Sejarah Perkembangan Islam Periode Mekah dan Periode Madinah Terlengkap
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak awal perkembangan islam tumbuh dalam pergumulan dengan pemikiran dan peradaban umat manusia yang dilewatinya, karena terlibat dalam proses drasetika yang didalamnya terjadi pengambilan dan pemberian cikal bakal pertumbuhan dan pembentukan peradaban islam dibangun dengan menjadikan agama islam sebagai dasar pembentukannya.
Persoalan yang tak kalah seriusnya yaitu moral masyarakat jahiliyah yang pada saat itu masih buta akan sebuah kebenaran. Melihat realitas peradaban Islam sebelumnya sudah mengenal kehidupan politik, sosial, ekonomi, bahasa, dan seni tapi semua itu masih sangat sederhana dan sangat ironis. Akan tetapi setelah Islam datang yang merupakan Rohmatal lil ‘Alamin(Rohmat bagi seluruh alam). Dan kehidupan umat pun makin terarah.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana peradaban masyarakat Arab pra islam?
2. Bagaimana sistem dakwah Rosululloh?
3. Bagaimana pendidikan islam di Makkah?
4. Bagaimana pembentukan sistem sosial, politik dan ekonomi yang dilakukan Rosululloh?
5. Bagaimana Sistem Militer yang dilakukan Rosululloh?
6. Bagaimana tentang sumber keuangan Negara?
C. Tujuan Pembahasan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan yang ingin dicapai pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mahasiswa dan mahasiswi mampu memahami tentang peradaban masyarakat arab sebelum islam datang.
2. Mahasiswa dan mahasiswi mampu mengetahui tentang tata cara atau sistem dakwah Rosuilulloh.
3. Mahasiswa dan mahasiswi mampu mengetahui pendidikan islam di makkah.
4. Mahasiswa dan mahasiswi mampu mengetahui tentang pembentukan sistem sosial, politik dan ekonomi yang dilakukan Rosululloh.
5. Mahasiswa dan mahasiswi mengetahui tentang sistem militer yang dilakukan Rosululloh.
6. Mahasiswa dan mahasiswi mengetahui tentang sumber keuangan Negara.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Peradaban Masyarakat Makkah Pra Islam
Sebelum datangnya Islam, Mekkah adalah seperti wilayah Arabia lainnya yaitu kota dengan penduduk dengan masyarakat pastoral (pengembala). Beberapa faktor membawa beberapa perubahan sosial, seperti jumlah berhala yang ada di Mekkah dan persiapan menuju agama monotheisme.[1]
Bangsa Arab berpindah-pindah, nomad, karena tanahnya terdiri atas gurun pasir yang kering dan sangat sedikit turun hujan. Perpindahan mereka dari satu tempat ke tempat lain mengikuti tumbuhnya stepa atau padang rumput yang tumbuh secara sporadis di tanah Arab di sekitar oasis atau genangan air setelah turn hujan.[2]
Mekkah adalah kota yang memikat bagi para pedagang dari banyak penjuru Arabia maupun luar Arabia. Masyarakat Mekkah diakui sebagai pedagang eceran yang handal dibandingkan dengan masyarakat lain kala itu. Perdagangan menjadi sangat esensial dan diberi apresiasi lebih oleh masyarakatnya. Tampaknya apresiasi orang Arab ini tidak bisa disingkirkan oleh agama Islam. Ada banyak kata-kata dalam Alquran al-Karim yang diambil dari imajinasi perdagangan, seperti ajr, tsawab dan lain sebagainya. Begitu juga dengan aturan-aturan yang diberikan oleh Islam, perdagangan merupakan salah satu hal yang bayak diatur di dalam Al-Quran.[3]
B. Fase Makkah
1. Sistem Dakwah Rosululloh
Rasulullah saw. lahir dan berkembang di Mekkah yang masyarakatnya sedang mengalami masa transisi yang hebat dalam berbagai bidang, seperti sosial, agama dan politik. Ajaran Islam yang dibawa oleh Muhammad pada umumnya merupakan keinginan untuk memperbaiki dan menyelamatkan masyarakat Mekkah dalam menjalani masa transisi ini.[4]
Dalam faktanya, Muhammad saw. tidak bisa menjalankan dakwahnya secara efektif yang membuahkan hasil yang memuaskan. Beberapa kondisi ikut melatari ketidak efektifan dakwah Muhammad di Mekkah. Penganut yang berhasil dipengaruhi oleh Muhammadpun tidak seberapa jumlahnya karena memang beliau tidak bisa melaksanakan dakwahnya secara terang-terangan. Ahirnya Nabi pun dakwah secara sembunyi-sembunyi, hal ini telah di ketahui oleh quraisy, akan tetapi dalam fase seruan dengan cara sembunyi ini quraisy tidak memperdulikannya, karena mereka sungguh tiada mengira bahwa seruan itu akan hidup dan kuat, dan akan di anut oleh orang yang banyak.[5]
Ada beberapa fase yang dijalani oleh nabi Muhammad dalam memulai dan mengembangkan ajaran yang beliau bawa.
a. Fase dakwah sembunyi-sembunyi
Pada fase ini Rasul hanya mengajak kerabat-kerabatnya untuk ikut memelukm agama Islam yang beliau bawa. Mereka diseru untuk meyakini ajaran-ajaran pokok yang terkandung dalam wahyu yang ia terima.[6]
Pada fase ini, beliau berhasil mengajak beberapa orang untukmemeluk agama Islam, seperti Istrinya, Ali bin Abi Thalib, Zaid, Abu Bakar. Tidak lama setelah mereka menganut agama Islam, barulah kemudian beberapa orang dengan jumlah yang lebih banyak mau menerima ajakan Muhammad untuk memeluk agama Islam.[7]
b. Fase Dakwah Terang-Terangan
Ada dua fase yang dijalani oleh Rasulullah pada saat itu, yang pertama adalah menjalankan dakwah dengan mengajak kerabatnya dengan terang-terangan. Setelah menerima perintah untuk berdakwah secara terang-terangan kepada kerabatnya, maka Rasulpun lalu menyeru mereka di bukit Shafa.[8]
Fase selanjutnya adalah menyeru tidak hanya kerabatnya akan tetapi semua orang. Fase ini dimulai dengan turunnya ayat Al-Quran surah Al-Hijr : 94. Setelah turunnya ayat ini, mulailah Rasulullah saw. menyerukan agama islam kepada semua orang, hingga penduduk luar Mekkah yang datang untuk mengunjungi Ka’bah.[9]
Kemudian sesudah Rasulallah mulai menyeru dengan terang-terangan, maka kaum quraisy menyatakan tantangannya terhadap agama baru itu. Dan mereka coba hendak memebunuh agama ini dengan cara apapun.[10]
2. Pendidikan Islam Di Makkah
a. Pendidikan tauhid dalam teori dan praktek
Intisari pendidikan islam pada periode Makkah adalah ajaran tauhid. Pendidikan tauhid merupakan perhatian utama Rasulallah ketika di Makkah. Pada saat itu masyarakat jahiliyah sudah banyak yang menyimpang pada ajaran tauhid yang telah di bawa oleh nabi ibrahim. Karena tauhid merupakan pondasi yang paling dasar, maka harus di tata dulu dengan kuta.[11]
Pokok-pokok ajaran ini sebagaimana tercermin dalam surat Al-Fatihah, yang pokok-pokoknya sebagai berikut :[12]
1) Bahwa Allah adalah pencipta alam semesta yang sebenarnya. Itulah sebabnya, maka beliaulah yang berhak mendapatkan segala pujian.
2) Bahwa Allah telah memberikan nikmat, memberikan segala keperluan kepada makhluknya dan khusus bagi manusia di tambah dengan petunjuk dan bimbingan agar mendapat kebahagiaan di dunia dan di akherat.
3) Ahwa Allah adalah raja di kemudian hari yang akan memperhitungkan amal perbuatan manusia di bumi ini.
4) Bahwa Allah adalah sesembahan yang sebenarnya dan yang satu-satunya. hanya kepada Allah segala bentuk pengabdian di tunjukan.
5) Bahwa Allah adalah penolong yang sebenarnya, dan oleh karena itu hanya kepadanyalah manusia meminta pertolongan.
6) Bahwa Allah lah yang sebenarnya membimbing dan memberi petunjuk kepada manusia dalam mengarungi kehidupan manusia yang penuh rintangan,tantangan dan godaan.
b. Pengajaran Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan intisari dan ajaran pokok dari ajaran islam yang di sampaikan Nabi Muhammad Saw kepada umat. Tugas Muhammad di samping mengajarkan Tauhid juga mengajarkan Al-Qur’an kepada umatnya agar secara utuh dan sempurna menjadi milik umatnya yang selanjutnya akan menjadi warisan secara turun menurun dan menjadi pegangan serta pedoman hidup bagi kaum muslimin sepanjang zaman.[13]
Rasulallah bersabda “aku tinggalkan dua perkara,apabila kamu berpegang teguh kepadanya, maka kamu tidak akan tersesat, yaitu Al-Qur’an dan sunnah”. Semua yang di sampaikan oleh Rasulallah kepada umatnya adalah berdasarkan Al-Qur’an. Bahkan di katakan dalam sebuah hadits, bahwa akhlak Rosul adalah Al-Qur’an. Apa yang di contohkan Rasul adalah cermin isi Al-Qur’an. Sehingga kalau umat islam mau berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan Khadits Nabi, maka di jamin mereka tidak akan tersesat.[14]
C. Fase Madinnah
Setelah peristiwa isra’ dan mi’raj, ada suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah islam. Perkembangan mana datang dari jumlah penduduk yatsrib yang berhaji ke mekkah. Tatkala gejala-gejala kemenangan di yatsrib (madinnah) Nabi menyuruh para sahabatnya untuk pindah kesana dalam waktu dua bulan hampir semua kaum muslimin kurang lebih 150 orang, telah meninggalkan kota mekah untuk mencari perlindungan kepada kaum muslimin yang baru masuk ke yatsrib.
Dalam perjalanannya mengemban wahyu allah, Nabi memerlukan suatu strategi yang berbeda dimana pada waktu di mekah Nabi lebih menonjolkan dari segi tauhid dan perbaikan akhlak, tetapi ketika di madinnah Nabi lebih banyak berkecimpung dalam pembinaan atau pendidikan sosial masyarakat karena disana beliau di angkat sebagai Nabi sekaligus sebagai kepala negara.
Persoalan yang di hadapi oleh Nabi ketika di madinnah jauh lebih kompleks di banding ketika di mekah. Di sini umat islam sudah berkembang pesat dan harus hidup berdampingan dengan sesama pemeluk agama yang lain, seperti yahudi dan nasrani. Oleh karena itu pendidikan yang di berikan oleh Nabi juga mencangkup urusan-urusan muamalah atau tentang kehidupan masyarakat dan politik.
Setelah nabi berhijrah ke madinnah, dan manusia telah berbondong-bondong masuk ke agama islam, mulailah Nabi membentuk suatu masyarakat baru, dan meletakan dasar-dasar untuk suatu masyarakat yang besar yang sedang di tunggu-tunggu oleh sejarah.
1. Pembentukan Sistem Sosial, Politik dan Ekonomi
Islam adalah agama dan sudah sepantasnya jika dalam negara di letakan dasar-dasar islam maka turunlah ayat-ayat Al-Qur’an pada periode ini untuk membangun legalitas dari sisi-sisi tersebut sebagaimana di jelaskan oleh Rasulallah dengan perkataan dan tindakannya hiduplah kota madinnah dalam sebuah kehidupan yang mulia dan penuh dengan nilai-nilai utama. Terjadi sebuah persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada solideritas yang erat di antara anggota masyarakatnya. Dengan demikian berarti bahwa inilah masyarakat islam pertama yang di bangun Rasulallah dengan asas-asasnya yang abadi.[15]
Rasulallah membangun tempat-tempat ibadah yang selain di dalamnya bertujuan untuk ibadah tetapi juga untuk mempersatukan kaum muslimin dengan musyawarah dalam merundingkan masalah-masalah yang di hadapi. Selain itu menjadi pusat pemerintahan yang mempersaudarakan kaum muhajirin dan anshar. Persaudaraan di harapkan dapat mengikat kaum muslimin dalam persaudaraan dan kekeluargaan. Rasulallah juga membentuk persaudaraan yang baru yaitu persaudaraan seagama, di samping persaudaraan yang sudah ada sebelumnya, yaitu bentuk persaudaraan berdasarkan darah. Dan membentuk persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama islam serta membentuk pasukan tentara untuk mengantisipasi gangguan-gangguan yang di lakukan oleh musuh.[16]
Mengomentari tentang perubahan nama yatsrib menjadi madinnah, dalam pandangan nurkholis madjid, bahwa agenda-agenda politik kerasulan telah di letakan dan beliau bertindak sebagai utusan Allah, kepala negara, komandan tentara dan pemimpin kemasyarakatan. Semua yang di lakukan oleh Nabi Muhammad Saw di kota hijrah itu merupakan refleksi dari ide yang terkandung dalam perkataan Arab madinnnahdalam arti itu sama dengan hadharahdan tsaqarah, yang masing-masing sering di terjemahkan, berturut-turutperadaban dan kebudayaan, tetapi secara etimologis mempunyai arti pola kehidupan menetap sebagai lawanbadawah yang berarti ”pola kehidupan mengembara”, nomad. Oleh karena itu perkataan madinnah dalam peristilahan moderen menunjuk pada semangat dan pengertian civil society, suatu istilah inggris yang berarti “masyarakat sopan, beradab, dan teratur” dalam bentuk negara yang baik. Dalam arti inilah harus di pahami kata-kata hikmah dalam bahasa Arab, (Al insanu madniy-un bi ath thab’i)”manusia menurut naturnya adalah bermasyarakat budaya” .[17]
2. Sistem Militer
Muhammad tidak mempunyai sengketa dengan siapapun, baik orang quraisy, yahudi atau suku lain di negeri Arab. Beliau adalah seorang yang penuh kebajikan yang mengajak mereka untuk kembali kejalan Allah, jalan ketakwaan, kebajikan dan keadilan.[18]
Suku quraisy menentangnya dan menimbulkan kesulitan yang hebat atas dirinya dan diri para pengikutnya. Sampai mereka terpaksa meninggalkan kota kediamannya dab mencari perlindungan di Madinnah. Tetapi mereka tidak membiarkannya untuk hidup damai di sana dan menyerang mereka dengan bantuan suku arab lainnya dalam rangka memusnahkan mereka dan kepercayaannya.dalam keadaan demikian kalau tidak ada alternatif lain kecuali mati atau perlawanan teratur untuk mempertahankan kepercayaannya. Maka Muhammad memilih yang terakhir. Tujuannya bukanlah untuk membunuh, tetapi untuk mengajak menusian ke jalan kehidupan yang benar. Dan dasar dari kebijaksanaan perangnya adalah untuk melemahkan musuh sehingga mereka dapat mengakhiri perlawanan, penolakannya, permusuhannya terhadap tugas nabi dan bekerja sama dan hidup dalam damai.[19]
3. Sumber Keuangan Negara
Dalam Al-Qur’an dan hukum islam di kemukakan bahwa sumber keuangan umat islam yang utama adalah zakat dan shadaqoh, yang di ambil dari kaum muslimin sendiri dan di daya gunakan untuk berbagai hal, khususnya untuk kaum miskin dan perjuangan di jalan Allah.[20]
Namun dengan semakin luasnya kawasan dunia islam, sumber keuangan khalifah menjadi berbeda. Para khalifah tidak lagi mendasarkan diri pada zakat dan shadaqoh, yang pernah menjadi pemicu kemurtadan sekelompok orang dan hampir memecah belah kesatuan umat islam yang baru tumbuh. Sumber khalifah kini di gali dengan di dasarkan pada sistem keuangan byzantium dan lain-lainnya. Sehingga, di tangan kaum muslimin waktu itu, sistem keungan dan sumber pendapatan negara mengalami perkembangan besar.[21]
Pendapatan khilafah islam, pertama-tama di dasarkan pada sistem perpajakan yang berasal dari yunani dan di kenal oleh kaum muslimin dengan sebutan Al-kharraj. Pajak ini di kenakan terhadap bumi dan lahan pertanian kawasan-kawasan baru milik orang-orang byzantium dan persia. Bumi dan barang-barang tersebut tetap menjadi hak milik mereka sesuai debgan ketentuan akidah islam yang menghormati hak milik pribadi.[22]
Ketika dinasti abasyiah muncul, sistem tersebut mengalami perubahan. Bumi pada masa ini berubah menjadi milik negara, bukan milik umat islam lagi. Negara pun menjadi berhak sepenuhnya atas bumi.akan tetapi sistem ini tidak membuat para petani menjadi budak dan tidak membatasi kegiatan mereka seperti halnya yang terjadi di eropa.[23]
Dalam kaitannya dengan urusan keuangan silam, perlu di kemukakan pula sistem keuangan islam. Pada mulanya mata uang yang di pakai bukan berasal dari kawasan dunia islam, sebab ketika kaum muslimin baru melebarkan sayapnya, mereka belum lagi mengenal industri mata uang islam. Karenanya pada mulanya mereka tetap memakai mata uang yang di pakai sebelumnya di kawasan-kawasan baru yang mereka kuasai.[24]
Mata uang yang benar-benar bercorak islami barulah dibuat pada masa khalifah Abdul Malik Bin Marwan. Pembuatan mata uang masa itu di dasarkan pemikiran bahwa mata uang selain memiliki nilai ekonomis juga sebagai pernyataan kedaulatan dinasti islam.[25]
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan yang telah dipaparkan diatas, maka kami penyusun menyimpulkan dalam bentuk beberapa poin. Diantaranya yaitu:
1. Mekkah adalah seperti wilayah Arabia lainnya yaitu kota dengan penduduk dengan masyarakat pastoral (pengembala). Selain itu banyak pedagang-pedagang diantaranya pedagang eceran.
2. Sistem dakwah yang dilakukan Rosululloh saw yaitu dengan cara sembunyi-sembunyi dan terang-terangan.
3. Pendidikan islam di makkah yang dipelajarinya yaitu tentang tauhid dalam teori dan praktek juga memperdalam tentang pengajaran Al-Qur’an.
4. Rasulallah membangun tempat-tempat ibadah yang selain di dalamnya bertujuan untuk ibadah tetapi juga untuk mempersatukan kaum muslimin. Terjadi sebuah persaudaraan yang jujur dan kokoh, ada solideritas yang erat di antara anggota masyarakatnya.
5. Sistem militer yang dilakukan Rosululloh dengan cara perang dengan tujuan untuk melemahkan musuh sehingga mereka dapat mengakhiri perlawanan, penolakannya, permusuhannya terhadap tugas nabi dan bekerja sama dan hidup dalam damai.
6. Sumber keuangan umat islam yang utama adalah zakat dan shadaqoh, yang di ambil dari kaum muslimin sendiri dan di daya gunakan untuk berbagai hal, khususnya untuk kaum miskin dan perjuangan di jalan Allah
B. Rekomendasi
Dari pembahasan yang telah dipaparkan diatas tentu saja masih jauh dari yang namanya kesempurnaan, baik dalam isi pembahasan, cara penyusunan dan pengetikan ataupun juga nama gelar yang ditulis di makalah ini.
Khususnya pada isi makalah ini. Kami selaku penyusun mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Terima kasih kami ucapkan kepada Bapak Akhmad Afandi, M.Ag. selaku dosen Sejarah Peradaban Islam yang selalu memberikan masukannya kepada kami.
Lampiran 1
DAFTAR PUSTAKA
Supriyadi, Dedi. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Syalabi, A. 1990. Sejarah dan Kebudayaan Islam. Bandung: Pustaka Al Husna.
Rahman, Afzalur. 1991. Nabi Muhammad sebagai Pemimpin Militer. Jakarta: Bumi Aksara.
Quthb, Muhammad. 1998. Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Majid, Abdul Mun’im. 2002. Sejarah Kebudayaan Islam. Bandung: Pustaka Setia.
Lampiran 2
BIODATA PENULIS
Nama : Karim Pamela
TTL : Ciamis, 14 Juni 1992
Asal Sekolah : SMA Negeri 1 Rancah (Kab. Ciamis)
Alamat Rumah : Dsn. Ciilat Ds/Kec. Sukadana Kab. Ciamis
No. Hp : 083877094747
Nama : Mumun Munawaroh
TTL : Kuningan, 04 Januari 1992
Asal Sekolah : MAN Babakan Ciwaringin Cirebon
Alamat Rumah : Karang Muncang Kec. Ciganda Mekar Kab. Kuningan
No. Hp : 085797292419
Nama : Siti Fatimah Tuzahro
TTL : Indramayu, 11 Desember 1991
Asal Sekolah : MAN Babakan Ciwaringin Cirebon
Alamat Rumah : Ds. Wanguk Kec. Anjatan Kab. Indramayu
No. Hp : 085257073905
Nama : Siti Munawaroh
TTL : Cirebon, 23 Agustus 1992
Asal Sekolah : MA Negeri Buntet Pesantren Cirebon
Alamat Rumah : Ds. Leuwidingding Pesantren
No. Hp : 085724371184
[1] Dedi Supriyadi. Sejarah Peradaban Islam. hlm. 47
[2] Ibid.
[3] Ibid. hlm. 48
[4] A.Syalabi. Sejarah dan Kebudayaan Islam.hlm. 85.
[5] Ibid.
[6] Ibid. hlm. 86.
[7] Ibid.
[8] Ibid. hlm. 87.
[9] Ibid.
[10] A. Syalabi. Sejarah dan Kebudayaan Islam. hlm. 21.
[11] Abdul Mun’im Majid. Sejarah Kebudayaan Islam. hlm. 33
[12] QS. Al-Fatihah. hlm. 1
[13] Syalabi. Sejarah dan Kebudayaan Islam. hlm. 13.
[14] Ibid.
[15] Dedi supriyadi. Op. Cit. hlm. 64
[16] Ibid.
[17] Ibid. hlm. 65.
[18] Afzalur Rahman. Nabi Muhammad Sebagai Seorang Pemimipin Militer. hlm. 37.
[19] Ibid.
[20] Muhammad Quthb. Perlukah Menulis Ulang Sejarah Islam. hlm. 86.
[21] Ibid.
[22] Ibid.
[23] Ibid. hlm. 87.
[24] Ibid.
[25] Ibid. hlm. 88.
Sumber:http://karimpamelac.blogspot.com/2012/04/fase-makkah-dan-fase-madinnah.html?m=1