A. Pengertian Rational Emotive Behavior Therapy (REBT)
Teori Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) pertama kali dikembangkan oleh Albert Ellis pada tahun 1962, seorang Doktor dan Ahli dalam Psikologi Terapeutik yang juga seorang eksistensialis sekaligus seorang Neo Freudian. Kata Rational yang dimaksud Ellis adalah kognisi atau proses berpikir yang efektif dalam membantu diri sendiri (self helping) bukan kognisi yang valid secara empiris dan logis. Dan kata behavior (tingkah laku) pada pendekatanRational-Emotive Behavior Therapy (REBT) dengan alasan bahwa tingkah laku sangat terkait dengan emosi dan perasaan.
Menurut Ellis (dalam Latipun, 2001 : 92), berpandangan bahwa REBT merupakan terapi yang sangat komprehensif, yang menangani masalah-masalah yang berhubungan dengan emosi, kognisi, dan perilaku. Rasional emotive adalah teori yang berusaha memahami manusia sebagaimana adanya. Manusia adalah subjek yang sadar akan dirinya dan sadar akan objek-objek yang dihadapinya. Manusia adalah makhluk berbuat dan berkembang dan merupakan individu dalam satu kesatuan yang berarti manusia bebas, berpikir, bernafas, dan berkehendak. (Willis, 2004).
Yang dimaksud dengan konseling Rational Emotive Behavior Therapy(REBT) adalah konseling yang menekankan interaksi berfikir dan akal sehat (rasional thingking), perasaan (emoting), serta berperilaku (acting). Bahwa teori ini menekankan bahwa suatu perubahan yang mendalam terhadap cara berpikir dapat menghasilkan perubahan yang berarti dalam cara berperasaan dan berperilaku.
B. Konsep Dasar
Konsep dasar REBT adalah, bahwa seseorang berkonstribusi terhadap munculnya problem psikologis, baik yang ditunjukkan dalam gejala-gejala yang spesifik hingga pada interpretasi terhadap suatu peristiwa atau situasi tertentu.Setiap manusia yang normal memiliki pikiran, perasaan dan perilaku yang ketiganya berlangsung secara simultan.
Konsep dasar yang di kembangkan Albert Ellis adalah :
1. Pemikiran manusia adalah penyebab dasar dari gangguan emosional.
2. Manusia mempunyai potensi pemikiran rasional dan irrasional.
3. Pemikiran dan emosi tidak dapat di pisahkan.
4. Pada diri manusia sering terjadi self-verbalization, yaitu mengatakan sesuatu terus-menerus kepada dirinya.
5. Pemikiran tak logis (irrasional) dapat dikembalikan kepada pemikiran logis dengan reorganisasi persepsi. Pemikiran tak logis itu merusak dan merendahkan diri melalui emosionalnya.
Pandangan dari pendekatan ini tentang kepribadian dapat dikaji dari konsep-konsep teori Albert Ellis. Ada tiga pilar yang membangun tingkah laku individu, kerangka pilar ini yang kemudian dikenal dengan teori ABC, kemudian ditambahkanD, E dan F untuk mengakomodikasi perubahan tersebut :
a. Activating event (A)
Yaitu segenap peristiwa luar yang dialami individu. Peristiwa pendahulu yang berupa fakta, kejadian, tingkah laku atau sikap orang lain. Seperti : masalah-masalah keluarga, kendala-kendala pekerjaan, trauma-trauma masa kecil, dan hal-hal lain yang kita anggap sebagai penyebab ketidakbahagiaan.
b. Belief (B)
Yaitu keyakinan, pandangan, nilai atau verbalisasi diri individu terhadap suatu peristiwa. Keyakinan seseorang ada dua macam, yaitu keyakinan yang rasional (rational belif atau rB) dan keyakinan yang tidak rasional (irasional belif atau iB). Keyakinan yang rasional merupakan cara berfikir atau sistem keyakinan yang tepat, masuk akal dan bijaksana. Sedangkan keyakinan yang tidak rasional merupakan keyakinan yang sistem berfikir seseorang yang salah, tidak masuk akal dan emosional.
c. Emotional consequence (C)
Merupakan konsekuensi emosional sebagai akibat atau reaksi individu dalam membentuk perasaan senang atau hambatan emosi dalam hubungannya denganactivating event (A). Konsekuensi emosional ini bukan akibat langsung dari A tetapi disebabkan oleh beberapa variable antara lain dalam bentuk keyakinan (B) baik yang rB maupun yang iB.
d. Disputing irrational (D)
Yaitu melakukan perlawanan terhadap keyakinan irasional.
e. Effective new philosophy of life (E)
Yaitu mengembangkan filosofi dan keyakinan-keyakinan baru yang positif.
f. Perasaan/feelings (F)
Yaitu aksi yang akan dilakukan lebih lanjut dan perasaan baru, dengan demikian kita tidak akan merasa tertekan, melainkan kita akan merasakan segala sesuatu sesuai dengan situasi yang ada.
C. Proses Berfikir
Menurut pandangan pendekatan Rational-Emotive Behavior Therapy(REBT), individu memiliki tiga tingkatan berpikir, yaitu berpikir tentang apa yang terjadi berdasarkan fakta dan bukti-bukti (inferences), mengadakan penilaian terhadap fakta dan bukti (evaluatian), dan keyakinan terhadap proses inferences dan evaluasi (core belif) (forggatt, 2005, p. 4).
Ellis berpendapat bahwa yang menjadi sumber terjadinya masalah-masalah emosinal adalah evaluative belief yang dikenal dalam istilah REBT adalah irrational belief yang dapat dikatagorikan menjadi empat, yaitu :
· Demands (tuntutan)
Adalah ekspetasi yang tidak realistis dan absolut terhadap kejadian atau individu yang dapat dikenali dengan kata-kata seperti : harus, sebaiknya dan lebih baik.
· Awfulising
Adalah cara berlebih-lebihan konsekuensi negatif dari suatu situasi sampai pada level yang ekstrim sehingga kejadian yang tidak menguntungkan menjadi kejadian yang menyakitkan.
· Low frustation tolerance (LFT)
Adalah kelanjutan dari tuntutan untuk selalu berada dalam kondisi nyaman dan merefleksikan ketidaktoleransian terhadap ketidaknyamanan.
· Global evaluations of human worth
Yaitu menilai keberhargaan diri sendiri dan orang lain. Hal ini bermakna bahwa individu dapat diberi peringkat yang berimplikasi bahwa pada asumsi beberapa orang lebih buruk atau tidak berharga dari yang lain (Walen et. al., 1992, pp. 17-18).
Selanjutnya, Ellis membagi fikiran individu dalam tiga tingkatan. yaitu:
Ø Pikiran Dingin (Cool)
Yaitu pikiran yang bersifat deskriptif sendiri dan mengandung sedikit emosi.
Ø Pikiran yang hangat (Warm)
Yaitu pikiran yang mengarah pada satu preferensi atau keyakinan rasional, pikiran ini mengandung unsur evaluasi yang mempengaruhi pembentukan perasaan.
Ø Pikiran yang panas (Hot)
Pikiran yang mengandung unsur evaluasi yang tinggi dan penuh dengan perasaan (Nelson-Jones, 1995, p. 313).
D. Hakekat manusia dan perilaku individu yang bermasalah
Menurut padangan teori REBT, bahwa manusia sejak lahir memiliki potensi untuk berfikir rasional dan irasional. Manusia mempunyai potensi untuk mengembangkan diri, berbahagia, berfikir dan berpendapat, bekerja sama dengan orang lain. Namun pada sisi lain, manusia juga memiliki potensi untuk menghancurkan atau merusak diri sendiri, mengingkari pikiran-pikirannya, intoleran (tidak toleran), menolak realitas. Dan manusia pun memiliki kecenderungan untuk terpaku pada pola-pola tingkah laku lama yang disfungsional dan mencari berbagai cara untuk terlibat dalam sabotase diri.
Ketika seseorang berfikir dan berperilaku rasional, maka ia akan hidup efektif dan bahagia. Sebaliknya, jika seseorang berfikir dan berperilaku irasional, maka ia akan menjadi tidak efektif dan tidak bahagia. Hambatan psikologis terjadi sebagai akibat dari cara berfikir yang irasional dan tidak logis. Jadi, perilaku bermasalah adalah perilaku yang didasarkan pada cara berfikir yang irasional, yang tidak dapat dibuktikan. Perilaku irasional ini akan berakibat pada munculnya kecemasan, kekhawatiran, dan prasangka, sehingga akan menghalangi individu untuk berkembang secara efektif dalam kehidupan sehari-hari.
Dalam Gantina dkk (Gladding : 1992) mengatakan bahwa, Ellismengidentifikasi keyakinan irasional individu yang dapat mengakibatkan masalah yaitu:
Ø Untuk menjadi orang yang berharga individu harus kompeten dan mencapai setiap usahanya.
Ø Orang yang tidak bermoral, kriminal dan nakal merupakan pihak yang harus disalahkan.
Ø Hal yang sangat buruk dan menyebalkan adalah bila segala sesuatu tidak terjadi seperti yang saya harapkan.
Ø Ketidakbahagiaan merupakan hasil dari peristiwa eksternal yang tidak dapat dikontrol oleh diri sendiri.
Ø Sesuatu yang membahayakan harus menjadi perhatian dan harus selalu diingat dalam fikiran.
Ø Lari dari kesulitan dan tanggung jawab dari pada menghadapinya.
Ø Seseorang harus memiliki orang lain sebagai tempat bergantung dan harus memiliki seseorang yang lebih kuat yang dapat menjadi tempat bersandar.
Ø Masa lalu menentukan tingkah laku saat ini dan tidak bisa diubah.
Ø Individu bertanggung jawab atas masalah dan kesulitan yang dialami oleh orang lain.
Menurut Albert Ellis juga menambahkan bahwa secara biologis manusia memang diprogram untuk selalu menanggapi pengondisian-pengondisian semacam ini. Keyakinan-keyakinan irasional tadi biasanya berbentuk pernyataan-pernyataan absolut. Ada beberapa jenis “pikiran-pikiran yang keliru” yang biasanya diterapkan orang, di antaranya :
1. Mengabaikan hal-hal yang positif,
2. Terpaku pada yang negatif,
3. Terlalu cepat menggeneralisasi.
Seseorang tidak mampu berfikir secara rasional dikarenakan ia tidak berfikir jelas tentang keadaan saat ini dan yang akan datang, antara realitas dan imajinasi. Tidak mandiri selalu tergantung pada perencanaan dan pemikiran orang lain. Berfikir irasional diawali dengan belajar secara tidak logis yang diperoleh dari pengalamannya dalam keluarga, orang tua, dan budaya tempat individu dibesarkan. Berfikir irasional akan tercermin dari kata-kata yang digunakan. Kata-kata yang tidak logis mencerminkan cara berfikir yang salah, sebaliknya, kata-kata yang tepat mencerminkan cara berfikir yang tepat.
E. Tujuan konseling dan peran konselor dalam REBT
Konseling REBT bertujuan memperbaiki dan mengubah sikap, persepsi, cara berfikir, keyakinan, serta pandangan klien yang irrasional menjadi rasional, sehingga ia dapat mengembangkan diri dan mencapai realisasi diri yang optimal.Menghilangkan gangguan emosional yang dapat merusak diri, seperti rasa takut, bersalah, berdosa, cemas, marah, atau khawatir, sebagai akibat berfikir yang irrasional, melatih dan mendidik klien agar dapat menghadapi kenyataan hidup secara rasional dan membangkitkan kepercayaan diri, nilai-nilai dan kemampuan diri.
Oleh karena itu dalam konseling, konselor membantu klien untuk mengenali insight yang menjadi penyebab perilaku irasionalnya. REBT membantu klienmendapatkan tiga jenis insight :
Ø Insight #1
Klien memahami bahwa perilaku disfungsionalnya terjadi tidak hanya karena penyebab di masa lalu, tetapi bahwa penyebab tersebut masih ada dalam pikiran klien sampai saat ini.
Ø Insight #2
Klien memahami bahwa apa yang mengganggunya saat ini karena keyakinan irasional yang terus dipertahankannya.
Ø Insight #3
Klien memahami bahwa tidak ada jalan lain untuk keluar dari hambatan psikologis yang dialaminya dengan cara mengamati, mendeteksi, dan melawan keyakinannya yang irasional dengan keyakinan yang rasional.
Setelah klien mendapatkan tiga insight tersebut, kemudian konselor menunjukkan kepada klien bahwa verbalisasi-verbalisasi dirinya masih merupakan sumber utama dari gangguan-gangguan emosional yang dialaminya. Konselor mendorong klien untuk menguji secara kritis nilai-nilai dirinya yang paling dasar, sehingga memberikannya “intellectual insight”, yaitu pengetahuan bahwa ia bertindak buruk dan keinginan untuk memperbaiki perilakunya. Apabila proses ini berhasil, klien akan memperoleh “emotional insight”, yaitu tekad untuk bekerja keras merubah atau reconditions terhadap perilakunya.
F. Teknik dan Proses Konseling
Dalam teknik REBT, konselor tidak hanya membantu klien mengatasi hambatan emosionalnya secara spesifik (yang disampaikan ke konselor), tetapi juga hambatan emosional secara umum. Proses konseling bertujuan untuk membebaskan pikiran-pikiran irasional klien, karena pada dasarnya semua manusia adalah makhluk rasional, dan oleh karena sumber ketidakbahagiaan (gangguan emosional) adalah pikiran yang irasional. Maka klien dapat mencapai kebahagiaan dengan belajar berfikir rasional, sehingga proses konseling sebagian besar merupakan proses belajar-mengajar dan membutuhkan waktu yang panjang.
Beberapa teknik yang digunakan dalam REBT adalah :
1. Teknik Emotive
Menurut Corey (1995) ada beberapa teknik emotif, yaitu :
Ø Assertive training
Yaitu melatih dan membiasakan klien terus menerus menyesuaikan dirinya dengan perilaku tertentu yang diinginkan.
Ø Sosiodrama
Yaitu mengekspresikan berbagai jenis perasaan yang menekan klien (perasaan-perasaan negatif) melalui suatu suasana yang dramatisasikan sehingga klien dapat secara bebas mengungkapan dirinya sendiri baik secara lisan, tulisan ataupun melalui gerakan-gerakan dramatis.
Ø Self modeling
Yaitu menghilangkan perilaku tertentu, dimana konselor menjadi model dan klien berjanji akan mengikuti.
2. Teknik Behavioristik
Ada dua teknik behavioristik yaitu :
Ø Reinforcement
Yaitu mendorong klien kearah perilaku yang lebih rasional dan logis dengan jalan memberikan pujian verbal kepadanya.
Ø Social modeling
Yaitu menggambarkan perilaku-perilaku tertentu, khususnya situasi-situasi interpersonal yang kompleks dalam bentuk percakapan sosial, interaksi dengan memecahkan masalah-masalah.
3. Teknik Kognitif
Teknik kognitif yang cukup dikenal adalah Home Work Assigment atau teknik tugas rumah, digunakan agar klien dapat membiasakan diri serta menginternalisasikan sistem nilai tertentu yang menuntun pola perilaku yang diharapkan (Corey, 1995).
sumber: cika