Menomen ini terletak persis di Pusat Kota Jakarta. Tugu Monas merupakan
tugu kebanggaan bangsa Indonesia, selain itu monas juga menjadi salah
satu pusat tempat wisata dan pusat pendidikan yang menarik bagi warga
Indonesa baik yang dijakarta maupun di luar Jakarta. Tujuan pembangunan
tugu monas adalah untuk mengenang dan mengabadikan kebesaran perjuangan
Bangsa Indonesia yang dikenal dengan Revolusi 17 Agustus 1945, dan juga
sebagai wahana untuk membangkitkan semangat patriotisme generasi
sekarang dan akan datang.
Tugu Monas punya ciri khas tersendiri, sebab arsitektur dan dimensinya melambangkan kias kekhususan Indonesia. Bentuk yang paling menonjol adalah tugu yang menjulang tinggi dan pelataran cawan yang luas mendatar. Di atas tugu terdapat api menyala seakan tak kunjung padam, melambangkan keteladanan semangat bangsa Indonesia yang tidak pernah surut berjuang sepanjang masa.
Di dekat pintu masuk menuju pelataran Monas itu juga nampak megah berdiri patung Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda. Patung yang terbuat dari perunggu seberat 8 ton itu dikerjakan oleh pemahat Italia, Prof Coberlato sebagai sumbangan oleh Konsulat Jendral Honores, Dr Mario di Indonesia.
benar-benar bisa menunjukan kepribadian bangsa Indonesia bertiga
dimensi, tidak rata, tugu yang menjulang tinggi ke langit, dibuat dari
beton dan besi serta batu pualam yang tahan gempa, tahan kritikan jaman
sedikitnya seribu tahun serta dapat menghasilkan karya budaya yang
menimbulkan semangat kepahlawanan.
yang kemudian dirinci menjadi lima kriteria meliputi harus memenuhi
ketentuan apa yang dinamakan Nasional, menggambarkan dinamika dan berisi
kepribadian Indonesia serta mencerminkan cita-cita bangsa, melambangkan
dan menggambarkan “api yang berkobar” di dalam dada bangsa Indonesia,
menggambarkan hal yang sebenarnya bergerak meski tersusun dari benda
mati, dan tugu harus dibangun dari benda-benda yang tidak cepat berubah
dan tahan berabad-abad.
Dalam rancangannya, Soedarsono mengemukakan landasan pemikiran yang mengakomodasi keinginan panitia. Landasan pemikiran itu meliputi kriteria Nasional. Soedarsono mengambil beberapa unsur saat Proklamasi Kemerdekaan RI yang mewujudkan revolusi nasional sedapat mungkin menerapkannya pada dimensi arsitekturnya yaitu angka 17, 8, dan 45 sebagai angka keramat Hari Proklamasi.
Bentuk seluruh garis-garis arsitektur tugu ini mewujudkan garis-garis yang bergerak tidak monoton merata, naik melengkung, melompat, merata lagi, dan naik menjulang tinggi, akhirnya menggelombang di atas bentuk lidah api yang menyala. Badan tugu menjulang tinggi dengan lidah api di puncaknya melambangkan dan menggambarkan semangat yang berkobar dan tak kunjung padam di dalam dada bangsa Indonesia.
Tahap kedua pekerjaannya masih dilakukan dibawah pengawasan panitia Monas. Hanya saja, biaya pembangunannya bersumber dari Anggaran Pemerintah Pusat c.q Sekertariat Negara RI. Pada tahap kedua ini, pembangunan mengalami kelesuan, karena keterbatasan biaya.
Tahap ketiga pelaksanaan pekerjaan berada dibawah pengawasan Panitia Pembina Tugu Nasional, dan biaya yang digunakan bersumber dari Pemerintah Pusat c.q Direktorat Jenderal Anggaran melalui Repelita dengan menggunakan Daftar Isian Proyek (DIP).
Di pelataran puncak tugu yang terletak pada ketinggian 115 meter dari halaman tugu memiliki ukuran 11X11 meter, pengunjung dapat mencapai pelataran itu dengan menggunakan elevator (lift-red) tunggal yang berkapasitas sekitar 11 orang.
Di pelataran yang mampu menampung sekitar 50 orang itu juga disediakan empat teropong di setiap sudut, dimana pengunjung bisa melihat pemandangan Kota Jakarta dari ketinggian 132 meter dari halaman tugu Monas.
Lidah api yang terbuat dari perunggu seberat 14,5 ton dengan tinggi 14 meter dan berdiameter 6 meter, terdiri dari 77 bagian yang disatukan. Seluruh lidah api dilapisi lempengan emas seberat 35 kilogram, dan kemudian pada HUT ke-50 RI, emas yang melapisi lidah api itu ditambah menjadi 50 kilogram.