Sejarah Perkembangan Islam di Brazil
Dari waktu ke waktu Agama Islam terus mengalami perkembangan yang sangat pesat,bahkan di negara-negara yang mayoritas penduduknya non muslim sekalipun. Sebagai saudara seiman dan seislam, tentu kita perlu tahu bagaimana kondisi saudara-saudara kita yang ada disana. Nah, oleh sebab itu pada edisi Dunia Islam kali ini dan beberapa edisi kedepan kami akan mengajak sahabat el Nilein untuk mengunjungi mereka. Mari kita mulai petualangan kita dari negeri samba Brazil.
Bila berbicara tentang sepakbola, secara otomatis Brazil lah yang berada dibenak semua orang. Siapa tak kenal Kaka, Ronaldo dan Ronaldinho? Negara inilah yang menjadi gudang pesepak bola terkenal di dunia. Namun ternyata tidak hanya sebatas itu lho, negara terbesar baik dari aspek luas wilayah maupun jumlah penduduk (180 juta jiwa) di Amerika Selatan ini juga terkenal sebagai pusat agama Nasrani. Untuk meneguhkan status itu, orang-orang Brazil pun membangun sebuah patung Yesus Kristus dalam ukuran cukup besar tahun 1850-an. Terletak di puncak Bukit Corcovado, Rio de Janeiro. Patung yang dinamakan Cristo Redentor ini bahkan pernah diusulkan menjadi satu dari sekian keajaiban dunia.
Sejarah Islam di Brazil dimulai dengan masuknya orang-orang Afrika dalam bentuk perbudakan. Sejak tahun 1550, orang Portugis telah menggunakan budak bangsa Afrika untuk bekerja di kebun tebu yang sebelumnya dimusnahkan oleh penduduk setempat. Brazil menerima 37% dari seluruh budak Afrika yang diperdagangkan, berjumlah sekitar 3 juta orang.
Sebagian sarjana menyatakan, Brazil merupakan negara Amerika yang paling banyak menerima muslim bangsa Afrika. Tahun 1835, di Bahia, muslim berbagai bangsa pernah mengadakan suatu pemberontakan. Peristiwa itu menyebabkan banyak orang terbunuh.
Sejak itu, Portugis berjaga-jaga terhadap Afro-muslim, termasuk memaksa mereka menganut agama Katolik. Walaupun demikian, komunitas muslim di Brazil tidak dapat dienyahkan begitu saja. Hingga tahun 1900, tercatat masih terdapat 10.000 Afro-muslim yang hidup disana.
Berdasarkan sejarah, penemuan negara ini tidak terlepas dari penjelajah Portugis bernama Pedro Alvarez Cabral. Belakangan, sumber sejarah terbaru menyodorkan satu fakta berbeda. Semakin banyak ahli sejarah, baik muslim maupun non-muslim, kian menyadari kuatnya kehadiran muslim di periode awal penemuan Amerika. Bukti itu diperkuat dengan penemuan prasasti bertuliskan nama Allah. Dalam bahasa asli orang Amerika juga bisa ditemukan dengan mudah kata-kata asli Arab.
Selain itu, melalui budak muslim yang dibawa dari Afrika, dapat pula diidentifikasi pengaruh kebudayaan Islam, meski sebagian besar cenderung terdistorsi belakangan ini. Bukti ini bisa ditemui di bagian timur laut Brazil.
Walhasil, sejak ditemukannya Brazil pada abad ke-15 dan didatangkannya para budak dari barat dan utara Afrika, dunia Latin mulai dikenalkan pada Islam. Para budak dan orang Spanyol ini hidup tersebar di Brazil, Venezuela, Kolombia, dan Kepulauan Karibia. Pada akhir abad ke-16, setelah pembebasan para budak, muncullah komunitas muslim. Para budak yang dibebaskan ini membentuk komunitas bersama dengan imigran dari India, Pakistan, Suriah dan Lebanon. Mereka menetap di Argentina, Brazil, Venezuela, Kolombia dan Paraguay.
Masjid pertama yang dibangun di Brazil adalah Masjid Raya Sao Paulo dan merupakan masjid tertua di Amerika Latin,yang mulai dirintis tahun 1939, dimana tokoh-tokoh muslim Brazil patungan untuk membeli lahan. Peletakan batu pertamanya dilakukan pada tahun 1948 dan baru berakhir pembangunannya tahun 1960. Lamanya pembangunan masjid tak lepas dari sulitnya upaya penggalangan dana yang dilakukan umat Islam di negeri tersebut. Begitu pembangunan masjid rampung, umat Islam sudah tersebar ke seantero Brazil.
Di daerah-daerah baru itu, mereka juga mendirikan masjid. Jumlah masjid pun kian berkembang tak hanya di Sao Paulo dan hingga kini tercatat sekitar 120 unit. Sedangkan madrasah mulai berdiri di Brazil sejak tahun ‘60-an. Pertama kali madrasah berdiri di Sao Paulo, daerah yang paling banyak dihuni umat Islam. Setelah itu, berdiri pula madrasah di wilayah Cortiba dan beberapa tempat lainnya. Madrasah digunakan untuk mengajarkan ilmu agama dan bahasa Arab
Tantangan Dakwah Islam di Brazil
Di tengah dominasi agama Nasrani, agama Islam terus berupaya mengembangkan diri.. Geliat Islam di Brazil terbilang cukup baik. Hal itu ditunjang situasi dalam negeri yang kondusif. Brazil merupakan negara yang memiliki keanekaragaman etnik, budaya, dan keagamaan.Semua komunitas maupun golongan memiliki kesempatan sama untuk berkembang. Yang menggembirakan, setiap harinya di kota Sao Paulo terdapat tiga warga Brazil yang masuk Islam. Demikian berita sebagaimana dilansir oleh salah satu lembaga Islam di negeri itu. Namun lembaga tersebut belum mendapatkan informasi secara pasti mengenai jumlah kaum muslimin di Brasil.
Mayoritas penduduk Brasil yang masuk Islam berasal dari kalangan pemuda dan pemudi. Biasanya fenomena tersebut diawali adanya kerusakan moral dan ketidakstabilan dalam keluarga. Mereka mengaku berminat masuk Islam setelah mempelajari isi kandungan ajaran Islam yang menurut mereka dapat membawa solusi bagi permasalahan yang tengah mereka hadapi.
Al-Sadiq Al-Othmani, kepala Departemen Urusan Islam pada Pusat Dakwah Islam di Amerika Latin, mengungkapkan bahwa umat Islam di Brazil merasakan suasana toleransi. ”Mereka bebas untuk berdoa dan membangun masjid-masjid,” katanya.
Peluang ini pun tak disia-siakan. Umat Muslim setempat terus menggencarkan dakwah Islam. Tak hanya lewat jalur konvensional, seperti di masjid atau pusat keislaman, dakwah juga dilakukan melalui media elekronik maupun internet. Selama ini untuk berkhotbah, para Dai dan relawan harus menempuh perjalanan selama dua hingga tiga jam untuk mencapai masjid di dalam kota.
Bayangkan apabila masjid yang hendak dituju berada di luar kota, waktu yang dibutuhkan bisa jadi 12 jam. Oleh karena itu, melalui optimalisasi internet, kegiatan keagamaan akan dapat langsung diakses oleh umat secara efisien dan efektif.
Namun demikian, belakangan ini dakwah yang dilakukan mulai menemui kendala. Berbagai media melansir laporan bahwa sejumlah masjid di Brazil ditutup karena kekurangan Imam dan Dai. Menurut Al-Sadiq Al-Othmani, ada sepertiga jumlah masjid yang ditutup. Senada dengan itu, seorang imam di Sao Paolo, Khaled Taqei al Din mengakui, dari 120 masjid yang ada, hanya terdapat sekitar 40 imam dan khotib. Itu pun hanya sedikit yang menyelesaikan pendidikan Syariah di tingkat perguruan tinggi.
Akibatnya, masjid menjadi sepi dari aktivitas keagamaan, bahkan untuk mengejar shalat lima waktu berjamaah, tidak semuanya bisa. Dikhawatirkan, kondisi itu bisa mempengaruhi para generasi muda Muslim untuk memperdalam ilmu agama. Beberapa tokoh agama lantas mengaitkan masalah ini dengan kurangnya dana di pusat-pusat keislaman. Itu menjadikan mereka tidak mampu mencetak imam-imam baru yang mumpuni.
Pada faktor eksternal, dukungan dari institusi-institusi Islam di sejumlah negara Muslim, dirasakan masih kurang. Hal ini bisa dilihat dari minimnya jumlah buku dan literatur yang diterjemahkan ke dalam bahasa Portugis. Selain itu, mereka juga tidak terlampau gencar mengirimkan dai dan guru agama ke Brazil.
Adapun dari internal, hal itu terkait dengan awal mula kedatangan agama Islam ke Negara ini. Orang-orang Islam pertama yang datang ke Brazil merupakan para budak serta pekerja kasar yang dipekerjakan di perkebunan. Karakteristik mereka tentu saja jauh dari tradisi keilmuan maupun wawasan keislaman. Hingga pada pertengahan abad ke 20, datanglah para pedagang asal Arab dan mereka lantas menetap di Brazil, dengan bekal keilmuan agama yang cukup.
Namun dengan keterbatasan itu, Islam tetap berkembang, tak hanya menyebarkan nilai-nilai Islam terhadap kalangan umat sendiri, tapi juga kepada warga Brazil yang non-Muslim.
Kini, kehidupan generasi berikutnya dari umat Muslim awal di Brazil, sudah jauh berbeda. Mereka telah mengeyam pendidikan lebih bermutu, menduduki jabatan publik dan swasta, serta memiliki kehidupan lebih layak. Inilah modal utama eksistensi Islam di masa mendatang.
Beragam usaha dalam pengembangan Islam di Brazil terus dilakukan. Seperti, yang dirintis oleh Prof Dr. Hilmi Nashr, dosen Islamic Studies Faculty di Universitas Sao Paolo, yang merintis penerjemahan Al Quran maupun Hadist ke dalam bahasa Portugis.
Tapi, papar Prof. Dr. Hilmi, segenap umat di sana berharap dukungan dari negara-negara Islam lainnya untuk dakwah di Brazil. ”Terutama, penyediaan buku-buku rujukan yang ditulis dalam bahasa kami,” katanya. Pengurus Islamic Center kawasan Amerika Latin, lembaga yang mengoordinasikan kegiatan dakwah di wilayah itu, juga tak tinggal diam. Menurut pimpinan Islamic Center, Sheikh Ahmed bin Ali al Swayfiy, mereka sedang mengupayakan penerjemahan beberapa buku keislaman ke bahasa Portugis. ”Intinya, jangan sampai kegiatan dakwah terhambat”
wallahu a’lam bish showaab
oleh: Ichwan Ghozali
Mahasiswa Ma’had Ta’lim Lughotul ‘Arobiyah wa Dirosat al Islamiyah,
International University of Africa