka meninggalkan Islam dan masuk menjadi Kristen atau meninggalkan wilayah itu. Pengumuman yang sama juga ditujukan kepada Muslimin di Aragon pada tahun 1526. Sedang pada tahun 1556 Raja Philip II mengumumkan undangundang yang meminta kepada muslimin yang masih tinggal di Spanyol untuk membuang seketika itu juga bahasanya (maksudnya bahasa Arab), kepercayaannya (maksudnya Islam) dan adat istiadat serta cara hidupnya. Akhirnya pada tahun 1609 Raja Philip III mengeluarkan perintah pengusiran semua Muslimin dari wilayah Spanyol secara paksa. Setengah juta orang dipaksa naik kapal dan dibawa ke pesisir Afrika utara atau ke negara-negara Islam yang jauh letaknya.

Apa yang dialami umat Islam Spanyol di atas, sebagaimana yang disebutkan oleh Philip K. Hitti sebagai berikut:

As early as 1501 a royal decree was issued that all Moslims in Castile and Leon should either recant or leave Spain, but evidently it was not strictly applied. In 1526 Philip II promulgated a law requiring the remaining Moslems to abandon at once their language, worship, institutions and manner of life. He even orderd the destruction of the Spanish baths as a relic of infidelity. A rising, the second of its kind, started in Granada and spread to the neigh- bouring mountains, but was put down. The final order of expulsion was signed by Philip III in 1609, resulting in the forcible deportation en messe of practically all Moslems on Spanish soil. Some half of million are said to have suffered this fate aid landed on the shores of Africa or to have taken ship to more distant lands of Islam40[40].

Dengan demikian sejak tahun 1609, dapat dikatakan bahwa di Spanyol tidak ada lagi umat Islam. Mereka telah diusir oleh penguasa Kristen, dan umumnya mereka pindah ke pantai Afrika bagian utara41[41].

VII. PENUTUP

Dari uraian singkat di atas, mengenai asal usul, perkembangan, kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Islam menguasai Spanyol sejak masa Bani Umayyah, yaitu pada masa pemerintahan Khalifah al Walid ibn Abd. Malik. Tiga pahlawan Islam terkenal yang sangat berjasa dalam membuka penguasaan Spanyol tersebut adalah : Tharif ibn Malik, Tariq bin Ziyaddan Musa ibn Nushair.

2. Pada masa permulaan Bani Abbas berkuasa setelah mengalahkan Bani Umayyah, penguasa Spanyol tunduk kepada kekhalifahan Bani Abbas sampai datangnya Abdurrahman al Dakhil.

Abdurrahman al Dakhil, seorang pangeran muda pelarian politik Dinasti Bani Umayyah, dapat membangun kembali Dinasti Bani Umayyah di Spanyol, selama lebih dari 300 tahun, yaitu dari tahun 756 – 1031 M.

3. Kenyataan sejarah telah menunjukkan, bahwa selama Islam berkuasa di Spanyol, telah terjadi perkembangan dan kemajuan peradaban dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan, sejalan dengan perkembangan dan kemajuan peradaban di belahan bumi bagian timur di bawah kekuasaan Bani Abbas yang berpusat di Bagdad. Spanyol pada masa kejayaan Islam, menjadi pusat ilmu pengetahuan bagi dunia Eropa. Perkembangan dan kemajuan peradaban yang muncul dari dunia Islam di Spanyol, sangat besar pengaruhnya terhadap kebangkitan dan kemajuan peradaban manusia pada umumnya, dan khususnya bagi kebangkitan dan kemajuan bangsa- bangsa di benua Eropa. Pemikiran rasional yang muncul dari dunia Islam di Spanyol (antara lain pengaruh Averroisme)telah berpengaruh besar kepada perkembangan dan kemajuan berfikir di Eropa, yang waktu itu masih diliputi oleh pemikiran dogmatis dari gereja.

4. Setelah Bani Umayyah di Spanyol jatuh pada tahun 1031, Islam di Spanyol diperintah oleh kerajaan-kerajaan kecil, penguasa daerah- daerah tertentu (Muluk al Thawaif) yang terpecah belah dan selalu bermusuhan. Mereka tidak mempunyai kekuasaan yang berarti, baik secara territorial maupun secara politis, sampai akhirnya mereka berhasil diadudomba dan dihancurkan oleh kerjaan Kristen secara total pada tahun 1609.

Setelah itu habislah riwayat Islam di Spanyol. Jadi secara keseluruhan Islam di Spanyol telah memainkan perannya selama lebih dari 700 tahun, yaitu sejak awal penaklukannya pada tahun 711 H sampai kehancurannya pada tahun 1609 M.

5. Sebab-sebab yang membawa kemunduran dan kehancuran Islam di Spanyol adalah sbb.:

a. Konflik internal

Terjadi persaingan dalam lingkungan keluarga istana dalam memperebutkan kursi kerajaan. Keadaan ini selalu dimanfaatkan oleh fihak luar yang memecahbelah mereka untuk mengambil keuntungan yang pada dasarnya merugikan kepentingan Islam.

Konflik internal juga terjadi dalam intern umat Islam yang terdiri dari kelompok Barbar, Sicilia dan Arab. Mereka satu sama lain saling berebut pengaruh, hal ini terutama nampak pada masa Muluk al Thawaif setelah berakhirnya kekuasaan Bani Umayyah.

b. Fanatisme Arab yang berlebihan

Bani Umayyah memperlakukan Islam non Arab sebagai penduduk kelas dua, yang menyebutnya dengan istilah ‘ibad atau muwalladun (suatu ungkapan yang dinilai merendahkan]. Karena fanatisme yang berlebihan ini, maka tidak terjadi pembauran sosial politik dan budaya antara kelas penguasa (Arab) yang merasa sebagai tuan dengan kelas pribumi yang dianggap lebih rendah derajatnya.

Sikap dan perlakuan penguasa ini menyebabkan mereka selalu menggerogoti kekuasaan yang dipegang oleh etnis Arab. Secara politis sikap demikian, akhirnya tidak bisa melahirkan tokoh- tokoh figur pimpinan Islam yang handal untuk dijadikan tokoh pemersatu bagi masyarakat setempat.

c. Tidak terjadi Islamisasi

Para penguasa muslim lebih banyak memusatkan perhatian mereka kepada masalah politik. Mereka tidak melaksanakan da’wah dalam arti penanaman Islam secara ideologis. Rakyat pribumi Spanyol umumnya dibiarkan tetap berpegang pada agama, hukum dan adat kebiasannya. Keadaan demikian menyebabkan antara penguasa Muslim tidak terdapat hubungan ideologis dengan rakyat yang mayoritas non Islam. Pada sisi lain keadaan di atas menyebabkan rasa patriotisme dan nasionalisme orang-orang Spanyol tetap kuat.

d. Faktor Ekonomi

Perekonomian Islam Spanyol pada awal kejayannya menunjukkan kemajuan pesat, karena tanahnya yang subur dan kegiatan perdagangannya. Namun pada paruh kedua pada kekuasaan Islam di Spanyol sumber perekonomian negara sangat lemah, karena hanya mengandalkan pada pajak/upeti.

e. Konflik Islam dan Kristen

Kerajaan Kristen di Spanyol sebagian besar telah menyatakan tunduk pada penguasa Islam, dan sebagian kecil menyingkir ke bagian utara. Sekalipun mereka telah tunduk dan mengakui kekalahan serta bersedia membayar upeti, namun mereka pada dasarnya tetap selalu mencari kesempatan dan kelengahan untuk mengadudomba dan menghancurkan umat Islam. Pada saat kemunduran Islam di penghujung kekuasaan Bani Umayyah yang diteruskan dengan masa Muluk al Thawaif,mereka mulai bangkit dan bersatu melaksanakan penghancuran Islam. Sampai pada satu saat secara terang-terangan, mereka mengusir umat Islam dari bumi Spanyol secara paksa. Jadi setelah Islam berkuasa di Spanyol selama lebih dari 700 tahun, akhirnya sampai pada suatu kenyataan, mereka dipaksa oleh Kristen harus memilih, tinggal di Spanyol dengan memeluk agama Kristen, atau tetap beragama Islam tetapi harus meninggalkan Spanyol.

DAFTAR BACAAN

Ahmad, Z.A, Sejarah Islam dan Umatnya, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1966

Bosworth, C.E., The Islamic Dinasties(terj.) Bandung:Mizan, Cet. 1, 1993

Gauthier, Leon, Ibn Roch (Averroes),Paris: Presses Universitairers de France, 1984.

Gibb, H.A.R. et.al, The Encyclopaedia of Islam London: E.J. Brill, 1986

Hassan, Ibrahim Hasan, Islamic History and Culture, From 632 – 1968 (terj.), Yogjakarta: Kota Kembang, 1989, Cet. 1

Hitti, Philip, K. History of Arabs, New York: Macmillan Student Edition, 1970.

Irving, Thomas Balantine, The Falcon of Spain (terj.) Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990

Mahmudunnashir, Syekh, Islam, Concept and Its History, (terj.), Bandung: CV. Rosda, 1988

Nasution, Harun, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, Jild I, Jakarta : Bulan Bintang, 1974, Cet. 1

————– , dkk, Ensiklopedi Islam Indonesia, Jakarta: Jembatan, 1992

Rahman, H.U, A Chronology of Islamic History 570-1000, London: Mansel Publishing Limited, 1992

Simamora, P, Kosmografi, Yogjakarta: C.V. Pedjuang Bangsa, 1966, cet. ke-13

Syalabi, A. Sejarah dan Kebudayaan Islam, jil. II dan III, Jakarta : PT. Al Husna Dzikra, 1993, Cet. 1.

————–, Ma’usuat al Tarikh al Islamy, Cairo Maktabah Nahdhiyah, 1979

Sou’yb, Joesoef, Sejarah Bani Umayyah di Cordova, Jakarta: Bulan Bintang, 1977

Uwais, Abdul Halim, Dirasah Li Tsuquthi Tsalatsina Daulat al Islamiyah, Solo: Pustaka Mantiq, 1994

Watt, W. Montgomery, Kejayaan Islam, Kajian Kritis Dari Tokoh Orientalis (terj.), Yogjakarta: Tiara Wacana,1990

Yatim, Badri, Sejarah Perdaban Islam, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, 1996.

Source: https://damzone89.wordpress.com/2011/07/30/islam-di-spanyol-asal-usul-perkembangan-dan-kehancuran/

Leave a Reply